Smartfren Target Gelar Layanan 5G pada Triwulan II-2022
PT Smartfren Telecom Tbk (Smartfren) menargetkan dapat mengantongi sertifikat uji laik operasi dan menggelar layanan komersial 5G pada Mei 2022.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Operator telekomunikasi seluler PT Smartfren Telecom Tbk atau Smartfren menargetkan penggelaran komersial teknologi 5G pada triwulan II-2022. Saat ini, perusahaan masih tengah menunggu dikeluarkannya sertifikat uji laik operasi 5G dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
”Kami sudah mengurus segala persyaratan untuk mendapatkan sertifikat, seperti beberapa kali uji coba. Kami berharap pada Mei 2022 sertifikat uji laik operasi 5G dari pemerintah keluar sehingga kami bisa menyusul operator lainnya untuk menggelar layanan 5G secara komersial,” ujar Senior Vice President Network Operation Smartfren Agus Rohmat di sela-sela peluncuran program Ramadan Smartfren, di Jakarta, Kamis (31/3/2022).
Smartfren telah mengakuisisi sekitar 20,5 persen saham perusahaan infrastruktur jaringan telekomunikasi PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo). Aksi korporasi tersebut akan dimanfaatkan oleh Smartfren untuk mempermudah penggelaran layanan 5G.
”Kami siap membuat produk terhubung internet atau IoT yang mempercepat kinerja di industri. Pada tahap awal, IoT itu akan diterapkan di perusahaan atau pabrik manufaktur minyak sawit di bawah Sinar Mas Group,” ujarnya.
Smartfren adalah bagian dari Sinar Mas Group. Di luar aksi korporasi itu, mulai Jumat (1/4/2022), Smartfren memutuskan bahwa seluruh layanan telekomunikasi inti, seperti telepon dan paket berlangganan pascabayar, dikenai tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen. Tarif PPN 11 persen terangkum dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika mendorong agar operator telekomunikasi seluler segera mematikan layanan 3G secara bertahap. Penegasan kebijakan tersebut sejalan dengan arahan pembangunan baru infrastruktur jaringan telekomunikasi yang memakai teknologi 4G ataupun 5G.
Pada akhir tahun lalu, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail menyatakan, teknologi akses seluler 4G telah menjadi syarat transformasi pengiriman data internet di banyak negara. Kementerian Komunikasi dan Informatika berharap seluruh wilayah Indonesia sudah terpapar jaringan 4G pada akhir tahun 2022.
Mengenai layanan 5G, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengakui masih ada tantangan ketersediaan spektrum frekuensi sehingga membuat penggelaran layanan belum bisa optimal. Dari hasil perhitungan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dia menyebut bahwa operator telekomunikasi seluler membutuhkan tambahan 1.280 megahertz (MHz). Ia menjanjikan kebutuhan lebar frekuensi sebanyak itu bisa dipenuhi hingga 2024.
”Ada spektrum frekuensi yang sebenarnya bisa digunakan oleh operator telekomunikasi untuk penggelaran layanan seluler, tetapi spektrum bersangkutan masih dipakai layanan lain. Misalnya, siaran televisi terestrial dan layanan satelit,” ujar Johnny.
Terus bertambah
Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, sampai akhir 2021, terdapat lebih dari 900 perusahaan penyelenggara jasa telekomunikasi berizin dan 250 perusahaan penyelenggara infrastruktur jaringan telekomunikasi berizin. Dengan demikian, saat ini terdapat sekitar 1.150 perusahaan telekomunikasi berizin di Indonesia.
Direktur Telekomunikasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Aju Widya Sari mengatakan, jumlah perusahaan jasa atau jaringan telekomunikasi yang mengantongi izin terus bertambah tiap tahun.
”Kami menduga, hal itu dipengaruhi oleh kemudahan pengajuan izin secara daring melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik,” ujarnya pada webinar ”Kolaborasi dan Efisiensi untuk Mendorong Pemulihan Industri Telekomunikasi”, Rabu (30/3/2022).
Menurut dia, faktor lain yang mempengaruhi peningkatan itu adalah besarnya potensi pasar internet di Tanah Air. Jumlah perusahaan telekomunikasi sebanyak itu bisa didorong untuk konsolidasi antarsesama penyelenggara dan menghasilkan bentuk usaha baru yang fokus kepada teknologi 5G.