Bank Digital Diprediksi Bakal Cepat Raih Keuntungan
Dengan konsep bisnis yang tanpa kantor cabang, bank digital bakal memiliki beban operasional lebih sedikit dibandingkan bank konvensional. Ini membuat bank digital bisa cepat memperoleh keuntungan.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski banyak yang baru beroperasi, bank digital diprediksi bakal cepat meraih keuntungan. Salah satu penyebabnya adalah bank digital tidak memerlukan kantor cabang sehingga beban gaji operasional karyawan bakal lebih ringan dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar bertajuk ”Menuju Bank Digital: Pertarungan antara Bank Besar dan Perusahaan Digital Kecil” yang diselenggarakan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Kamis (15/7/2021).
Hadir sebagai pemateri adalah Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute dan Keuangan Digital Imansyah, Direktur Utama PT Bank Jago Tbk Kharim Indra Gupta Siregar, Direktur Utama PT Bank Neo Commerce Tbk Tjandra Gunawan, dan Head of Research UBS Indonesia Joshua Arief Tanja. Turut hadir memberikan kata sambutan adalah Presiden Direktur LPPI Mirza Adityaswara.
Menurut Joshua, berdasarkan perhitungannya, masa depan perbankan digital Indonesia akan sangat cerah dan akan cepat meraih keuntungan kendati banyak yang baru memulai operasional sekitar setahun terakhir. Bank digital yang saat ini sudah beroperasi, antara lain, Bank Jago pada pertengahan 2020, Bank Neo Commerce pada September 2020, dan BCA Digital yang diluncurkan pertengahan Juni lalu.
”Dengan konsep bisnis dan ekosistemnya, saya kira bank digital ini akan cepat meraih profitabilitasnya,” kata Joshua.
Beban gaji karyawan biasanya berkisar 45-55 persen dari total beban operasional perbankan. Dengan konsep bank tanpa kantor cabang, bank digital bisa menghemat beban operasional sebanyak itu.
Konsep bank digital yang tidak memerlukan kantor cabang, lanjut Joshua, berdampak pada jumlah karyawan yang diperlukan tidak terlalu banyak. Ia menjelaskan, beban gaji karyawan biasanya berkisar 45-55 persen dari total beban operasional perbankan. Dengan konsep bank tanpa kantor cabang, bank digital bisa menghemat beban operasional sebanyak itu.
Kharim Siregar menambahkan, dengan struktur organisasi yang lebih ramping dibandingkan dengan bank konvensional membuat bank digital lebih mudah terjun dan memperluas ekosistem digital lewat kerja sama dengan berbagai perusahaan teknologi finansial.
”Ekosistem digital ini tak hanya memperluas cakupan bisnis dan meningkatkan efisiensi, tetapi juga memudahkan nasabah karena bisa mengakses berbagai layanan keuangan hanya cukup dengan satu aplikasi,” ujar Kharim.
Transformasi
Sementara itu, Imansyah mengatakan, tren transformasi digital di industri perbankan sedang terus terjadi. Hal ini salah satunya ditandai dengan semakin meningkatnya transaksi digital banking yang diiringi semakin menurunnya jumlah anjungan tunai mandiri (ATM).
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, nilai transaksi ”digital banking” pada Mei Rp 3.117 triliun atau tumbuh 66,41 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, nilai transaksi digital banking pada Mei Rp 3.117 triliun atau tumbuh 66,41 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Adapun volume transaksi digital banking juga terus tumbuh yang pada Mei 2021 mencapai 601,2 juta transaksi atau naik 56,49 persen dari Mei 2020.
Di sisi lain, jumlah ATM terus berkurang. Sampai dengan 2020, total jumlah ATM di seluruh Indonesia 30.773 unit. Jumlah ini menurun 2,03 persen dibandingkan dengan 2019 yang sebanyak 31.411 unit.
”Kita lihat memang transaksi digital terus meningkat. Ini menunjukkan perubahan pola konsumsi di masyarakat dalam mengakses layanan perbankan dan ini diikuti dengan tren transformasi digital di industri perbankan,” ucap Imansyah.
Tjandra menambahkan, sebelum pandemi, pembuatan bank digital baru ada di tahap perencanaan. Namun, karena situasi saat ini mengharuskan serba digital, hal itu membuat perbankan segera melakukan transformasi digital.
”Dulu sebelum pandemi membicarakan bank digital itu seperti nice to have. Tetapi kalau saat ini, rasanya itu menjadi keharusan,” ujar Tjandra.