Pandemi Covid-19 Membuat Masyarakat Makin Sadar Kelola Keuangan
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah berdampak signifikan terhadap pendapatan masyarakat. Situasi ini pun menyadarkan masyarakat untuk pintar-pintar mengelola keuangan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah berdampak signifikan terhadap pendapatan masyarakat. Situasi ini pun menyadarkan masyarakat untuk pintar-pintar mengelola keuangan.
Survei Katadata Insight Center (KIC) dan Cashpop berjudul ”Perilaku Keuangan Konsumen Selama Pandemi Covid-19”menunjukkan, 53,3 persen responden mengaku kondisi keuangannya memburuk selama masa pagebluk. Hanya 34,2 persen responden yang mengaku kondisi keuangannya biasa saja dan 12,5 persen responden mengaku kondisi keuangannya tetap baik.
Expert Panel KIC Mulya Amri, dalam webinar Katadata Indonesia Data and Economic Conference 2021 awal pekan ini menyebutkan, memburuknya kondisi keuangan disebabkan menurunnya pendapatan usaha yang dialami 61,6 persen responden, pemotongan gaji (24,1 persen), tambahan pengeluaran kesehatan (19,1 persen), hingga dampak pemutusan hubungan kerja atau PHK (10,4 persen).
Dalam menghadapi kondisi tersebut, sebagian responden (44,6 persen) menganggap belajar mengelola keuangan, termasuk belajar melalui media daring (15,5 persen), sebagai kebutuhan.
Adapun mereka yang memiliki cukup uang juga tertarik untuk mempelajari cara berinvestasi (27,3 persen), mengoptimalkan investasi yang sudah dilakukan (14,6 persen), dan memiliki kartu kredit (3,9 persen).
”Pengelolaan keuangan jadi salah satu kebutuhan penting karena banyak orang berusaha untuk lebih teliti mengelola keuangan dengan pemasukan yang berkurang. Mereka yang masih punya uang pun belajar berinvestasi sebagai satu cara kelola keuangan,” paparnya.
Survei ini dilakukan secara daring kepada 2.491 responden di 34 provinsi, pada 26 Februari sampai 1 Maret 2021. Mayoritas responden merupakan generasi milenial usia 23-38 tahun (63,5 persen) dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah berpendapatan antara Rp 2 juta sampai Rp 4 juta per bulan (41 persen).
Belajar daring
Karyawan swasta di Jakarta seperti Maria Farida (30), yang keuangannya terdampak pandemi, mulai terbuka matanya untuk lebih baik dalam mengelola keuangan.
Kini, ia banyak belajar dari akun-akun perencana keuangan dan pemengaruh (influencer) yang ramai membagikan ilmu terkait pengelolaan keuangan di media sosial. Ilmu yang ia dapat, misalnya, mengenai pentingnya memiliki dana darurat sebesar 6 bulan pengeluaran rutin bulanan.
”Sebelumnya, saya tidak tahu apa itu dana darurat dan fungsinya. Saya juga tidak pernah benar-benar menabung karena saya dulu pikir lebih baik punya aset, seperti beli rumah secara KPR yang sudah saya lakukan lima tahun terakhir,” kata perempuan lajang tersebut kepada Kompas, Kamis (25/3/2021).
Tidak adanya dana darurat atau aset yang mudah dicairkan dengan nilai cukup membuat Maria kesulitan menghadapi krisis pandemi. Kondisi tersebut mengharuskannya pintar-pintar berhemat dan mengelola keuangan.
Rangganata (28), pekerja kontraktor di Kalimantan Selatan, juga mengakui dirinya baru lebih serius mengelola keuangan setelah pandemi. Ia juga banyak belajar dari perencana keuangan tepercaya yang marak membagi ilmu lewat webinar secara gratis atau postingan harian mereka di media sosial.
”Saya mengikuti lima atau lebih akun-akun penasihat atau perencana keuangan sejak 2020. Ilmu-ilmu yang secara gratis mereka bagikan kepada pengikutnya mengingatkan saya agar enggak lupa mengelola keuangan,” katanya saat dihubungi hari ini.
Sebelum menikah dua tahun lalu, ia mengaku pernah mencoba mengonsultasikan keuangannya kepada salah satu perusahaan perencana keuangan dengan biaya yang cukup mahal. Namun, di awal pandemi, ia menemukan banyak perencana keuangan memberi ilmu mengecek kesehatan keuangan secara gratis, termasuk dengan kalkulator digital.
Ia pun pernah mencoba salah satunya secara gratis dan banyak belajar mengenai rasio menabung, utang, dan likuiditas. ”Mengelola keuangan ternyata benar-benar harus teliti. Mencatat keuangan saja tidak cukup kalau tidak ada evaluasi dan aksi yang dilakukan,” katanya.