Fokus Dekarbonisasi PLN pada Pembangkit Listrik dan Transportasi
Posisi bauran energi baru dan terbarukan Indonesia saat ini 11,2 persen atau hampir separuh dari target 23 persen pada 2025. Pemanfaatan gas bumi diharapkan bisa mempercepat proses transisi energi Indonesia.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memfokuskan dekarbonisasi energi untuk mengurangi efek gas rumah kaca pada pembangkit listrik dan sektor transportasi. Fokus tersebut sejalan dengan target bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Gas akan berperan penting bagi transisi energi di Indonesia.
Menurut Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini, dekarbonisasi menjadi bagian penting dari masa depan energi. Komitmen PLN untuk mendorong dekarbonisasi energi adalah dengan mengganti sejumlah pembangkit berbahan bakar fosil dengan sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Di sektor transportasi, PLN mendukung penciptaan eksosistem kendaraan listrik di Indonesia.
”Pada 2050 nanti, konsumsi listrik Indonesia diperkirakan naik pesat dan akan didominasi oleh listrik dari pembangkit energi terbarukan. Kami mendukung rencana dekarbonisasi energi dengan implementasi teknologi rendah karbon di sektor energi dan mendorong ekosistem kendaraan listrik di sektor transportasi,” tutur Zulkifli dalam webinar bertajuk ”Langkah Percepatan Dekarbonisasi bagi Indonesia” yang diselenggarakan GE Indonesia, Kamis (29/4/2021).
Ada program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sebanyak 5.200 unit yang tersebar di 2.130 lokasi diganti dengan pembangkit dari energi terbarukan.
Di sektor pembangkit listrik, imbuh Zulkifli, PLN akan menerapkan metode co-firing pada 52 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Metode co-firing dilakukan dengan mencampur biomassa jenis pelet kayu pada komposisi tertentu bersama batubara sebagai sumber energi PLTU. Persentase palet kayu dalam campuran rata-rata 1-5 persen.
”Selain itu, ada program konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sebanyak 5.200 unit yang tersebar di 2.130 lokasi diganti dengan pembangkit dari energi terbarukan. Tahun ini, dimulai dengan konversi di 200 lokasi dengan kapasitas terpasang mencapai 225 megawatt,” ujar Zulkifli.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menambahkan, program co-firing dan optimalisasi kendaraan listrik adalah bagian dari program pemerintah mengurangi emisi dan menaikkan bauran energi baru dan terbarukan menjadi 28 persen pada 2030. Saat ini, porsi bauran energi baru dan terbarukan sebesar 11,2 persen dalam bauran energi nasional.
”Program pengurangan emisi lainnya adalah pemanaatan bahan bakar nabati, efisiensi energi, dan pemanfaatan teknologi carbon capture storage,” ucap Rida.
Pemerintah juga merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir berskala kecil setelah mendapat persetujuan DPR.
Dari sisi pembangkit listrik, lanjut Rida, pemerintah menargetkan terbangun 38.000 megawatt (MW) pembangkit listrik energi terbarukan sampai 2035. Jenis pembangkit yang menjadi prioritas pemerintah adalah pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Pemerintah juga merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berskala kecil setelah mendapat persetujuan DPR.
Dalam laporan terbaru GE berjudul ”Accelerated Growth of Renewables and Gas Power Can Rapidly Change the Trajectory on Climate Change”, pemanfaatan tenaga gas pada pembangkit listrik bisa mempercepat transisi energi untuk mengurangi emisi. Gas, kendati termasuk jenis energi fosil, ia memiliki kadar emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis energi fosil lainnya. Kombinasi gas dan energi terbarukan lainnya bisa mempercepat transisi energi.
”Kami yakin bahwa tenaga gas dan sumber energi terbarukan memiliki peran yang kritis dan berarti dalam perkembangan global dengan peralihan batubara ke gas. Upaya ini dilakukan dengan terus mengembangkan berbagai jalur untuk perwujudan teknologi gas karbon rendah ke nol karbon di masa depan,” tutur CEO GE Gas Power Scott Strazik.
Dalam bauran energi nasional Indonesia 2020-2050, peran gas bumi terus ditingkatkan dari 21,2 persen pada 2020 menjadi 21,8 persen di 2030. Selanjutnya, peran tersebut semakin besar menjadi 24 persen pada 2050. Sebaliknya, peran batubara dikurangi dari 36,5 persen pada 2020 menjadi 25,3 persen pada 2050.
Dari sisi potensi energi terbarukan di Indonesia, ketersediaannya terbilang melimpah dengan jenis tenaga surya yang paling besar, yaitu 207.800 MW. Disusul kemudian potensi hidro 75.000 MW, bayu atau angin 60.600 MW, bioenergi 32.600 MW, panas bumi 23.900 MW, dan samudra (arus laut) 17.900 MW. Sayangnya, potensi sebesar itu baru termanfaatkan sebesar 10.400 MW atau sekitar 2,5 persen saja.