Strategi O2O Jadi Pilihan untuk Mendekatkan Diri ke Konsumen
Perusahaan teknologi perdagangan secara elektronik atau e-dagang, seperti Blibli.com dan JD.ID, memilih memperkuat strategi penjualan daring ke luring (O2O). Cara itu ditempuh guna mendekatkan diri ke konsumen.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Strategi berjualan barang secara daring dan luring secara bersamaan atau online to offline (O2O) marak dipakai oleh sejumlah perusahaan teknologi perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Strategi ini dianggap mampu semakin mendekatkan diri pada konsumen.
Executive Vice President Trade Partnership Consumer Electronic Group Blibli.com Wisnu Iskandar, di Jakarta, Rabu (13/7/2022), mengatakan, pada tahun 2022, total akan ada delapan gerai Blibli Store di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Kedelapan gerai ini menjual produk gawai dan aksesori. Saat ini Blibli Store baru tersedia di Mal Central Park, Jakarta Barat.
Sebelumnya, sejak triwulan I-2021, Blibli.com telah merintis gerai fisik tukar tambah gawai, baik berwujud toko yang berdiri sendiri maupun masuk di dalam mal. Blibli.com bekerja sama dengan vendor produsen gawai. Hingga Juni 2022, gerai fisik tukar tambah ini ada 87 gerai.
Selain produk gawai, kata Wisnu, Blibli.com menerapkan strategi O2O untuk produk kebutuhan sehari-hari atau groceries. Blibli.com telah mengakuisisi Ranch Market sehingga sekarang sekitar 70 supermarket Ranch Market bisa melayani O2O.
”Pasar gawai di Indonesia memiliki potensi besar. Gawai telah menjadi gaya hidup dan masing-masing anggota keluarga bisa memilikinya. Kalaupun sekarang masih ada kendala kelangkaan cip yang bisa memengaruhi produksi gawai, kami optimistis kendala itu bersifat sementara dan pasar gawai bisa tumbuh pesat kembali,” ujarnya.
Menurut Wisnu, pembukaan gerai luring mengikuti permintaan konsumen. Dari sisi produk gawai, hingga sekarang, masih ada pelanggan lebih nyaman untuk berinteraksi saat melakukan pembelian. Mereka juga bisa meminta pertolongan petugas, seperti urusan menginstal perangkat lunak.
Untuk strategi bisnis O2O, Wisnu menjelaskan, Blibli.com memperkuat sistem teknologi inventaris dan logistik. Stok barang yang dijual di toko luring dan daring diupayakan selalu sama-sama tersedia. Pengiriman barangnya bisa cepat sampai, terutama bagi konsumen yang berlokasi 20 kilometer dari gerai fisik.
Langkah serupa juga dilakukan oleh JD.ID dengan membuka gerai fisik JD.ID Electronic Store. Gerai ini bisa dijumpai di Mal Gandaria City, AEON Mall Sentul City, dan AEON Mall Tanjung Barat. Direktur Unit Bisnis Elektronik JD.ID Irwan Nusyirwan mengatakan, sejak tahun 2018, JD.ID telah mulai menyediakan layanan belanja yang menggabungkan kanal luring dan daring sekaligus untuk meningkatkan penetrasi pasar. Di luar JD.ID Electronic Store, kata dia, JD.ID telah membuka beberapa JD Hub.
Selain JD.ID, sebelum pandemi Covid-19, baik perusahaan rintisan bidang teknologi atau start up e-dagang maupun perusahaan ritel konvensional, sebenarnya menerapkan praktik O2O. Contohnya Social Bella (Sociolla) dan Erajaya. Beberapa jenama supermarket juga menerapkan strategi O2O, seperti Super Indo yang telah bekerja sama dengan startup e-groceries HappyFresh.
Head of Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat, adanya O2Obisa memberikan pengalaman baru bagi konsumen. Konsumen bisa mencari informasi barang hingga melakukan pembelian di berbagai kanal yang semuanya saling terhubung ke sistem utama milik peritel.
Selain itu, O2O juga mampu meningkatkan kepercayaan konsumen. Menurut Nailul, dengan menunjukkan adanya saluran pembelian barang luring, perusahaan e-dagang khususnya akan menjadi semakin dipercaya masyarakat.
”Kasus penipuan belanja e-dagang masih tetap berkembang. Dengan buka toko fisik, para start up e-dagang ingin membuat konsumen percaya pada mereka. Apalagi, jika mereka memiliki inventaris barang di kanal daring dan luring yang bagus,” ujar Nailul.
Dari sisi logistik, strategi O2O juga mempercepat pengiriman pesanan. Beberapa perusahaan e-dagang yang terjun ke bisnis penjualan barang kebutuhan sehari-hari secara daring atau e-groceries, misalnya, jika mereka memutuskan menggandeng supermarket, mereka akan lebih cepat mengelola pesanan masuk, mengumpulkannya, dan segera mengantar ke alamat konsumen.
”Beberapa jenama minimarket konvensional juga menerapkan strategi O2O. Mereka bekerja sama dengan start up penyedia layanan transportasi umum berbasis aplikasi atau ride-hailing untuk pengantaran. Selain berpotensi menarik lebih banyak pembeli, cara itu mempercepat pengiriman,” tuturnya.
Mengutip laporan Bank Dunia ”Beyond Unicorns:Harnessing Digital Technologies for Inclusion in Indonesia”(2021), jual beli daring sedang berkembang. Meski demikian, praktik ini dinilai masih lazim di kalangan sebagian kecil populasi. Pada tahun 2019, proporsi rumah tangga pengguna internet yang melaporkan pembelian dan penjualan daringmasing-masing 12,8 persen dan 5,1 persen. Penetrasi dan intensitas berbelanja melalui platform e-dagang masih dibatasi oleh isu kepercayaan keamanan transaksi dan pembayaran daring, logistik, dan konektivitas internet yang belum merata.