Pemerintah didesak untuk konsisten dengan pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan kebijakan yang mendukung pengembangan, bukan yang kontraproduktif.
Oleh
ARIS PRASETYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penetrasi kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia diperkirakan kian berat setelah pemerintah menurunkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atau PPnBM mulai 1 Maret 2021. Ada kekhawatiran pemakaian kendaraan berbahan bakar minyak tetap tinggi di tengah upaya pemerintah mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan, tak hanya membuat penetrasi kendaraan listrik di Indonesia kian berat, kebijakan penurunan PPnBM tersebut terasa kontraproduktif dengan usaha pemerintah mendorong pemakaian kendaraan listrik. Beban emisi dikhawatirkan tetap tinggi lantaran masih masifnya pemakaian kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
”Kebijakan menurunkan PPnBM tidak sejalan dengan program pemerintah mendorong pemakaian kendaraan listrik. Sebenarnya, alasan untuk mendongkrak pembelian mobil kurang relevan. Sebab, sejak sebelum pandemi Covid-19 sudah ada kecenderungan pasar penjualan mobil di Indonesia jenuh,” ujar Ahmad saat dihubungi, Jumat (19/2/2021).
Ahmad menambahkan, kebutuhan jenis kendaraan bermotor saat ini adalah kendaraan dengan kadar emisi gas buang rendah dan hemat energi. Hal itu bisa dipenuhi dengan pemakaian kendaraan listrik berbasis baterai.
Sebaiknya pemerintah konsisten dengan kebijakan pengembangan kendaraan listrik dan tak perlu menerbitkan kebijakan yang mendorong publik untuk membeli kendaraan berbahan bakar minyak.
”Lagi pula, di masa pandemi seperti ini menyebabkan daya beli masyarakat berkurang dan mereka cenderung menahan belanja untuk hal yang bukan primer. Jadi, penurunan PPnBM ini kurang pas,” ucap Ahmad.
Ada kekhawatiran pemakaian kendaraan berbahan bakar minyak tetap tinggi di tengah upaya pemerintah mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam keterangan tertulis, menyampaikan, relaksasi PPnBM dapat meningkatkan daya beli sehingga konsumsi kendaraan bermotor di kelompok masyarakat berpenghasilan menengah atas akan meningkat. Hal ini akan memberi stimulus bagi perekonomian.
”Insentif kendaraan bermotor ini diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri otomotif dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2021,” ucap Airlangga.
Tarif PPnBM akan turun bertahap dalam sembilan bulan dengan setiap tahap selama tiga bulan mulai 1 Maret 2021. Tahap pertama PPnBM akan turun 100 persen dari tarif yang diberikan, tahap kedua menjadi 50 persen dari tarif, dan tahap ketiga 25 persen dari tarif. Pemberian insentif akan dievaluasi per 3 bulan.
Kebijakan ini berlaku bagi kendaraan konvensional. Kendati begitu, pemerintah sebenarnya telah membicarakan rencana stimulus untuk mobil listrik bebarengan dengan relaksasi PPnBM kendaraan konvensional itu. Namun, pemerintah memutuskan merilis aturan PPnBM bagi kendaraan konvensional terlebih dulu untuk menyelamatkan industri otomotif yang terimbas pandemi.
Pada Kamis lalu, Bank Indonesia (BI) sebenarnya juga telah memberikan stimulus untuk pembelian kendaraan bermotor baru yang menggunakan BBM atau yang berwawasan lingkungan, seperti kendaraan listrik. Mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021, BI melonggarkan ketentuan uang muka (DP) kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru.
Di satu sisi, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berkomitmen mendukung pemakaian kendaraan listrik berbasis baterai di Indonesia. Selain membangun infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), PLN juga memberikan potongan tarif pemakaian listrik untuk kendaraan listrik pada waktu tertentu. Potongan tarif sebesar 30 persen diberikan bagi pengguna kendaraan listrik yang mengisi daya listrik kendaraan pada pukul 22.00 sampai 05.00 atau selama tujuh jam.
”Potongan tarif diberikan kepada pelanggan yang mengisi daya baterai kendaraan listrik di rumah masing-masing (home charging). PLN juga menyiapkan infrastruktur pengisian daya untuk di rumah pelanggan beserta stimulus penggunaan listriknya,” ujar Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril.
Menurut Bob, kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong minat masyarakat memakai kendaraan listrik berbasis baterai. Dalam waktu dekat, produk layanan home charging akan diluncurkan PLN berbarengan dengan pemberian stimulus penambahan daya listrik kepada pelanggan.
Hingga saat ini PLN telah membangun 32 SPKLU di 22 lokasi yang tersebar di 12 kota, serta 33 titik stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) di tiga kota, yaitu Serang, Bandung, dan Denpasar. PLN juga telah meluncurkan aplikasi ”charge-in” yang mengintegrasikan pengisian baterai kendaraan listrik dengan sistem pembayaran dan penyediaan informasi titik pengisian. PLN menargetkan terbangun 31.866 SPKLU sampai 2030 mendatang.