Penggemar film pasti tahu betul perbedaan antara grup Avengers dan Justice League. Meski bermaterikan pahlawan super macam Iron Man sampai Captain America, Avengers tetap harus bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu, Justice League terlalu mengandalkan Superman seorang diri untuk mengalahkan lawannya.
Terlepas dari strategi pemasaran dan faktor teknis lainnya, rupanya pola kerja sama di antara pahlawan super lebih diminati oleh penonton. Buktinya, film Avengers: End Game (2019) merupakan film terlaris sepanjang masa dengan total pendapatan 2,78 miliar dollar AS (Rp 39 triliun), empat kali lipat lebih besar daripada pendapatan Justice League (2017), sebesar 657 juta dollar AS (Rp 9,19 triliun).
Era ”Superman” yang harus serba bisa dan memenangi sendiri pertarungannya memang sudah semakin tidak relevan. Sekarang ini eranya ”Avengers” yang mementingkan kerja sama dan kolaborasi yang dengan keunikan masing-masing bisa mencapai tujuan bersama.
Fenomena kolaborasi itu juga mengemuka di industri perbankan dan teknologi finansial (tekfin). Hubungan keduanya kini makin erat dengan berbagai kolaborasi di antara keduanya.
Sepekan terakhir, sejumlah perbankan dan tekfin mengumumkan kolaborasi baik dalam rupa menjadi pemegang saham pengendali, kolaborasi dalam ekosistem digital, maupun pendanaan bersama.
Perusahaan tekfin PT Akulaku Silvrr Indonesia secara resmi menjadi pengendali atau pemegang saham terbesar dari bank digital PT Bank Neo Commerce Tbk dengan kepemilikan saham 24,98 persen. Adapun perusahaan ini merupakan bagian dari Akulaku Group yang menyediakan layanan di bidang e-dagang dan keuangan digital yang beroperasi di Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.
Sejumlah perbankan dan tekfin mengumumkan kolaborasi baik dalam rupa menjadi pemegang saham pengendali, kolaborasi dalam ekosistem digital, maupun pendanaan bersama.
Bank Neo Commerce bukan bank digital pertama yang kepemilikan sahamnya dimiliki tekfin. Saat ini ada PT Bank Jago Tbk yang sahamnya dimiliki oleh berbagai kelompok usaha nonbank. Salah satu pemegang saham mereka adalah PT Dompet Karya Anak Bangsa atau GoPay sebesar 21,40 persen yang merupakan perusahaan teknologi finansial, bagian dari kelompok usaha GoTo yang bergerak di berbagai layanan digital.
Bank Jago juga telah bekerja sama dengan berbagai tekfin, salah satunya dengan Bibit, untuk mengembangkan ekosistem digital. Hal serupa dilakukan PT Bank Danamon Indonesia Tbk dengan KasPro Indonesia, pemilik izin E-Money dan QRIS dari Bank Indonesia. Dengan adanya kolaborasi ini, pengguna aplikasi KasPro Indonesia dapat menggunakan fitur layanan tarik tunai tanpa kartu di seluruh ATM Danamon.
Kerja sama antara perbankan dan tekfin juga bisa berupa pembiayaan kepada nasabah, seperti yang dilakukan Bank DBS Indonesia dengan Kredivo. Bank DBS Indonesia mengumumkan pendanaan joint financing sebesar Rp 1 triliun yang akan disalurkan untuk nasabah perusahaan tekfin Kredivo. Sebelumnya pada September 2020 kedua pihak juga telah melakukan kerja sama join financing dengan nilai Rp 500 miliar.
Makin mesranya hubungan antara bank dan tekfin ini membuyarkan ramalan beberapa tahun lalu bahwa keduanya akan saling berkompetisi dan saling bunuh. Sama-sama bergerak di bidang layanan jasa keuangan, kehadiran tekfin yang lincah dan inovatif sempat dikhawatirkan menggerogoti bisnis perbankan yang telah lebih dulu ada.
Namun, alih-alih saling berkompetisi, keduanya memilih untuk berkolaborasi memanfaatkan keunggulan masing-masing.
Perbankan memiliki keunggulan dari sisi likuiditas dan pendanaan. Sebagai lembaga intermediasi, bank bisa menghimpun dana masyarakat, yang kemudian disalurkan dalam bentuk kredit.
Baca juga: Peluang Saat Pandemi
Namun, dalam segi pembiayaan, manuver perbankan cenderung lambat karena dipelototi oleh berbagai macam regulasi (fully regulated industry) yang memang didesain untuk menciptakan industri perbankan yang prudent.
Akibatnya, bank sulit menjangkau segmen pasar yang tergolong non-bankable seperti pelaku usaha ultra mikro dan pelaku usaha informal. Bank juga kurang lincah dalam menyalurkan kredit-kredit dalam jumlah kecil dan segera.
Sementara, perusahaan tekfin hadir dengan kelincahan dan inovasi teknologinya. Berkat keringkasan digitalisasi, mereka bisa memberikan akses pendanaan pada segmen pasar yang tak mampu digapai perbankan. Namun, permodalan tekfin tidak sebesar bank dan sangat bergantung pada investor.
Berkaca dari itu, kolaborasi keduanya pun bisa saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kombinasi keduanya menghasilkan peningkatan layanan jasa keuangan digital yang semakin menguntungkan konsumen.
Jadi, ketimbang berupaya saling mengalahkan, lebih baik berkolaborasi demi mencapai tujuan bersama. Selamat datang di era kolaborasi ala Avengers!