Stabilitas Sistem Keuangan Paruh Pertama 2021 Terjaga
Stabilitas sistem keuangan triwulan II-2021 berada dalam kondisi normal di tengah lonjakan kasus penularan Covid-19 varian Delta. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tak terlepas dari angin segar perekonomian global.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tren pemulihan ekonomi domestik di sepanjang triwulan II-2021 menjadi indikator dari masih terjaganya stabilitas sistem keuangan. Komitmen otoritas untuk menjaga stabilitas ini perlu diperkuat di tengah tantangan pandemi Covid-19 yang belum kunjung mereda.
Dalam konferensi pers hasil rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Jumat (6/8/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, stabilitas sistem keuangan triwulan II-2021 berada dalam kondisi normal di tengah lonjakan kasus penularan Covid-19 varian Delta.
”Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyepakati komitmen bersama untuk terus memperkuat sinergi menjaga stabilitas sistem keuangan,” ujarnya.
Stabilitas sistem keuangan triwulan II-2021 berada dalam kondisi normal di tengah lonjakan kasus penularan Covid-19 varian Delta. (Sri Mulyani Indrawati)
Periode triwulan II-2021 atau April-Juni merupakan periode di saat pemerintah belum menerapkan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat pada 3 Juli 2021 atau yang kemudian berganti menjadi PPKM berlevel.
Hingga semester I-2021, stabilitas sektor jasa keuangan tecermin pada sejumlah perbaikan indikator, di antaranya intermediasi perbankan dan terjaganya rasio kecukupan modal ataupun kredit bermasalah di lembaga jasa keuangan.
”Terjaganya stabilitas sistem keuangan tak terlepas dari pengaruh angin segar pada perekonomian global yang turut berembus mendorong pemulihan ekonomi domestik. Kenaikan ekspor turut mendorong pemulihan ekonomi domestik dan stabilitas sistem keuangan,” ujarnya.
Selain disebabkan oleh faktor basis pertumbuhan ekonomi yang rendah pada triwulan II-2020 mencapai negatif 5,3 persen, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021 bisa mencapai 7,07 persen karena dorongan momentum Ramadhan-Idul Fitri, serta berbagai program pemerintah untuk menumbuhkan daya beli masyarakat.
”Proses pemulihan ekonomi nasional diharapkan ke depannya akan terus ditopang oleh keempat mesin pertumbuhan ekonomi secara bersama, yaitu konsumsi, investasi, ekspor-impor, dan belanja pemerintah,” katanya.
Stablitas sistem keuangan nasional yang terjaga juga tecermin dari data OJK terkait intermediasi perbankan. Peningkatan kredit perbankan hingga Juni 2021 tercatat mencapai Rp 67,39 triliun menjadi Rp 5.581,8 triliun dengan pertumbuhan tahunan mencapai 0,59 persen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menilai, adanya kebijakan stimulus pajak di sektor properti dan kendaraan bermotor yang mempunyai efek berganda tinggi telah berhasil mendorong konsumsi rumah tangga. Tercatat hingga Juni 2021, penjualan mobil naik 758,68 persen secara tahunan dan sepeda motor sebesar 268,64 persen secara tahunan.
”Diperlukan upaya untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan konsumsi domestik utamanya konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 52,9 persen dari PDB,” ujarnya.
Adapun dana pihak ketiga (DPK) kembali mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 11,28 persen secara tahunan. Wimboh mengatakan, dari sisi suku bunga, transmisi penurunan suku bunga kebijakan telah diteruskan pada penurunan suku bunga kredit ke level yang cukup kompetitif.
Diperlukan upaya untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan konsumsi domestik utamanya konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 52,9 persen dari PDB. (Wimboh Santoso)
”Dana masyarakat di perbankan bertambah seiring dengan kucuran insentif yang diberikan pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sebelumnya pada 2020, anggaran PEN mencapai Rp 695 triliun tetapi di tahun ini mencapai Rp 744 triliun,” ujarnya.
Di tengah tren pertumbuhan kredit secara perlahan, profil risiko lembaga jasa keuangan pada Juni 2021 masih relatif terjaga dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gros perbankan tercatat sebesar 3,24 persen dengan NPL net 1,06 persen.
”Permodalan lembaga jasa keuangan juga masih pada level yang memadai dengan risiko kecukupan modal (CAR) industri perbankan sebesar 24,33 persen,” ujarnya.
Banjir likuiditas
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, di tengah upaya menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus mendorong pemulihan ekonomi, bank sentral akan terus menggelontorkan likuiditas ke pasar keuangan dan perbankan.
Sejak awal tahun hingga 19 Juli 2021, likuiditas yang telah digelontorkan BI melalui kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE) mencapai Rp 101,1 triliun BI juga telah menurunkan suku bunga acuan BI sebanyak 150 basis poin hingga berada di level 3,5 persen, terendah sepanjang sejarah.
”Kebijakan ini sejalan dengan terkendalinya inflasi perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi dan terjaganya stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan,” kata Perry.
BI, katanya, juga terus melanjutkan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar melalui kebijakan triple intervention baik spot, DNDF, maupun pembelian surat berharga negara (SBN) dari pasar sekunder.
”Dengan begitu, diharapkan stabilitas sistem keuangan bisa terjaga di tengah berbagai ketidakpastian sehingga pemulihan ekonomi dapat terus berlanjut,” kata Perry.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, masih ada ruang penurunan terhadap suku bunga penjaminan. Penurunan suku bunga penjaminan tersebut akan dilakukan pada saat yang tepat demi mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
”Kami akan menurunkan ke level yang lebih mendukung untuk pemulihan ekonomi,” katanya.
Sepanjang tahun 2021, LPS telah menurunkan tingkat bunga penjaminan 50 basis poin untuk simpanan rupiah dan bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). Saat ini tingkat bunga penjaminan di bank umum untuk rupiah menjadi 4 persen dan untuk valas menjadi 0,5 persen. Adapun tingkat bunga penjaminan di BPR menjadi 6,5 persen.