Pajak Daerah BBM Pengaruhi Harga Jual
Selain faktor harga minyak mentah dunia, ada faktor tarif pajak dalam komponen penentu harga BBM di dalam negeri. Kebijakan daerah turut menentukan besaran harga jual BBM ke masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga jual bahan bakar minyak atau BBM di dalam negeri, selain ditentukan faktor harga minyak mentah dunia, ditentukan pula oleh kebijakan pajak di setiap provinsi. Pajak tersebut adalah pajak pertambahan nilai atau PPN dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor atau PBBKB.
Pemerintah daerah sebaiknya bijak dalam menentukan besaran PBBKB karena berdampak pada harga jual BBM ke masyarakat.
PBBKB diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam Pasal 2 UU Nomor 28/2009 disebutkan, PBBKB adalah salah satu jenis pajak yang ditetapkan pemerintah provinsi. Adapun Pasal 19 mencantumkan, besaran pajak tersebut ditetapkan paling tinggi 10 persen. Pemerintah daerah berwenang mengubah besaran tarif PBBKB apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130 persen dari asumsi harga dalam APBN.
Dihubungi pada Minggu (4/4/2021), Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah daerah mesti berhati-hati menentukan besaran tarif PBBKB di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Pasalnya, daya beli masyarakat belum 100 persen pulih akibat dampak pandemi sejak Maret 2020. Kenaikan tarif PBBKB yang berdampak pada harga jual BBM ke masyarakat diperkirakan semakin menambah beban rakyat.
”Tak hanya di masa pandemi, dalam situasi normal pun harus ada kehati-hatian dalam menentukan tarif PBBKB karena BBM ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau bisa, besaran PBBKB nol agar daya beli masyarakat terjaga di tengah situasi sekarang ini,” ujar Komaidi.
Pemerintah daerah berwenang mengubah besaran tarif PBBKB apabila terjadi kenaikan harga minyak dunia melebihi 130 persen dari asumsi harga dalam APBN.
Baca juga: Harga BBM Nonsubsidi Seharusnya Lebih Murah
Komaidi menambahkan, strategi pemerintah daerah untuk menambah pendapatan daerah lewat kenaikan tarif PBBKB bisa berbuah dilema. Ada potensi kehilangan pajak yang lebih besar akibat kebijakan menaikkan tarif PBBKB tersebut. Kenaikan harga jual BBM berpengaruh langsung terhadap urusan produksi barang dan jasa di wilayah tersebut.
Dalam siaran pers, Pertamina menaikkan harga BBM nonsubsidi di wilayah Sumatera Utara per 1 April 2021. Kenaikan harga itu disebabkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menaikkan tarif PBBKB yang semula 5 persen menjadi 7,5 persen. Kenaikan tersebut tidak berdampak pada harga jual BBM jenis premium dan solar bersubsidi yang masing-masing tetap Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter.
”Mengacu pada perubahan tarif PBBKB yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, per tanggal 1 April 2021 Pertamina melakukan penyesuaian harga khusus untuk BBM nonsubsidi di seluruh wilayah di Sumatera Utara,” kata Unit Manager Communication, Relations, & CSR Regional Sumatera Bagian Utara Taufikurachman.
Taufikurachman menambahkan, penyesuaian harga tersebut berdampak pada kenaikan harga BBM nonsubsidi yang rata-rata sebesar Rp 200 per liter. Untuk jenis bensin (gasoline), harga pertalite naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 7.850 per liter, pertamax naik dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 9.200 per liter, dan pertamax turbo naik dari Rp 9.850 per liter menjadi Rp 10.050 per liter.
Untuk BBM jenis solar (gasoil), merek pertamina dex naik dari Rp 10.200 per liter menjadi Rp 10.450 per liter, dexlite naik dari Rp 9.500 per liter menjadi Rp 9.700 per liter, serta solar nonsubsidi naik dari Rp 9.400 per liter menjadi Rp 9.600 per liter.
Pertamina menaikkan harga BBM nonsubsidi di wilayah Sumatera Utara terhitung sejak 1 April 2021. Hal itu disebabkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menaikkan tarif PBBKB yang semula 5 persen menjadi 7,5 persen.
Baca juga: Harga Minyak Jatuh, Pertamina Mengaku Tak Dapat Untung
Sebagai perbandingan, di wilayah Jawa tidak ada perubahan harga jual BBM nonsubsidi. Harga pertalite masih Rp 7.650 per liter, pertamax Rp 9.000 per liter, dan pertamax turbo Rp 9.850 per liter. Sementara harga dexliter Rp 9.500 per liter dan pertamina dex Rp 10.200 per liter.
Kebijakan harga jual BBM nonsubsidi oleh Pertamina disorot selama pandemi Covid-19 pada 2020. Saat itu, harga minyak mentah dunia sempat terperosok hingga 26 dollar AS per barel pada periode April 2020. Kendati harga minyak jatuh setelah sempat di level 65 dollar AS per barel pada Januari 2020, Pertamina tak menurunkan harga jual BBM nonsubsidi.
Dalam rapat kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif di Komisi VII DPR, pemerintah memaparkan data perbandingan harga BBM di Indonesia dengan sejumlah negara di kawasan ASEAN. BBM jenis pertamax RON 92 oleh Pertamina dijual Rp 9.000 per liter. Harga tersebut lebih mahal ketimbang harga di Vietnam Rp 7.146 per liter, Myanmar Rp 3.143 per liter, dan Kamboja Rp 8.203 per liter. Harga termahal untuk BBM jenis ini ada di Singapura, yaitu Rp 20.899 per liter.
Adapun harga BBM dengan RON 95 yang oleh Pertamina dijual Rp 9.650 per liter, masih lebih mahal dibandingkan dengan harga BBM sejenis di Malaysia, yakni Rp 4.299 per liter, Thailand Rp 7.933 per liter, Vietnam Rp 7.812 per liter, dan Myanmar Rp 4.506 per liter. Namun, harga RON 95 Pertamina lebih murah dari harga di Singapura, Filipina, Laos, dan Kamboja.
Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman pernah menyampaikan, pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan BBM nasional turun. Kebijakan pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar dan kebijakan bekerja dari rumah mengakibatkan penjualan turun BBM hingga 50 persen di sejumlah kota besar di Indonesia. Secara nasional, konsumsi BBM turun 13 persen pada semester I-2020 secara tahunan.
Baca juga: Permintaan Lesu Saat Pandemi, Harga BBM Tak Diturunkan
”Sampai Juni 2020, konsumsi BBM nasional sebesar 117.000 kiloliter per hari. Bandingkan dengan konsumsi sampai Juni 2019 yang sebanyak 135.000 barel per hari. Namun, kami optimistis akan ada pergerakan positif sehingga diproyeksikan laba juga akan positif mengingat harga minyak dunia mulai naik dan juga konsumsi BBM baik industri maupun retail meningkat,” kata Fajriyah.