Integrasi Sistem dan Digitalisasi, Pengungkit Ekonomi Jawa Timur
Salah satu pengungkit ekonomi di Provinsi Jawa Timur adalah terus mengembangkan dan menyempurnakan sistem integrasi dan digitalisasi terutama untuk sektor usaha dan jasa.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Integrasi sistem dan digitalisasi menjadi kunci untuk mengungkit perekonomian di Jawa Timur. Kedua hal ini perlu terus dikembangkan dan diterapkan terutama dalam menjalankan bisnis agar lebih mudah menerobos pasar.
Demikian benang merah dari rangkaian Road to Indonesia Digital Conference (IDC) Jawa Timur dengan tema ”Digitalisasi, Kunci Akselerasi Jawa Timur Bangkit” yang diselenggarakan secara dalam jaringan oleh Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Rabu (17/11/2021).
Narasumber dalam webinara tersebut ialah Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah Jatim Arumi Bachsin, Head of Small Medium Enterprise Partnership Programme PT Pertamina (Persero) Rudi Ariffianto, dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya Muhammad Fikser.
Emil mengatakan, hingga kini masih terjadi upaya digitalisasi tanpa melakukan perubahan proses bisnis. Di era ini, orang sangat mudah membuat aplikasi online, tapi tidak dibarengi dengan sistem yang baik sehingga aplikasi hanya bertahan sesaat.
Hal demikian terjadi karena aplikasi membuat banyak orang lebih mudah mengakses, tetapi layanan kurang diimbangi dengan kecepatan merespons. Informasi layanan lanjutan pun cenderung tidak disampaikan dengan jelas. ”Faktor ini menyebabkan masyarakat tak antusias terhadap opsi digital karena tidak yakin dengan aplikasi itu kebutuhan mereka dilayani,” katanya.
Kelemahan tersebut, menurut mantan Bupati Trenggalek ini, menjadi pekerjaan rumah pemerintah dengan menjadikan digitalisasi bukan sebagai kosmetik belaka. ”Proses bisnis saja masih banyak yang paper-based, bukan paperless. Sering proses digital justru mempersulit, bukan mempermudah. Jadi aspek kemudahan dan kesederhanaan harus dipikirkan secara matang ketika hendak mendigitalisasi proses,” ujarnya.
Sebagai contoh, kata Emil, hingga hari ini masih diperlukan fotokopi kartu keluarga dan kartu tanda penduduk saat mengurus sesuatu. Padahal, seharusnya itu sudah ada di data base pemerintah. Lha buat apa masih minta fotokopi dokumen itu setiap berurusan dengan banyak lembaga atau instansi.
Jadi, aspek kemudahan dan kesederhanaan harus dipikirkan secara matang ketika hendak mendigitalisasi proses. (Emil Dardak)
Pada kesempatan itu, Rudi Ariffianto menjelaskan Pertamina telah menggunakan teknologi digital secara komprehensif untuk mendongkrak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) binaan BUMN ini. Dalam kurun waktu 1,5 tahun belakangan, Pertamina sudah melakukan 414 pelatihan yang diikuti 11.955 UMKM di seluruh Nusantara. ”Teknologi digital memudahkan semua, termasuk menggelar 33 pameran secara hibrida, yakni online dan offline dengan diikuti 292 mitra binaan,” ujarnya.
Hasilnya, 656 mitra binaan Pertamina memiliki izin dan sertifikasi usaha. Sementara 1.935 mitra binaan UMKM dan 4.845 mitra binaan naik kelas pada 2019-2021. Bahkan, sebanyak 291 mitra binaan yang omzetnya naik dan 61 UMKM berhasil mengglobal menjadi eksportir baru.
Semua ini tak lepas dari sembilan program unggulan Pertamina, yakni UMK Academy, hibah teknologi tepat guna, sertifikasi dan perizinan, serta display product dan e-learning. Program lain untuk semakin mengokohkan UMKM melalui publikasi, penjualan produk UMKM melalui e-commerce, serta katalog SME 100 dan program ekshibisi atau ekshibisi virtual.
Konsumen tetap
Menurut Fikser, Pemerintah Kota Surabaya terus berupaya membudayakan masyarakat agar mencintai produk lokal melalui digitalisasi lewat aplikasi E-Peken atau Pemberdayaan dan Ketahanan Ekonomi Nang Suroboyo. Melalui aplikasi ini, seluruh aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemkot wajib membeli atau belanja kebutuhan bahan pokok.
Saat ini ada 253 toko kelontong yang tergabung dengan E-Pekan binaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Surabaya. Juga ada UMKM yang menjual kerajinan, pakaian, dan kuliner. Agar semua toko kelontong dan UMKM di Surabaya sama-sama bisa tumbuh dan berkembang, seluruh aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemkot yang berjumlah sekitar 13.000 orang menjadi pelanggan tetap.
Jika ada toko yang sudah tinggi omzetnya, secara otomatis toko tempat ASN belanja diarahkan ke toko lain yang masih kurang pembeli. Tidak hanya terkait toko kelontong yang terus dipantau pergerakan omzetnya, tetapi juga nilai transaksi dan di toko mana ASN belanja pun seluruhnya bisa dipantau.
”Ketika ada ASN di salah satu dinas transaksinya minim, kepala di unit itu diinformasikan agar menggerakkan pegawainya belanja di toko kelontong yang sudah berjejaring dan di bawah pembinaan pemkot,” kata mantan Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya ini.