Transformasi si ”ular besi” bukan semata di bidang bisnis dan layanan operasional. Transformasi di perkeretaapian itu, bahkan, dinilai mampu turut mengubah peradaban bangsa, termasuk di kala pandemi Covid-19.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
Dalam seminar dari ”Mengenang Transformasi Kereta Api di Era Digital” pada awal Maret 2021, berbagai perspektif disampaikan. Salah satu hal yang mengemuka dalam kegiatan yang digelar Perkumpulan Pensiunan Karyawan Kereta Api tersebut adalah menyangkut peran penting transformasi sektor perkeretaapian dalam memperbarui kultur masyarakat dalam bertransportasi publik.
Gambaran penumpang yang berjejalan, masuk lewat jendela, menumpang tanpa tiket, dan bahkan duduk di atas atap kereta mengilustrasikan kondisi layanan si ”ular besi” ini sebelum bertransformasi. PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan anak perusahaannya mampu mengubah kultur perilaku itu. Ketua Forum Transportasi Perkeretaapian Aditya Dwi Laksana menyebutnya sebagai sebentuk transformasi yang terbilang fenomenal dan inspiratif.
Transformasi tersebut bukan semata di bidang bisnis dan layanan operasional. Transformasi di perkeretaapian itu bahkan dinilai mampu turut mengubah peradaban bangsa. Contohnya, jadwal kereta api yang tepat waktu turut mengedukasi masyarakat menghargai ketepatan waktu. Budaya antre dan tidak main serobot juga terbentuk saat masyarakat mesti mengantre mengurus keperluan perjalanan di stasiun.
Transformasi tersebut bukan semata di bidang bisnis dan layanan operasional. Transformasi di perkeretaapian itu, bahkan, dinilai mampu turut mengubah peradaban bangsa.
Tiket kereta api jarak jauh yang dapat dibeli 30 hari sebelum keberangkatan dipandang dapat membiasakan masyarakat membuat perencanaan yang baik. Masyarakat juga diedukasi agar adaptif dalam penggunaan teknologi seiring pengembangan aplikasi berbasis digital, semisal KAI Access dan KRL Access. Masyarakat juga menjadi terbiasa bertransaksi nontunai. Ada pula pembudayaan hidup bersih serta sehat, salah satunya lewat larangan merokok di kereta.
Apabila kita cermati, upaya KAI selama bertahun-tahun tersebut menunjukkan peran penting operator transportasi dalam ikut mengubah perilaku. Kebiasaan baru dapat ditumbuhkan melalui serangkaian aturan atau kewajiban.
Awalnya boleh jadi orang patuh melakukan sesuatu semata karena diatur. Namun, secara perlahan, orang tanpa diatur pun akan terbiasa atau otomatis melakukan sesuatu ketika melihat dampak positif dari tindakannya.
Arti penting perubahan perilaku belakangan kian kerap diperbincangkan, khususnya terkait dengan pandemi Covid-19. Semua orang dituntut beradaptasi dan melakukan sejumlah prosedur untuk mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus korona baru itu.
Tak terbantahkan, Covid-19 telah mengakibatkan penderitaan dan bahkan kematian bagi banyak orang. Data laman covid19.go.id pada 10 Maret 2021 menunjukkan ada 1.398.578 kasus positif, 1.216.433 sembuh, dan 37.932 orang meninggal dunia akibat Covid-19 di Indonesia. Data ini adalah akumulasi sejak kasus Covid-19 pertama kali di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020, setahun lalu.
Pandemi berikut penanganannya telah mengakibatkan berbagai sektor ekonomi mengalami kontraksi. Sektor transportasi pun tumbuh minus akibat langkah pembatasan di tengah meluasnya penyebaran virus.
Badan Pusat Statistik mencatat, selama pandemi berlangsung, semua moda transportasi terkontraksi dengan kedalaman bervariasi. Pada triwulan IV-2020, misalnya, angkutan udara terkontraksi paling dalam, yakni tumbuh minus 53,81 persen.
Angkutan rel juga terpukul, yakni tumbuh minus 45,56 persen. Angkutan sungai, danau, dan penyeberangan tumbuh minus 12,28 persen. Sementara itu, angkutan darat dan angkutan laut masing-masing tumbuh minus 3,50 persen dan minus 1,19 persen.
Di titik ini, peran semua pemangku kepentingan, baik regulator, operator, maupun pengguna transportasi dituntut untuk bersama-sama mencegah penularan virus korona baru. Lagi-lagi ini soal membangun peradaban dan perilaku hidup sehat dan disiplin dengan protokol kesehatan di sektor transportasi. Hal ini diperlukan sebagai bagian ikhtiar besar pengendalian pandemi.
Protokol kesehatan mesti dijaga agar pandemi dapat terkendali dan diatasi. Semua orang mesti berdisiplin mengenakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Gerakan 5M tersebut ibarat tameng kita dalam berperang melawan Covid-19. Transformasi ke arah masyarakat yang berbudaya dan berdisiplin tinggi dalam menerapkan protokol kesehatan mesti didukung bersama. Transformasi ini bisa dimulai dari diri sendiri.
Khazanah perpolitikan Amerika Serikat mengenal ungkapan, yang terkenal disampaikan oleh Andrew Jackson, yakni satu orang dengan keberanian menciptakan mayoritas. Pada konteks perang melawan Covid-19 sekarang, satu orang dengan kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan kiranya dapat menginspirasi orang lain di sekitar untuk mengikutinya.
Apabila itu terjadi, pada akhirnya, mayoritas populasi yang berdisiplin menerapkan protokol kesehatan akan mampu mengalahkan Covid-19. Pemulihan kesehatan dan ekonomi akan terjadi seiring terkendalinya pandemi.