Dorong Pangan Sehat, Pemkot Malang Ajak Warga Menanam Sayur
Dorong pangan sehat, warga Kota Malang diajak bertanam sayur di halaman rumah. Untuk mendorong semangat warga, Pemerintah Kota Malang memfasilitasi sertifikasi sayur organik.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Guna mendorong pangan sehat bagi warganya, Pemerintah Kota Malang, Jawa Timur, mengajak warga menanam sayur di halaman rumah dan lingkungan sekitar. Untuk menarik minat warga, pemerintah pun memfasilitasi sertifikasi sayur organik.
Kegiatan menanam sayur sebagai bagian dari kampanye urban farming atau pertanian perkotaan ini dilakukan melalui PKK di tingkat RT/RW. Selain menyediakan kebutuhan pangan harian warga, bertanam sayur juga dinilai akan bernilai ekonomi dan ekologi.
Program pertanian perkotaan memiliki berbagai kontribusi positif terhadap lingkungan. Pertama, merupakan kegiatan produktif untuk memanfaatkan ruang terbuka serta optimalisasi lahan pekarangan dan lahan kosong sekitar rumah. Kedua, dapat membantu merestorasi lingkungan. ”Pertanian di lahan sempit juga dapat memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk kompos,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Malang Sri Winarni, Rabu (28/7/2021).
Pertanian di lahan sempit juga dapat memanfaatkan sampah organik menjadi pupuk kompos.
Namun, menurut Sri Winarni, hal utama dari pertanian perkotaan yang kini gencar dilakukan adalah memberdayakan masyarakat dalam penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. ”Langkah ini menjadi salah satu inovasi atau terobosan untuk pemenuhan ketahanan dan keamanan pangan di Kota Malang,” ujarnya.
Kota dengan penduduk 843.810 jiwa berdasarkan Sensus Penduduk 2020 ini mempunyai misi mewujudkan kota produktif dan berdaya saing berbasis ekonomi kreatif dan keterpaduan. Faktor lain tetap berorientasi menjaga lingkungan terbuka di kota dengan luas wilayah 110,1 kilometer persegi ini.
Selain bermanfaat memproduksi pangan sehat minimal untuk warga Kota Malang sendiri, Sri Winarni mengatakan bahwa hal itu juga mendorong warga bisa mempertahankan lahan kebun atau sawahnya agar tidak beralih fungsi. Sebagaimana diketahui, saat ini di Kota Malang terus bermunculan perumahan-perumahan baru. Luas lahan sawah di Kota Malang saat ini 995 hektar (ha).
Ketua Tim Penggerak PKK Kota Malang sekaligus penggerak urban farming, Widayati Sutiaji, mengatakan, urban farming merupakan gagasan dari PKK. Karena itu, PKK harus terus mengawal kegiatan itu agar sukses.
”Jadi, urban farming ini harus tetap eksis dan bekerja sama dengan Dispangtan Kota Malang. PKK harus terus membina dan turun langsung ke lapangan agar manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya.
Adapun untuk menyemangati warga agar terus menanam sayur, Pemkot Malang menindaklanjuti kampanye urban farming itu dengan memfasilitasi sertifikasi organik.
”Sertifikat organik dikeluarkan oleh berbagai lembaga, di antaranya LeSOS dan INOFICE. Kami memfasilitasi itu agar warga terus bersemangat menanam sayur,” kata Sri Winarni menambahkan.
Ia mengatakan, sampai saat ini yang telah mendapat sertifikat organik adalah Vigur Organik milik Titik di Kelurahan Cemorokandang, Abang Sayur milik Diah di Kelurahan Cemorokandang, dan Kurnia Kitri Ayu milik Hari di Kelurahan Sukun.
Melihat kesuksesan petani organik di atas, Imam Syafi’i (45), warga Kelurahan Pandanwangi, Kota Malang, ikut bertani sayur organik. Menurut dia, sayur organik lebih sehat dibandingkan sayur dengan pupuk pestisida.
Saat ini Imam memanfaatkan lahan milik orang lain untuk bertani sayur organik. ”Belum lama saya membuka kebun sayur organik ini, kira-kira masih tiga bulan. Namun, prospeknya sepertinya baik,” kata Imam.
