Kepesertaan Rendah, BP Jamsostek Diminta Lebih Maksimal Rangkul Peserta
Kinerja investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terus meningkat, berbanding terbalik dengan rendahnya jumlah pekerja yang terlindungi dalam program jaminan sosial.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja investasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terus meningkat, berbanding terbalik dengan rendahnya jumlah pekerja yang terlindungi dalam program jaminan sosial. BP Jamsostek diingatkan tidak menomorduakan pelayanan publik dan lebih maksimal merangkul pekerja menjadi peserta Jamsostek.
Sampai akhir 2020, jumlah tenaga kerja yang terdaftar di BP Jamsostek sebanyak 50,69 juta orang. Dari jumlah tersebut, yang merupakan peserta aktif hanya 29,98 juta orang. Mereka ini para pekerja yang belum dilaporkan berhenti oleh pemberi kerja, masih aktif membayar iuran, serta dalam masa tenggang pembayaran (grace period). Sisanya terhitung non-aktif.
Padahal, total jumlah angkatan kerja di Indonesia per Februari 2021 adalah 131,06 juta orang. Sekitar 90 juta orang di antaranya memenuhi kriteria untuk menjadi peserta Jamsostek. Artinya, kepesertaan aktif BP Jamsostek saat ini baru mencakup 33,3 persen dari total pekerja yang sebenarnya berhak mendapat jaminan sosial.
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, Rabu (9/6/2021), mengatakan, pengelolaan kepesertaan BP Jamsostek tidak sinkron dengan dana investasi yang terus meningkat. Sepanjang tahun 2020, total aset dana investasi jaminan sosial yang dikelola BP Jamsostek tumbuh 13 persen dari Rp 428,3 triliun pada tahun 2019 menjadi Rp 483,78 triliun.
Dari dana investasi yang dikelola, BP Jamsostek mencatat hasil investasi Rp 32,3 triliun pada 2020. Sebanyak 63 persen dana investasi ditempatkan dalam bentuk surat berharga negara (SBN), 15 persen saham, 13 persen deposito, 8 persen reksa dana, dan 1 persen investasi langsung.
Hery mengingatkan BP Jamsostek agar tetap fokus pada tugas yang lebih mendesak yakni meningkatkan cakupan kepesertaan jamsostek. ”Masih banyak sekali pekerja kita yang belum terdaftar. Jangan sampai terbalik, mengembangkan investasi, tetapi menomorduakan perluasan kepesertaan dan pelayanan publik,” katanya dalam konferensi pers daring di Jakarta.
BP Jamsostek diharapkan bisa meningkatkan anggaran untuk program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat serta perusahaan guna meningkatkan jumlah peserta. Jika kepesertaan meningkat, itu akan menambah kontribusi pemasukan iuran, yang ujung-ujungnya bakal memperbesar dana investasi.
”Perlu ada upaya masif untuk mengejar target cakupan semesta bagi pekerja Indonesia. Tidak bisa pasif seperti ini. BP Jamsostek adalah penyelenggara pelayanan publik, bukan badan yang hanya menampung iuran dan mengelola aset untuk investasi,” katanya.
Kepesertaan BP Jamsostek diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Inpres itu mengamanatkan seluruh menteri dan kepala daerah untuk memastikan seluruh pekerja terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek, yakni pekerja formal, informal, pekerja migran, serta pegawai pemerintah non-PNS dan penyelenggara pemilu. Inpres juga memerintahkan upaya penegakan hukum yang lebih tegas terhadap perusahaan yang tidak patuh.
Hery mengatakan, Ombudsman RI menerima sejumlah pengaduan masyarakat terkait pengelolaan BP Jamsostek, antara lain sosialisasi yang minim dan sulitnya warga mengakses pendaftaran untuk menjadi peserta BP Jamsostek, khususnya para pekerja informal.
Bagi pekerja formal, kendala untuk menjadi peserta BP Jamsostek juga muncul karena banyak perusahaan yang tidak patuh mendaftarkan pekerjanya. Umumnya, perusahaan hanya mendaftarkan sebagian pekerja saja serta tidak patuh membayarkan iuran.
Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo mengatakan, di tengah capaian investasi dan likuiditas keuangan yang baik, masih ada tantangan untuk meningkatkan cakupan kepesertaan BP Jamsostek. Ia berharap, dengan kondisi keuangan yang baik itu, target untuk mencapai peningkatan akuisisi cakupan kepesertaan tahun ini bisa lebih mudah tercapai.
Tahun ini, BP Jamsostek menargetkan menambah kepesertaan hingga 37 juta tenaga kerja aktif. ”Kami akan fokus pada inisiatif strategis tahun 2021, seperti implementasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dan melakukan upaya optimalisasi program Jamsostek sesuai amanat Inpres No 2/2021 dan meningkatkan coverage kepesertaan,” kata Anggoro.
Pihaknya juga sedang melakukan perbaikan layanan kepesertaan, seperti mempermudah cara pendaftaran, pembayaran, dan penebusan klaim jamsostek. Untuk itu, BP Jamsostek sedang mengembangkan aplikasi berbasis biometrik agar proses pendaftaran dan klaim bisa lebih cepat diakses pekerja.
Selain itu, lewat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang merupakan mandat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020, diharapkan perusahaan juga akan lebih patuh untuk mendaftarkan pekerjanya ke program Jamsostek.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, pemerintah juga akan turun tangan menjalankan mandat Inpres No 2/2021. Untuk memperluas kepesertaan Jamsostek, Kementerian Ketenagakerjaan akan melibatkan fungsi mediator hubungan industrial dan pengawas ketenagakerjaan secara lebih aktif.
Mediator hubungan industrial akan ditugaskan membina, menyosialisasikan, dan berdialog dengan perusahaan yang belum mendaftarkan pekerja di BP Jamsostek, atau perusahaan yang hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya. Sementara, pengawas ketenagakerjaan akan diturunkan untuk mengawasi perusahaan-perusahaan tersebut.