Kondisi lapangan minyak dan gas bumi yang sudah tua atau ”mature field” dikhawatirkan mengganggu target produksi siap jual.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Target produksi siap jual atau lifting minyak tahun 2022 yang telah disepakati oleh DPR 660.000–680.000 barel per hari, sedangkan gas bumi disepakati 1,050–1,150 juta barel setara minyak per hari (BOEPD). Kondisi wilayah kerja minyak dan gas bumi di Indonesia yang mengalami penurunan alamiah menjadi tantangan utama produksi.
Secara khusus mengenai minyak bumi, target lifting minyak bumi ditargetkan 660.000–680.000 barel per hari pada 2022 adalah lebih rendah dari target APBN 2021 yang sebesar 705.000 barel per hari.
”Kemarin, kami telah menyepakati bahwa target lifting minyak bumi harus 660.000–680.000 barel per hari. Kami paksa sebab usulan pemerintah hanya 660.000 barel per hari. Padahal, pemerintah sendiri yang sebelumnya semangat mengejar target 1 juta barel per hari pada 2030, tetapi pemerintah malah menurunkan target tahunannya,” ujar anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mulyanto di sela-sela webinar ”Kebijakan Insentif untuk Mendukung Peran Penting Industri Hulu Migas Dalam Transisi Energi dan Perekonomian Indonesia”, Rabu (15/6/2022), di Jakarta.
Mulyanto menerka, usulan pemerintah yang menurunkan target lifting dipengaruhi oleh situasi 70 persen wilayah kerja migas produksi di Indonesia mengalami penurunan alamiah. Ditambah lagi, upaya mengimplementasikan teknologi pengurasan minyak tahap lanjut (enhanced oil recovery/EOR) belum masif terjadi. Namun, kondisi tersebut semestinya tidak menyurutkan langkah pemerintah merealisasikan semangatnya mengejar target 1 juta barel minyak per hari.
Mulyanto menyampaikan, Komisi VII DPR juga mengusulkan agar harga patokan minyak mentah Indonesia (ICP) tahun 2022 sebesar 90–110 dollar AS per barel. Sementara usulan pemerintah hanya 80–100 dollar AS per barel. Dia memandang, ICP tinggi bisa berarti insentif agar menarik investor/pelaku industri migas.
Menurut dia, apabila ingin tetap mengejar eksplorasi baru, pemerintah perlu mengundang investor dan melanjutkan percepatan pengurusan perizinan. Apalagi, tren harga minyak mentah di pasar internasional masih tinggi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro berpendapat, pemerintah sebenarnya masih bisa berperan mengoptimalkan wilayah kerja migas yang telah mengalami penurunan produksi secara alamiah. Bagaimanapun, keekonomian lapangan migas tersebut tetap harus dijaga.
Dari 76 wilayah kerja migas produksi per 2020, terdapat 36 wilayah kerja berusia 25-50 tahun dan empat wilayah kerja berusia lebih dari 50 tahun.
Dia lantas menyebutkan, hasil riset Inter-American Development Bank (IDB) 2020 yang menemukan bahwa pemberian insentif untuk lapangan usia tua (mature field)dapat menambah umur keekonomian proyek rata-rata sekitar 30 tahun.
Dalam 10 tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan produksi minyak sekitar 31 persen dan gas bumi 19 persen. Secara global, kondisinya sebenarnya sama dengan Indonesia, yaitu 70 persen lapangan migas, termasuk mature field. Beberapa negara yang memiliki lapangan seperti itu gencar memberikan insentif, seperti pengurangan royalti dan penggantian kerugian biaya eksplorasi. Insentif tersebut terbukti mampu mempertahankan ataupun meningkatkan produksi.
”Pemerintah Indonesia bisa meniru. Kami mengusulkan beberapa opsi yang bisa diambil pemerintah, antara lain tax holiday, tax allowance, perpanjangan masa eksplorasi, dan penerapan skema bagi hasil yang fleksibel menyesuaikan harga minyak,” ujar Komaidi.
Dia menambahkan, hulu migas masih memegang peranan penting dalam perekonomian. Realitasnya, 78–80 persen sektor industri saat ini berkaitan dengan migas. Tren permintaan minyak bumi pun cenderung masih naik.
Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha berpendapat, eksplorasi migas yang sekarang terjadi masih fokus ke lapangan lama. Ada kecenderungan investor/pelaku industri migas sekarang takut ”bertualang” mencari sumber cadangan baru.
”Kita membutuhkan penemuan lain, selain Blok Tangguh dan Blok Masela yang memiliki cadangan besar,” katanya.
Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan eksplorasi hulu migas. Sebagai contoh, melakukan survei umum migas minimal tiga wilayah per tahun, penilaian prospek migas, ataupun shale gas minimal enam wilayah per tahun, evaluasi wilayah kerja gagal lelang minimal lima wilayah per tahun, dan mempercepat peningkatan status eksplorasi menjadi komersial (produksi).
Apabila ingin fokus ke pengelolaan lapangan migas yang mengalami penurunan produksi alamiah, Satya menyebutkan ada tiga strategi yang bisa ditempuh. Pertama, dukungan perangkat lunak yang tepat untuk meningkatkan keakuratan data karakteristik pemulihan lapangan. Kedua, dukungan data pengawasan terbaru. Ketiga, pengintegrasian data bawah permukaan yang relevan dan mengevaluasinya secara kolaboratif antara pemerintah dan pelaku industri.
Pada saat bersamaan, Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Taslim Z Yunus menyampaikan, dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2021, Presiden Joko Widodo menyebut sejumlah strategi utama dan insentif fiskal untuk mendukung target 1 juta barel minyak mentah per hari pada 2030. Misalnya, percepatan EOR, pembebasan pajak penghasilan tambahan, dan harga domestik (DMO) 100 persen dari ICP untuk skema kontrak bagi hasil atau PSC Cost Recovery.