Insentif kemudahan membeli belumlah cukup untuk mengatasi problem perumahan. Penyediaan tanah dengan harga terjangkau penting agar warga tidak semakin tersingkir ke pinggir. Program Tapera diharapkan jadi babak baru.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
Peserta Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera mulai bisa menikmati fasilitas pembiayaan perumahan. Setahun sejak diluncurkan, program Tapera kini menawarkan skema pembiayaan perumahan dengan suku bunga kredit 5-7 persen per tahun (fixed rate) serta tenor pinjaman yang mencapai 30 tahun.
Skema pembiayaan itu ditawarkan sebagai bentuk kolaborasi Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional atau Perumnas. Pembiayaan diprioritaskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang terbagi atas tiga kelompok, yakni kelompok penghasilan sampai Rp 4 juta per bulan, di atas Rp 4 juta-Rp 6 juta per bulan, dan di atas Rp 6 juta-Rp 8 juta per bulan.
Lewat skema kredit pemilikan rumah (KPR), peserta Tapera dimungkinkan menjangkau rumah bersubsidi ataupun komersial dengan harga unit mencapai Rp 250 juta untuk rumah tapak dan Rp 450 juta untuk rumah susun. Selain KPR, terbuka pula opsi pembiayaan lain untuk pembangunan rumah swadaya ataupun kredit renovasi rumah.
Skema pembiayaan dari Tapera diharapkan menjadi babak baru untuk mengurai kekurangan (backlog) perumahan di Tanah Air. Kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan hunian saat ini mencapai 11 juta unit. Angka itu terdiri dari 7,6 juta kekurangan hunian serta 2,3 juta rumah tidak layak huni yang perlu segera direnovasi.
Peserta Tapera dimungkinkan menjangkau rumah bersubsidi ataupun komersial dengan harga unit mencapai Rp 250 juta untuk rumah tapak dan Rp 450 juta untuk rumah susun.
Program Tapera digulirkan pemerintah sejak Mei 2020 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. Aturan itu mewajibkan pekerja yang berpenghasilan sedikitnya sebesar upah minimum untuk menjadi peserta Tapera dengan iuran wajib. Pekerja yang pertama kali diwajibkan menjadi peserta Tapera adalah aparatur sipil negara (ASN).
Target awal skema pembiayaan perumahan Tapera akan menjangkau 11.000 peserta yang seluruhnya ASN. Ini karena keanggotaan Tapera sejauh ini baru berasal dari ASN. Tahun ini, BP Tapera menargetkan pembiayaan perumahan menyasar total 51.000 peserta. Rumah yang ditawarkan antara lain proyek-proyek Perumnas yang tersebar di 45 kabupetan dan kota serta pengembang mitra BTN.
BP Tapera menargetkan, dalam tujuh tahun ke depan, kepesertaan akan diperluas dari ASN ke karyawan badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), badan usaha milik desa (BUMDes), TNI, Polri, serta karyawan swasta.
Harga tanah yang semakin mahal berhasil memicu biaya produksi tinggi sehingga harga rumah layak sulit terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah.
Persoalannya, upaya pemenuhan kebutuhan dasar papan tidak cukup hanya dari aspek pembiayaan. Masih ada masalah mendasar di sisi suplai. Harga tanah yang semakin mahal berhasil memicu biaya produksi tinggi sehingga harga rumah layak sulit terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah. Mahalnya harga lahan mendorong lokasi rumah yang terjangkau semakin jauh dari pusat kota dan kerap tidak terkoneksi dengan sistem angkutan terpadu.
Pemanfaatan Tapera mutlak membutuhkan dukungan ketersediaan tanah bagi perumahan rakyat. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah sejatinya mampu menjamin penyediaan tanah guna merasionalisasi harga rumah agar terjangkau dan tak membuat warga kian tersingkir dari kota. BP Tapera perlu bersinergi dengan Badan Bank Tanah untuk memastikan keberpihakan lahan bagi perumahan rakyat.
Di lain pihak, potensi pembangunan rumah swadaya oleh masyarakat perlu diperkuat. Lembaga Pengkajian Bidang Perumahan, Permukiman dan Pembangunan Perkotaan (The HUD Institute) mencatat, pasokan rumah saat ini didominasi rumah swadaya yang dibangun sendiri oleh masyarakat, yakni sekitar 70 persen. Selebihnya, suplai rumah berasal dari pengembang sekitar 20 persen dan rumah yang dibangun pemerintah sekitar 8-10 persen.
Tak kalah pentingnya adalah mekanisme pengawasan guna memastikan penyaluran dana Tapera tepat sasaran. Saat ini, peserta aktif Tapera dari ASN sejumlah 3,9 juta orang. Tidak semua peserta Tapera belum memiliki rumah. Data sementara BP Tapera, peserta Tapera yang belum memiliki rumah sekitar 600.000 orang.
Sebagian dana Tapera yang tidak disalurkan untuk pembiayaan perumahan rencananya dikelola untuk investasi. BP Tapera akan menunjuk manajemen investasi yang berasal dari swasta dan afiliasi dengan BUMN, serta bank kustodian. Pengelolaan dana Tapera untuk investasi hendaknya dilakukan secara transparan disertai mekanisme pengawasan untuk mencegah penyimpangan.
Kini, masyarakat menantikan efektivitas Tapera sebagai babak baru program perumahan rakyat. Tapera harus dipastikan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi pemenuhan papan sebagai kebutuhan dasar. Bukan yang lain.