Seiring dengan pemulihan ekonomi, jumlah restrukturisasi kredit bank terus menurun. Buah dari pengendalian kasus Covid-19.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Restrukturisasi kredit perbankan terus mencatatkan penurunan. Ini merupakan hasil dari perekonomian yang kian membaik sehingga para debitor restrukturisasi bisa kembali mengangsur dan menyelesaikan kewajibannya yang membuat mereka keluar dari daftar yang menjalani program restrukturisasi.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan sampai dengan Februari 2022, restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 638,21 triliun atau menurun 4,63 persen dibandingkan Januari 2022 yang sebesar Rp 654,64 triliun. Besaran restrukturisasi Februari 2022 ini sudah menurun 23,08 persen dibandingkan saat total puncak restrukturisasi pada Desember 2020 yang sebesar Rp 829,71 triliun.
Nilai restrukturisasi kredit bank pada Februari 2022 masih didominasi oleh restrukturisasi kredit dari debitor non-usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sebesar Rp 393,43 triliun atau 61,65 persen dari total restrukturisasi. Adapun sisanya berasal dari restrukturisasi kredit debitor UMKM yang sebesar Rp 244,77 triliun atau 38,35 persen dari total restrukturisasi.
Restrukturisasi kredit bank pada Februari 2022 berasal dari 3,69 juta debitor. Jumlah tersebut menurun 59,04 persen dari total debitor yang sebanyak 6,25 juta debitor pada Desember 2020. Artinya, sebanyak 2,56 debitor sudah bisa kembali mengangsur atau menyelesaikan kewajibannya sehingga dicoret dari daftar debitor yang mengikuti program restrukturisasi.
Komposisi jumlah debitor restrukturisasi kredit bank Februari 2022 didominasi oleh UMKM, yakni sebanyak 2,84 juta atau setara dengan 76,96 persen dari total debitor. Adapun sisanya adalah debitor non-UMKM yang sebanyak 0,85 juta atau setara dengan 23,03 persen dari total debitor.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, nilai restrukturisasi kredit perbankan yang kian melandai ini disebabkan oleh perekonomian yang berangsur pulih seiring dengan kembalinya aktivitas ekonomi masyarakat buah dari pengendalian jumlah kasus Covid-19.
Ia menambahkan, peran restrukturisasi sangat besar untuk menekan rasio kredit macet (nonperforming loan/NPL) dari perbankan sehingga stabilitas sektor jasa keuangan dapat terjaga dengan baik. Data OJK menyebutkan, sampai dengan Februari 2022, NPL gros perbankan sebesar 3,08 persen.
”OJK terus melakukan asesmen program restrukturisasi dalam mendorong pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan,” ujar Wimboh, Minggu (10/4/2022), di Jakarta.
Direktur Riset Center of Reform on Economics Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kebijakan restrukturisasi kredit sangat vital untuk memitigasi risiko kredit macet perbankan yang terjadi karena tekanan ekonomi yang dipicu pandemi. Saat pandemi, berbagi aktivitas ekonomi dibatasi pembatasan sosial sehingga mengambat aktivitas ekonomi para debitor. Dengan adanya kebijakan restrukturisasi ini, perbankan dan debitor bisa mengantisipasi lonjakan NPL.
”Rasio NPL industri perbankan bisa tetap terjaga di bawah ambang batas 5 persen. Kebijakan ini juga memberi waktu pada perbankan untuk memupuk permodalan dan memberi ruang tambahan bagi debitor untuk membangkitkan lagi usaha,” ujar Piter.
Komitmen perbankan
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan, hingga Februari 2022, portofolio kredit restrukturisasi debitor terdampak Covid-19 mencapai Rp 67 triliun yang terdiri dari segmen wholesale sebesar Rp 32 triliun dan ritel senilai Rp 35 triliun.
Sejalan dengan ekonomi yang telah mengalami perbaikan, tren tersebut terus menurunan dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2021. Adapun pemberian restrukturisasi tersebut merupakan bentuk komitmen Bank Mandiri dalam mendukung kebijakan pemerintah dan regulator, khususnya terkait Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19.
”Sejalan dengan hal itu, kami secara aktif turut melakukan monitoring secara ketat,” ujar Rudi.
Masa restrukturisasi kredit perbankan akan berakhir Maret 2023. Tenggat itu diperpanjang dari sebelumnya, yakni Maret 2022. Perpanjangan tersebut diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 17/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekononomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dan POJK Nomor 18/POJK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas POJK Nomor 34/POJK.03/2020 tentang Kebijakan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019.