Dana Pemda Menumpuk di Bank, Skema Transfer ke Daerah Akan Diperbaiki
Saldo pemerintah daerah di perbankan biasanya akan menumpuk di awal tahun hingga pertengahan tahun, lalu kembali menyusut di akhir tahun.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan tengah menyiapkan regulasi untuk mengatur ulang besaran alokasi transfer ke daerah yang saat ini dinilai tidak efektif karena menimbulkan pengendapan saldo dana pemerintah daerah di perbankan. Jika persoalan menahun menggunungnya dana daerah di perbankan tak segera diurai, program pembangunan dikhawatirkan tidak akan berlangsung merata.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, jumlah dana pemerintah daerah yang mengendap tren di perbankan hingga 30 Juni 2022 mencapai Rp 220,9 triliun. Sepanjang tahun 2022 berjalan, jumlah dana pemda yang mengendap di perbankan secara konsisten terus bertambah dengan hanya mengalami penurunan sekali pada bulan April, yakni mulai dari Januari (Rp 157,97 triliun), Februari (Rp 183,3 triliun), Maret (Rp 202,3 triliun), April (Rp 191,5 triliun), dan Mei (Rp 200,7 triliun).
Secara historis, setidaknya dalam lima tahun terakhir, saldo pemerintah daerah di perbankan akan menumpuk dari awal tahun hingga mencapai puncaknya pada September-Oktober sebelum akhirnya menurun pada periode November-Desember. Ini karena adanya keterlambatan realisasi belanja barang dan belanja modal daerah yang kebanyakan baru dieksekusi pada akhir tahun.
Dalam lima tahun terakhir, saldo pemerintah daerah di perbankan akan menumpuk dari awal tahun hingga mencapai puncaknya pada bulan September-Oktober sebelum akhirnya menurun di periode November-Desember. Ini karena adanya keterlambatan realisasi belanja barang dan belanja modal daerah yang kebanyakan baru dieksekusi pada akhir tahun.
Dihubungi Jumat (29/7/2022), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan, instansinya saat ini tengah menyusun regulasi berupa instrumen peraturan menteri keuangan untuk mengatur penyesuaian besaran penyaluran dana alokasi umum (DAU), yang juga merupakan bagian dari transfer dana ke daerah (TKD).
Dia menjelaskan, saldo pemerintah daerah yang saat ini menggunung di perbankan berasal dari dua sumber, yakni pendapatan asli daerah (PAD) dan TKD. Pemerintah pusat memiliki kewenangan mengelola TKD sehingga pencegahan penumpukan saldo pemda di bank dapat melalui instrumen tersebut.
”Regulasinya saat ini sedang digodok. Harapannya nanti belanja daerah lebih cepat terserap sehingga saldo kas di bank tidak akan menumpuk lagi di awal tahun,” kata Astera.
Meskipun belum bisa menjelaskan lebih jauh terkait dengan mekanisme yang akan diterapkan, Astera mengatakan, adanya PMK tersebut akan menjadi payung hukum yang membuat alokasi dana yang digelontarkan ke daerah sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap daerah.
Selain itu, laporan pemerintah daerah juga nantinya akan menentukan kapan waktu yang tepat bagi pemerintah pusat untuk menyalurkan DAU ke daerah. Hal ini guna memastikan kedisiplinan pemerintah daerah dalam menggunakan anggaran.
Selama ini, pemerintah pusat menyalurkan DAU dua belas kali dalam setahun yang disalurkan pada hari terakhir setiap bulan, sekadar untuk memastikan pemerintah daerah memiliki anggaran untuk membayar gaji pegawai. Hingga 30 Juni 2022, realisasi DAU mencapai Rp 216,7 triliun atau tumbuh 5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
”DAU menjadi anggaran transfer ke daerah terbesar dibandingkan dengan yang lain, ini perlu menjadi perhatian. Kalau dilihat, penyaluran DAU setiap bulan bisa tinggi, bisa berkurang sedikit karena ada persyaratan penyalurannya,” ujarnya.
Astera menambahkan, terus mengendapnya anggaran pemda di bank merupakan masalah struktural yang hingga saat ini masih belum terpecahkan. Penumpukan yang menggunung ini terjadi sejak pandemi Covid-19. Sejalan dengan banyaknya dana yang tertimbun di bank, dikhawatirkan proses pemulihan ekonomi yang menjadi program pemerintah pusat tidak dapat terlaksana dengan merata.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menegaskan bahwa lambatnya realisasi anggaran belanja negara melemahkan sumbangsih APBN terhadap perekonomian nasional.
Perubahan kebijakan yang selalu terjadi antar-instansi atau lembaga memberikan pengaruh terhadap realisasi belanja anggaran. Kualitas sumber daya yang menangani pelaksanaan anggaran adalah kunci dari efektivitas dan kualitas belanja negara.
”Patut disayangkan karena masih ada problem birokrasi di berbagai sektor yang menyebabkan realisasi anggaran belanja lambat sehingga menumpuk di akhir tahun,” ujarnya.
Dalam konferensi pers APBN KiTA edisi Juni 2022, Kamis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, meningkatnya saldo pemda yang mengendap di perbankan salah satunya disebabkan belum optimalnya realisasi belanja daerah sampai dengan Juni 2022.
Hal tersebut, menurut Sri Mulyani, selalu menimbulkan dilema. Pemerintah pusat melakukan transfer ke daerah dengan cepat bertujuan agar pemerintah daerah tidak kekurangan likuiditas untuk percepatan pembangunan. Sayangnya, transfer yang dilakukan pusat secara cepat hanya berhenti di dalam kantong perbankan.
Pemerintah pusat melakukan transfer ke daerah dengan cepat bertujuan agar pemerintah daerah tidak kekurangan likuiditas untuk percepatan pembangunan. Sayangnya, transfer yang dilakukan pusat secara cepat hanya berhenti di dalam kantong perbankan.
”Saya berharap agar pemerintah daerah ke depannya bisa segera membelanjakan dananya di semester II-2022 untuk mendongkrak ekonomi di daerah,” kata Sri Mulyani.
Adapun saldo dana pemerintah daerah yang ada di perbankan paling tinggi tercatat dimiliki oleh Jawa Timu sebesar Rp 29,82 triliun, sedangkan saldo dana pemerintah daerah di perbankan dengan posisi terendah tercatat dimiliki oleh Kepulauan Riau sebesar Rp 1,17 triliun.