Kementerian Perhubungan menyiapkan regulasi pengendalian transportasi untuk menindaklanjuti kebijakan larangan mudik Lebaran tahun 2021. Di sisi lain, insentif bagi perusahaan transportasi umum perlu digulirkan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perhubungan akan menyiapkan aturan pengendalian transportasi untuk menindaklanjuti kebijakan pelarangan kegiatan mudik Lebaran tahun 2021. Aturan tersebut menyangkut pengaturan transportasi umum dan syarat perjalanan.
Kebijakan peniadaan kegiatan mudik Lebaran tahun 2021 diputuskan dalam rapat persiapan hari raya Idul Fitri 2021 pada Jumat (26/3/2021). Larangan mudik diberlakukan pada 6-17 Mei 2021.
Sebelum dan sesudah tanggal tersebut, masyarakat juga tetap diimbau tidak melakukan pergerakan atau kegiatan ke luar daerah, terkecuali benar-benar dalam keadaan mendesak dan perlu.
”Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan mengawasi secara ketat kedisiplinan dan konsistensi penerapan protokol oleh operator transportasi dan masyarakat calon penumpang. Kami juga berkoordinasi intensif dengan Kepolisian RI dalam pengaturan dan pengawasan di lapangan,” kata Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (26/3/2021).
Kemenhub akan mengawasi secara ketat kedisiplinan dan konsistensi penerapan protokol oleh operator transportasi dan masyarakat calon penumpang.
Adita menuturkan, Kemenhub juga berkoordinasi dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, kementerian dan lembaga terkait, TNI, serta pemerintah daerah. Selain itu, Kemenhub menyiapkan pula langkah-langkah untuk memastikan kelancaran angkutan barang atau logistik, khususnya kebutuhan dasar masyarakat dalam mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya Setyaka Dillon berpendapat, pertimbangan pemerintah untuk melarang mudik dapat dipahami.
”Namun, mohon perhatikan juga kesejahteraan pekerja transportasi karena (dengan larangan mudik kali ini), sudah dua tahun mereka kehilangan pendapatan dari mudik,” katanya.
Ekonom bidang transportasi dan energi Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Alloysius Joko Purwanto menuturkan, kebijakan larangan mudik akan berdampak berat bagi perusahaan bus dan perjalanan antarkota antarprovinsi. Beberapa langkah dapat dilakukan untuk menolong perusahaan-perusahaan tersebut.
Pertama, harus ada subsidi atau skema-skema untuk meringankan biaya atau pajak bagi perusahaan-perusahaan tersebut agar dapat mengompensasi sebagian kerugian. Kedua, memberikan kemudahan untuk mereka agar bisa beralih ke sektor logistik atau angkutan barang.
Di sisi lain, lanjut Joko, pemerintah harus ketat menerapkan pengecekan agar tujuan menghindari lonjakan pandemi dapat tercapai. Lonjakan mobilitas lokal juga mesti diperhatikan agar tidak ada ajang penularan antarkeluarga.
”Harus ada petunjuk pelaksanaan protokol kesehatan di tingkat lingkungan, semisal di tingkat RW atau RT,” kata Joko.
Kebijakan larangan mudik akan berdampak berat bagi perusahaan bus dan perjalanan antarkota antarprovinsi. Beberapa langkah dapat dilakukan untuk menolong perusahaan-perusahaan tersebut.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Organisasi Angkutan Darat Ateng Aryono mengatakan, tujuan atau inti dalam pengaturan pergerakan manusia di masa pandemi adalah agar tidak terpapar Covid-19. Hal itu dapat dicapai melalui pengaturan persyaratan perjalanan yang aman, pelacakan yang baik, dan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
”Kalau cuma sekadar dilarang, akhirnya malah bisa jadi liar. Orang malah bisa mengakali, misalnya lewat jalur tikus dan sebagainya seperti tahun lalu,” kata Ateng.