Peningkatan impor garam tahun ini diprediksi membuat petambak garam semakin tidak bersemangat untuk berproduksi. Stok garam rakyat masih berlimpah karena sisa produksi tahun lalu belum terserap.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Impor garam industri tahun 2021 diperkirakan bakal mencapai 3.077.901 ton. Swasembada garam industri akan sulit dicapai karena kebutuhan garam industri terus meningkat. Sementara kapasitas lahan dan produksi garam nasional terbatas.
Data yang dikutip Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyebutkan, produksi garam nasional tahun 2021 ditaksir 2,1 juta ton. Sementara kebutuhan garam nasional berkisar 4,67 juta ton dan impor garam tahun ini diperkirakan 3,07 juta ton.
Pada tahun 2020, produksi garam tercatat 1,36 juta ton, sedangkan kebutuhan garam 4,46 juta ton. Impor garam tahun lalu tercatat 2,7 juta ton.
Deputi bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengemukakan, impor garam tahun ini lebih banyak karena kebutuhan tahun berjalan dan kebutuhan stok tahun depan guna menjaga kestabilan stok garam industri.
Hingga saat ini, lahan produksi garam masih terbatas, yakni sekitar 21.000-22.000 hektar. Sementara itu, produksi garam nasional cenderung fluktuatif karena bergantung faktor iklim. Di sisi lain, investasi industri yang membutuhkan bahan baku garam cenderung meningkat setiap tahun. Keterbatasan produksi dan kapasitas lahan garam nasional mendorong perlunya impor garam sebagai penyangga.
Safri menambahkan, lima tahun lalu pemerintah berpatokan Indonesia sudah mulai mengarah ke swasembada garam industri. Ketika itu, kebutuhan garam industri hanya sekitar 2 juta ton, tetapi saat ini sudah naik menjadi 3 juta ton per tahun. Kebutuhan garam industri yang terus meningkat membuat impor garam tidak bisa dihindari.
”Kalau bicara garam industri, kita tidak bisa katakan swasembada. Begitu kebutuhan raw material garam industri meningkat, otomatis kita tidak bisa penuhi karena keterbatasan. Tidak mungkin kita mengubah seluruh lahan menjadi lahan garam,” kata Safri dalam konferensi pers virtual ”Major Project 2021”, Rabu (10/3/2021).
Garam industri mensyaratkan, antara lain, kadar NaCl berkisar 97-98 persen, sedangkan garam rakyat memiliki kadar NaCl dibawah 97 persen. Dengan proses pemurnian garam, kadar NaCl diakui bisa meningkat menjadi 97 persen dengan struktur biaya yang masih kompetitif.
Meski demikian, sejak tahun 2012, Indonesia sudah mencapai swasembada garam konsumsi. Kebutuhan garam konsumsi dinilai dapat dipenuhi dari garam rakyat. Pemerintah kini sedang menyusun regulasi impor garam agar tidak merembes ke pasar garam konsumsi dan merugikan petambak garam.
Regulasi itu, antara lain, mensyaratkan garam impor tidak boleh dipakai untuk garam konsumsi. Selain itu, impor garam hanya boleh dilakukan oleh industri pengguna garam industri, dan garam impor tidak boleh diperdagangkan.
Pemerintah kini juga sedang menginisiasi produksi garam dari air tua yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). PLTU selama ini menggunakan air laut sebagai pendingin yang terkonsentrasi menjadi air tua. Air tua itu bisa dimanfaatkan untuk produksi garam melalui proses pemurnian. PLTU dengan kapasitas 500-600 MW ditaksir bisa menghasilkan 100.000-150.000 ton garam per tahun.
Harga garam anjlok
Secara terpisah, Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Jawa Timur Muhammad Hasan mengemukakan, harga garam yang anjlok pada musim panen tahun 2020 telah menghancurkan semangat petambak untuk kembali berproduksi. Harga garam di kisaran Rp 300-Rp 350 per kilogram di petambak, sedangkan harga garam di tingkat perusahaan rata-rata Rp 600 per kg. Padahal, ongkos produksinya rata-rata mencapai Rp 450-Rp 550 per kg.
Kondisi harga yang anjlok itu diperburuk dengan rendahnya penyerapan garam oleh industri pengolahan. Ada indikasi perusahaan enggan melakukan penyerapan garam rakyat karena membanjirnya garam impor untuk stok perusahaan. Akibatnya, sebagian petambak terpaksa menyimpan hasil panen karena harga jual anjlok. Ia menyayangkan lambannya pemerintah dalam membenahi tata kelola garam.
”Kebijakan impor garam industri berlebihan karena stok garam rakyat masih banyak. Stok garam rakyat seharusnya bisa menggantikan kebutuhan garam industri dan menekan impor garam,” katanya.
Hasan menyoroti janji pemerintah untuk memasukkan garam sebagai barang kebutuhan pokok dan atau penting serta menetapkan HPP. Namun, hingga kini janji itu belum terealisasi. Padahal, jika harga garam lebih stabil, petambak akan tergerak memacu produksi dan produktivitas.
Sebaliknya, kalau harga anjlok, petambak loyo berproduksi. Akibatnya, lahan terbengkalai. ”Kalau pemerintah tidak turun tangan membenahi tata niaga garam, nasib petambak akan semakin hancur,” katanya.
Kalau pemerintah tidak turun tangan membenahi tata niaga garam, nasib petambak akan semakin hancur.
Direktur Jasa Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengakui, sistem resi gudang yang diharapkan membantu petambak garam mendapatkan harga yang layak tidak berjalan optimal. Sistem resi tersendat karena perbankan tidak mau menerbitkan resi. Harga garam yang terus anjlok dinilai tidak memberikan kepastian dan jaminan bagi perbankan.
Hingga saat ini, stok garam rakyat mencapai 723.000 ton. Indonesia memiliki 24 gudang garam rakyat sebagai penyimpanan rakyat sebelum diserap industri pengolah. Dari 24 gudang garam nasional, baru tujuh yang memiliki sistem resi gudang, yakni di Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Tuban, Pamekasan, dan Pangkep.