Dorongan dari konsumsi masyarakat akan semakin kuat seiring dengan perbaikan tingkat kesejahteraan. Di sisi lain, tim pengendali inflasi di tingkat nasional ataupun daerah berupaya mengendalikan laju inflasi.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Fenomena inflasi global diproyeksi masih akan membayangi ekonomi nasional sepanjang tahun ini hingga tahun 2023. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN disiapkan sebagai peredam gejolak agar pemulihan ekonomi tetap terjaga dan inflasi dapat dikendalikan.
Saat menyampaikan tanggapan atas pandangan DPR mengenai asumsi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023 di Jakarta, Selasa (31/5/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai proyeksi laju inflasi Indonesia tahun 2022 yang sebesar 4 persen kemudian turun pada 2023 menjadi 3,6 persen sebagai perhitungan yang realistis.
Proyeksi pemerintah jauh lebih rendah dari perkiraan inflasi secara global. Dalam laporan bertajuk ”World Economic Outlook: War Sets Bank The Global Recovery”, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksi inflasi di negara berkembang di penghujung tahun 2022 mencapai 8,7 persen, sedangkan inflasi di negara maju sebesar 5,7 persen.
”APBN akan tetap menjalankan fungsinya sebagai shock absorber (peredam gejolak) di sepanjang tahun ini hingga tahun depan. Upaya ini telah ditempuh melalui usulan penambahan anggaran subsidi dan kompensasi yang ditujukan agar pemulihan ekonomi tetap terjaga dan inflasi dapat dikendalikan,” ujarnya.
APBN akan tetap menjalankan fungsinya sebagai shock absorber (peredam gejolak) di sepanjang tahun ini hingga tahun depan. Upaya ini telah ditempuh melalui usulan penambahan anggaran subsidi dan kompensasi yang ditujukan agar pemulihan ekonomi tetap terjaga dan inflasi dapat dikendalikan.
Dorongan dari konsumsi masyarakat akan semakin kuat seiring dengan perbaikan tingkat kesejahteraan. Jenis-jenis konsumsi yang sempat tertekan di masa pandemi, seperti konsumsi pakaian, dan sepatu, ataupun terkait dengan leisure seperti pariwisata dan kunjungan ke pusat-pusat rekreasi, akan meningkat pada tahun ini dan bahkan menguat pada tahun depan.
Di sisi lain, tim pengendali inflasi, baik di tingkat nasional maupun di daerah, terus berupaya untuk mengendalikan laju inflasi. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia juga akan terus memonitor perkembangan, utamanya dari sisi eksternal. Sri Mulyani mengemukakan, target inflasi tahun depan juga turut diperkuat oleh proyeksi yang dikeluarkan sejumlah lembaga internasional.
Hingga April 2022, tingkat inflasi di Indonesia tercatat sekitar 3,5 persen secara tahunan. Selain kenaikan harga komoditas, momentum Ramadhan dan Idul Fitri dinilai mendorong peningkatan laju inflasi. Tingkat inflasi Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan Turki (70 persen), Argentina (58 persen), Inggris (9 persen), dan Amerika Serikat (8,4 persen).
”Inflasi domestik merangkak naik sejalan permintaan domestik yang tengah merangkak naik dan mengarah ke level pemulihan. Inflasi berpotensi bisa lebih tinggi apabila kenaikan harga komoditas global sepenuhnya langsung berdampak pada harga domestik,” kata Sri Mulyani.
Sebagai peredam gejolak, Sri Mulyani menyadari APBN juga akan berpotensi menghadapi tantangan volatilitas pasar keuangan global sejalan dengan pengetatan likuiditas global. Meski begitu, pemerintah secara konsisten mengupayakan agar dapat menekan peningkatan suku bunga untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan menekan biaya utang dalam jangka panjang.
”Kementerian Keuangan bersama BI, OJK, dan LPS berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan, menjaga volatilitas suku bunga, serta menjaga pergerakan nilai tukar rupiah pada kisaran yang ditargetkan agar memberikan kepastian bagi para pelaku ekonomi,” ujar Sri Mulyani.
Untuk meredam gejolak ekonomi domestik akibat kenaikan harga energi global, pemerintah telah berkomitmen untuk menambah anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi yang total nilainya dapat mencapai Rp 520 triliun. Langkah ini dilakukan untuk mempertahankan harga jual bahan bakar minyak (BBM), elpiji, dan listrik di tingkat masyarakat.
Sri Mulyani memastikan APBN masih memiliki ruang untuk penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi, dengan tetap mempertahankan defisit fiskal sesuai target 4,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada akhir tahun ini.
Penyesuaian anggaran
Dalam Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor S-458/MK.02/2022 tentang Penambahan Automatic Adjustment Belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2022, Kementerian Keuangan meminta seluruh kementerian dan lembaga untuk menyisihkan tambahan anggaran dana cadangan lewat penyesuaian otomatis (automatic adjustment) dengan total sebesar Rp 24,5 triliun.
Dana ini akan digunakan sebagai dana siaga untuk mengantisipasi ketidakpastian global, khususnya karena meningkatnya harga komoditas energi dan pangan yang turut memengaruhi ekonomi domestik.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta mengatakan, penambahan dana cadangan tersebut akan digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan yang mendesak atas imbas kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
Penambahan dana cadangan akan digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan yang mendesak atas imbas kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
”Totalnya seluruh kementerian/lembaga Rp 24,5 triliun untuk cadangan bila terjadi kebutuhan mendesak akibat kenaikan harga komoditas energi dan pangan,” kata Isa.
Ia menjelaskan, konsep penyesuaian belanja negara otomatis telah dilakukan sejak awal tahun untuk pelaksanaan APBN 2022. Dengan mekanisme ini, maka kementerian dan lembaga tidak boleh menggunakan dana cadangan tambahan untuk memenuhi kebutuhan belanjanya.
Mekanisme penyesuaian belanja negara juga sudah tertuang dalam Undang-Undang APBN 2022 dalam Pasal 28 Ayat 2, yakni sebagai salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah apabila realisasi penerimaan negara tidak sesuai target atau perkiraan pengeluaran yang belum tersedia dalam anggarannya, serta pengeluaran melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBN 2022.
Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai, keputusan pemerintah menambah anggaran subsidi dan kompensasi energi sudah tepat untuk meredam transmisi inflasi global. ”Kebutuhan BBM bersubsidi meningkat, tetapi harga tetap stabil. Ini membuat disposable income rumah tangga meningkat,” ucap Bhima.