Berbeda dengan pertanian konvensional yang menggunakan pupuk kimia, pertanian organik diakui Imam lebih sulit. Salah satunya adalah ia harus bisa mengusir hama dengan cara alami. Berbeda dengan pertanian kimiawi, petani bisa langsung mengusir hama dengan menyemprotkan pestisida.
”Akhirnya hama hanya kami usir saja, tidak kami matikan. Inilah seninya bertani secara organik,” kata Imam. Setiap hari, misalnya, ia harus rajin memeriksa adakah ulat akan merusak tanamannya atau tidak.
Meski pertanian organik lebih rumit, Imam mengaku pasarnya masih sangat lebar. Sebab, banyak orang kini mulai sadar dan mengurangi produk pertanian berbahan kimia.
Belum lama saya membuka kebun sayur organik ini, kira-kira masih tiga bulan. Namun, prospeknya sepertinya baik.
”Kota Malang sangat cocok untuk menjadi pasar sayuran organik. Kesadaran masyarakat untuk mendapatkan sayur yang sehat sangat besar,” ujarnya. Harga sayur organik, menurut Imam, biasanya sedikit lebih tinggi dan sudah memiliki konsumen tersendiri.
Mengurangi pajak
Untuk mendukung pertanian sayur di Kota Malang, Pemkot Malang juga memberikan insentif pemotongan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lahan pertanian oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang. Hal itu dilakukan sebagai salah satu cara mencegah alih fungsi lahan pertanian di Kota Malang.
Menurut Wali Kota Malang Sutiaji, Pemkot Malang melalui beberapa instansi fokus mencegah lahan pertanian yang ada saat ini beralih fungsi. Sebagai leading sector pertanian, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Dispangtan) memberikan alat dan mesin pertanian, menyediakan jaringan irigasi teknis dan kontinuitas air, menyediakan bibit padi berkualitas, dan mendorong pertanian perkotaan.
Sementara Bapenda Kota Malang juga memberikan potongan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lahan pertanian. Kerja sama lintas bidang itu, menurut Sutiaji, menjadi salah satu harapan agar ruang terbuka hijau di Kota Malang tidak terus tergerus.
Selain itu, Pemkot Malang juga bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI). BI bersinergi dengan Pemkot Malang membentuk Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Dalam forum ini, BI menjalin komunikasi dengan perangkat daerah terkait yang bisa membantu dalam pengendalian inflasi. Serangkaian strategi dilakukan untuk mengendalikan inflasi, yang dikenal dengan strategi 4K, yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
Menurut Kepala Kantor BI Malang Azka Subhan, komoditas pertanian merupakan salah satu komoditas yang rentan mengalami inflasi. Inflasi volatile food di Kota Malang kembali menunjukkan tren peningkatan sampai dengan periode Mei 2021. Inflasi volatile food di Kota Malang tercatat sebesar -0,26 persen (mtm), 1,11 persen (ytd), dan 4,55 persen (yoy). Oleh karena itu, kebijakan struktural perlu ditingkatkan dalam rangka menekan gejolak inflasi volatile food melalui penguatan produktivitas pertanian ataupun peningkatan efisiensi melalui infrastruktur distribusi.
Kenaikan harga, menurut Aza, disebabkan pasokan dan kebutuhan yang tidak seimbang. Jika berbicara tentang komoditas pertanian di Kota Malang, tentu tidak bisa mencukupi kebutuhan masyarakat jika hanya mengandalkan produksi kota ini sendiri.
”Tak bisa dimungkiri bahwa Kota Malang juga menerima pasokan untuk kebutuhan pertaniannya dari daerah lain, seperti Kabupaten Malang dan Kota Batu. Oleh karena itu, BI mendorong ada kerja sama antardaerah, daerah saling membantu untuk mencukupi kebutuhan akan hasil pertanian,” katanya.
Inisiatif mendorong pertanian sayur di setiap rumah di Kota Malang seperti saat ini, menurut Azka, secara perlahan bisa menjadi salah satu cara menjaga stabilitas permintaan sayur.