Properti Sewa Masih Jadi Andalan
Properti sewa, baik indekos maupun residensial, masih diburu selama pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 menyebabkan cara beraktivitas berubah. Pembatasan sosial, kebersihan, dan kesehatan menjadi penekanan utama warga agar tetap bertahan, termasuk dalam memilih tempat tinggal. Bagi sejumlah kaum urban, sewa properti, baik kos maupun apartemen, tetap menjadi pilihan utama yang harus diambil dengan segala konsekuensinya.
Setelah menyewa kamar kos selama enam tahun dari Januari 2014 - Mei 2020 di sekitar Karet Kuningan, Jakarta Selatan, Lea, karyawan swasta asal Malang (Jawa Timur), memutuskan sewa apartemen.
Pada paruh pertama tahun 2020, pandemi Covid-19 sudah melanda dan membuat mayoritas perkantoran memberlakukan praktik bekerja dari jarak jauh. Lea merasa bekerja dari kos tidak nyaman karena ruang gerak yang terbatas. Selain itu, bangunan kos tempatnya tinggal mulai sepi. Beberapa teman kos pindah. Kalaupun ada yang masih tinggal, minim interaksi sosial.
Lea menyewa apartemen di Karet Kuningan, Jakarta Selatan . Mula-mula dia menghubungi properti manajemen apartemen, lalu terhubung dengan pemilik. Hingga sekarang, Lea masih tinggal di apartemen. Menurutnya, karena kantornya masih kerap memberlakukan bekerja dari jarak jauh, tinggal di apartemen membuatnya punya ruang gerak lebih luas, tidak harus selalu terpaku dalam kamar.
”Tinggal di kamar kos dan apartemen selama pandemi Covid-19 ada untung-ruginya. Tetap tinggal di kos memang membuat pengeluaran lebih hemat karena biaya sewa sudah termasuk semua fasilitas, tetapi ruang gerak terbatas. Tinggal di apartemen ada tambahan beban pengeluaran yang ekstra (di luar biaya sewa), tetapi ruang gerak luas,” kata Lea, Kamis (17/2/2022), di Jakarta.
Lain cerita dengan Dea, perantau asal Bandung, Jawa Barat, yang berprofesi sebagai apoteker. Dia mendapat pekerjaan di Jakarta Barat sejak Agustus 2019 hingga kini. Saat pandemi Covid-19 berlangsung, dia tetap memilih tinggal di kos karena harga yang terjangkau, suasana dalam rumah kos masih terkontrol aman, tersedia fasilitas dapur, dan Wi-Fi.
”Cuma, karena masih pandemi Covid-19, kos-kosan itu perlu lebih bersih. Tapi, itu balik kepada kesadaran penghuninya,” tutur Dea.
Tetap tinggal di kos memang membuat pengeluaran lebih hemat karena biaya sewa sudah termasuk semua fasilitas, tetapi ruang gerak terbatas. Tinggal di apartemen ada tambahan beban pengeluaran yang ekstra (di luar biaya sewa), tetapi ruang gerak luas
Adapun Nila, perantau asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bekerja di Jakarta sebagai praktisi hubungan masyarakat sejak 2008. Selama pandemi Covid-19, sama seperti Dea, Nila tetap memilih tinggal di kos. Alasannya adalah biaya sewa yang lebih terjangkau dibandingkan harus mengontrak rumah atau sewa apartemen. Apalagi, sanitasi hingga fasilitas Wi-Fi di rumah kosnya tetap terpenuhi.
Nila pernah terkena Covid-19 dengan gejala ringan dan masih bisa beraktivitas. Dia pun sempat menjalani isolasi mandiri di kos. Pihak puskesmas sekitar maupun rumah kos proaktif dan bisa menyuplai kebutuhan obat ke kos. Kiriman makanan dan minuman juga mengalir.
”Bagi orang yang ngekos dengan banyak berbagi area publik mungkin lebih menantang, karena pemakaian alat masak/kulkas/dispenser/ruang tamu bisa jadi area transmisi kalau tidak rutin dibersihkan. Jadi, kos-kosan ke depan perlu berbenah dengan minimal rutin melakukan screening kesehatan penghuni. Kos itu akan terus dicari orang. Jadi, pemilik ataupun pengelolanya harus rajin membersihkan dan penyemprotan disinfektan,” tutur Nila.
Baca juga : Menanti Kos-kosan Bersemi Lagi
Pendekatan ”startup”
Co-Founder dan CEO Mamikos, perusahaan rintisan bidang teknologi/startupproperti manajemen, Maria Regina Anggit, dalam wawancara virtual, Senin (31/1/2022), di Jakarta, menceritakan, saat Covid-19 diumumkan sebagai pandemi, bisnis properti manajemen kos yang Mamikos kelola terdampak.
