Ratusan Nelayan Kupang dan Rote Ndao Belum Melaut Pasca Badai Seroja
Sudah hampir sebulan, ratusan nelayan di Kota Kupang dan Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur tidak melaut pasca Badai Seroja, karena perahu dan bagan milik nelayan rata-rata rusak berat.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS - Ratusan nelayan di Kota Kupang dan Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur belum melaut pasca Badai Seroja menerjang, karen perahu dan bagan milik nelayan umumnya mengalami kerusakan parah. Kendati demikian data kerusakan perahu nelayan dan alat tangkap sampai hari ini belum disampaikan ke Pemerintah Provinsi NTT.
Ketua Komunitas Nelayan Angsa Laut Oesapa Kota Kupang Muhammad Mansyur Doking di Kupang, Senin (26/4/2021) mengatakan, sejak kejadian 3-5 April 2021, Badai Seroja menimpa perkampungan nelayan di bibir Pantai Oesapa, belum satu pun petugas Pemkot Kupang mengunjungi mereka. Padahal dampak dari bencana badai bukan hanya pemukiman nelayan Oesapa tetapi di Oeba dan Namosain, sebagai pemukiman nelayan terbesar di Kota Kupang.
Persoalan itu mengemuka saat perwakilan nelayan se-Kota Kupang mengikut rapat dengan DPRD Kota Kupang bersama Dinas Kelautan dan Perikanan pada Kamis (15/4/2021). Realitanya ada ratusan nelayan belum melaut sampai hari ini karena perahu dan bagan rusak.
"Hari-hari kami hanya duduk di rumah, sementara Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Kupang sama sekali belum melakukan pendataan,”kata Mansyur.
Mendata kerusakan rumah dan kapal nelayan saja mereka tidak datang, apalagi membangun atau memperbaiki kembali rumah nelayan rusak. (Mansyur)
Jumlah nelayan yang tergabung dalam Komunitas Angsa Laut Kota Kupang sebanyak 143 orang. Sementara Komunitas Nelayan di Oeba Kota Kupang, sebanyak 210 orang, dan di kelurahan Namosain sebanyak 276 nelayan. Jumlah yang bermukim di sekitar Pusat Pendaratan Ikan (TPI) di Tenau belum terdata.
Para nelayan mengalami kesulitan melaut setelah perahu, dan alat tangkap mereka rusak diterjang Badai Seroja. Belum ada bantuan dari pihak manapun agar mereka bisa melaut.
Bantuan bahan pokok
Hanya ada bantuan bahan pokok dari beberapa lembaga swata. Saat ini mereka sangat mengharapkan bantuan atau dukungan sekecil apa pun agar para nelayan agar bisa melaut lagi. “Kami bangga dan bergairah hidup, kalau menantang gelombang, mengarungi lautan, mencari rejeki buat anak dan istri,”ujar Mansyur.
Berdasarkan informasi, kerusakan perahu nelayan Oesapa sebanyak 105 unit, kategori rusah berat, sedang, dan rusak ringan. Bagan apung 14 unit, bagan drum 20 unit tenggelam, dan 10 unit hilang. Di TPI Oeba sebanyak 121 perahu, dan kerusakan bagan 83 unit. Di Namosain 210 perahu dan alat tangkap sebanyak 133 unit.
Ia mengatakan, satu unit bagan Rp 500 juta, jenis bagan bar, sementara bagan bekas Rp 400 juta per unit. Nilai satu unit kapal nelayan berkapasitas 2 GT mencapai Rp 65 juta.
Mansyur bersama pengurus Komunitas Nelayan Elang Laut menghitung total kerugian akibat Badai Seroja Rp 7 miliar. Saat ini tabungan mereka dipakai untuk membangun rumah yang rusak diterjang badai.
Nelayan tidak mau menunggu bantuan perbaikan dari pemerintah. “Mendata kerusakan rumah dan kapal nelayan saja mereka tidak datang, apalagi membangun atau memperbaiki kembali rumah nelayan rusak,”katanya.
Setiap hari mereka berada di rumah. Sebagian dari mereka sedang memperbaiki rumah, sebagian sudah selesai memperbaiki. Mereka khawatir, sampai lebaran nanti, mereka tidak punya uang untuk berlebaran.
Harga ikan di pasar pun naik pasca Badai Seroja. Ikan kembung misalnya, sebelumnya satu kumpul (enam ekor) dihargai Rp 20.000 naik Rp 5.000 sehingga menjadi Rp 25.000. Ikan ekor kuning satu ekor (sekitar 3,5 kg) sebelumnya Rp 50.000 per ekor menjadi Rp 65.000 per ekor.
Ia berharap pemerintah membangun breakwater sepanjang pantai Oesapa untuk melindungi nelayan dan masyarakat di bibir pantai itu. Tanggul yang dibangun pemerintah tidak cukup menahan gelombang laut. Saat Badai Seroja kemarin, air laut naik sejauh 70 meter, menggenangi pemukiman nelayan setempat.
Marsel Ledoh (56) warga Dusun Oli, Desa Ndao- Nuse, Pulau Ndao-Nuse mengatakan, kondisi serupa dialami 175 nelayan di Pulau Ndao-Nusi pasca Badai Seroja menerjang pesisir pulau yang berjarak sekitar 40 mil dari Pulau Rote itu. Sebanyak 47 unit perahu nelayan, dan enam unit perahu penumpang, berkapasitas 20 GT sebagai alat transportasi warga pulau, rusak.
Andalan nelayan
“Kami tidak bisa buat apa-apa. Perahu dan alat jaring dan kail sebagai andalan hidup nelayan. Jika sarana dan prasarana itu rusak atau hilang, nasip kami pun tidak jelas terutama masa depan anak-anak. Mengadakan alat-alat itu butuh anggaran dan waktu yang lama. Kalau diadakan pemerintah kami segera kembali melaut,”ujarnya.
Sekarang warga di Pulau Ndao-Nusi saat ini juga kesulitan transportasi menuju Ba’a, Pulau Rote untuk berbelanja. Lima unit perahu motor yang selama ini mengangkut penumpang dari pulau itu ke Rote, rusak diterjang badai. Hanya sisa satu unit perahu motor penumpang, dengan kapasitas sekitar 20 orang, dan barang sekitar dua ton masih beroperasi.
“Orang berebutan naik perahu motor ini. Saya khawatir perahu ini melebihi kapasitas kemudian terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Saya minta pemerintah bantu kami di pulau-pulau yang sangat bergantung dari kapal motor angkutan rakyat ini,”kata Ledoh.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT Ganef Wurgiyanto mengatakan, belum mendapatkan data dari 22 kabupaten kota soal kerusakan perahu dan alat tangkap lainnya milik nelayan. Ia sudah berulangkali meminta dari DKP Kabupaten/Kota di NTT tetapi belum dilaporkan. Padahal, melaporkan data itu tidak sulit.
Masing-masing kelompok nelayan memiliki organisasi atau perkumpulkan nelayan. Ketua perkumpulkan itu telah mendata setiap kerusakan yang ada, tinggal data itu diambil, dianalisa dan dilaporkan ke provinsi. Tetapi itu pun tidak dikerjakan.
“Kami terus desak mereka agar data soal kerusakan itu segera dilaporkan. Tidak hanya soal nelayan tetapi kerusakan mangrove dan terumbu karang dan kondisi pantai secara keseluruhan pasca badai,”kata Ganef.