Namun, derajat dampak berbeda antar-kabupaten/kota. Mamikos beroperasi di lebih dari 140 kabupaten/kota. Anggit mencontohkan, bisnis kos di DKI Jakarta tidak terlalu dapat dampak buruk dibanding Yogyakarta dan Depok yang okupansinya anjlok hingga 50 persen.
”Mungkin karena kampus-kampus pada saat itu juga tutup. Aktivitas pembelajaran jarak jauh digencarkan sehingga mahasiswa perantau memilih pulang ke daerah asal,” ujarnya.
Bisnis kos mulai pulih pada triwulan IV-2021. Di Mamikos sendiri pemulihan ini ditandai dengan kenaikan jumlah penyewa sampai empat kali lipat dibanding setahun sebelumnya. Anggit menduga, hal itu didukung oleh pelonggaran mobilitas sosial, vaksinasi Covid-19 yang sudah masif, serta perkantoran dan kampus sudah kembali meningkatkan porsi bekerja atau kuliah tatap muka.
Sebagai startupproperti manajemen, sejak sebelum pandemi Covid-19, Mamikos telah berupaya membantu pemilik properti meningkatkan kualitas hunian sehingga dapat menarik penyewa.
Dalam konteks rumah kos, misalnya, Mamikos mendorong pemilik rumah kos untuk memperhatikan mutu layanan, antara lain, urusan ketersediaan Wi-Fi, dinding bangunan yang kokoh, kelancaran debit air di kamar mandi, serta kompetensi dan karakter penjaga kos. Pihak Mamikos juga rutin memantau.
Ketika datang pandemi Covid-19, Anggit percaya pemilik butuh arahan dari properti manajemen. Properti rumah kos tidak harus desain ulang, tetapi lebih memperhatikan adanya kebutuhan calon penyewa seperti cerita Ela, Dea, ataupun Nila. Misalnya, tren bekerja/kuliah semakin hibrid sehingga menuntut rumah kos lebih memperhatikan ada perabot meja/kursi yang mendukung, selain urusan sirkulasi udara, sanitasi kamar mandi di dalam kamar, dan teknologi informasi berupa Wi-Fi.
”Sejak awal didirikan pada 2015, kami ingin memecahkan masalah kesulitan akses informasi dan ketidaktransparanan info harga ataupun fasilitas kos. Solusi kami itu semakin dibutuhkan penyewa. Saat ini pun, kami juga sudah merambah ke layanan lain, seperti cleaning service dan cuci baju, dan masih ada inovasi baru untuk pemilik rumah kos,” imbuh Anggit.
Tren bekerja/kuliah semakin hibrid sehingga menuntut rumah kos lebih memperhatikan ada perabot meja/kursi yang mendukung, selain urusan sirkulasi udara, sanitasi kamar mandi di dalam kamar, dan teknologi informasi berupa Wi-Fi.
Sementara itu, Country Head OYO Indonesia Agus Hartono Wijaya menuturkan, saat menghadirkan OYO Life pada Oktober 2019, OYO sudah memperkirakan pasar kos di Indonesia akan terus bergeliat. Hal ini didorong oleh permintaan yang tinggi dan potensi pengembangan rantai bisnis yang besar termasuk catering, laundry, dan housekeeping.
Di Asia secara umum, pemanfaatan co-living space atau indekos sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup milenial. Sepertiga dari 70 juta orang di Asia yang tinggal di kos berada di Indonesia.
OYO memiliki ratusan properti OYO Life dengan ribuan kamar di luar Jawa, seperti Kos Oetama Syariah di Medan, Kika Kost di Kupang, dan Guesthouse Nazwa di Lampung. Agus mengakui, aktivitas perkantoran ataupun kampus yang belum pulih seratus persen berdampak ke okupansi OYO Life.
”Kelebihan kami sebagai startup, kami tetap memberikan kemudahan layanan melalui teknologi mulai dari pengelolaan properti bagi mitra hingga aplikasi bagi penyewa selama pandemi. Mitra dapat mengakses fitur OYO Discover untuk memudahkan akuisisi pengguna, kami diseminasi program Sanitized Stays, check-intanpa kontak dengan integrasi beberapa dompet elektronik, hingga seluruh staf tervaksinasi yang bisa diketahui dari label VaccinAid,” ujar Agus.
Secara terpisah, Director of Hotel Partners RedDoorz Indonesia Yudhistira memaparkan, pada saat diluncurkan awal 2020, KoolKos mengelola sekitar 100 properti rumah kos di 14 kota. Saat ini, KoolKos telah menjadi manajemen properti kos bagi 300-an rumah kos di 43 kota di Indonesia.
Menurut dia, bisnis manajemen properti kos tetap menjanjikan seiring dengan pemulihan dan upaya pemerintah memeratakan pembangunan ekonomi ke luar Jawa. Ditambah lagi, ada tren bekerja dari mana saja sejak terjadinya pandemi Covid-19 dan rencana pemerintah memindahkan ibu kota negara.
”Karena kebersihan kini jadi tuntutan utama segala jenis hunian, kelebihan kami adalah kami punya program HygienePass yang berisi patokan standar kesehatan dan higienitas bagi seluruh mitra, termasuk kos. Program ini hasil kerja sama dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat,” kata Yudhistira menjelaskan strategi agar KoolKos tetap dicari pemburu kos. Saat ini, tingkat okupansi di KoolKos mencapai sekitar 39,6 persen.
Sewa jangka panjang
Erlin Budiman, Vice President of Investor Relations and Corporate Management PT Surya Semesta Internusa Tbk, salah satu investor di Travelio, startupmanajemen properti real estate, mengamati, sebelum pandemi Covid-19, total penjualan di Travelio bersumber dari 50 persen permintaan sewa jangka panjang dan 50 persen sewa jangka pendek. Kini, selama dua tahun pandemi Covid-19, permintaan didominasi dari sektor penyewaan jangka menengah dan panjang.
Sejak pandemi, terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam menyewa properti khususnya dalam sektor residensial (rumah, rusun, dan apartemen), yang ditandai dengan lonjakan permintaan sewa bersifat jangka panjang secara daring.
”Saat ini, Travelio masih menjadi platform satu-satunya di Indonesia yang menyediakan proses penyewaan properti secara daring penuh. Travelio juga menawarkan opsi pembayaran cicilan,” ujar dia.
Erlin optimistis prospek bisnis properti masih sangat baik. Hal ini disebabkan seiring bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan tempat tinggal pun ikut meningkat. Selain itu, ada fenomena kelas menengah baru dan milenilal yang suka memilih hidup mandiri. Dalam konteks kos, mereka juga ingin hunian yang lebih nyaman dari standar kos-kosan biasa.
Perubahan demi perubahan dilakukan untuk menyesuaikan dengan pandemi Covid-19. Salah satunya adalah memaksimalkan proses penyewaan properti berlangsung contactlessdan serta memaksimalkan infrastruktur sanitasi.
Saat ini belum ada pemerataan jumlah apartemen di luar Jawa. Di sisi lain, permintaan sewa properti jangka panjang di luar Jawa juga besar. Oleh karena itu, dia menambahkan, Travelio fokus untuk mengembangkan sayap ke arah penyewaan rumah secara daring melalui Travelio Realty.
”Saat ini, Travelio sudah hadir di sembilan kota di Indonesia (Jabodetabek, Karawang, Bandung, Sidoarjo, Surabaya, dan Makassar),” imbuh Erlin.
Baca juga : Tren Penjualan Apartemen Masih TurunMengutip laporan
MarketBeat Triwulan IV-2021 yang dirilis Cushman & Wakefield Senin (14/2/2022), sub-sektor apartemen khusus sewa, terpengaruh oleh kontrak sewa yang berakhir selama triwulanan. Tingkat hunian tercatat sebesar 54,6 persen, sedikit menurun 0,6 persen dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Namun, permintaan baru diharapkan mulai tumbuh pada triwulan I-2022.
Di sub-sektor apartemen sewa, karena pembatasan perjalanan dan mobilisasi lokal dilonggarkan dengan penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level dua, permintaan dari tamu jangka pendek untuk staycation akhir pekan dan liburan natal 2021 secara signifikan meningkatkan tingkat hunian sebesar 7,1 persen menjadi 54,8 persen pada triwulan IV-2021.
Permintaan sub-sektor kondominium yang disewakan relatif stabil selama triwulan IV-2021. Tingkat hunian hanya mengalami sedikit peningkatan dari 0,2 persen triwulan ke triwulan menjadi 45,1 persen selama triwulan IV-2021. Angka tersebut masih mencerminkan penurunan okupansi sebesar 9,1 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2020.
Dengan adanya tambahan pasokan dari proyek-proyek yang akan selesai pada triwulan berikutnya, tingkat hunian sub sektor kondominium sewa diproyeksikan akan menurun.