Negara telah menghimpun Rp 8,2 triliun dari pungutan PPN terhadap penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik internasional dengan basis konsumen di dalam negeri, sejak peraturan ini diterapkan pada tahun 2020.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemerintah memajaki pemanfaatan barang atau jasa lewat perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE membuahkan hasil. Otoritas fiskal akan terus menghimpun data penyelenggara PMSE dengan basis konsumen di Indonesia untuk meningkatkan potensi penerimaan negara.
Realisasi penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari perdagangan atau layanan digital lewat PMSE, sejak ketentuan pungutan ditetapkan pada Juli 2020 hingga 31 Agustus 2022, telah mencapai Rp 8,2 triliun.
Jumlah tersebut berasal dari setoran tahun 2020 yang sebesar Rp 731,4 miliar, tahun 2021 sebesar Rp 3,9 triliun, dan tahun 2022 sebesar Rp 3,5 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan, hingga saat ini pemerintah telah menunjuk 127 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN. Dari total tersebut, 106 perusahaan telah melakukan pemungutan.
DJP masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk ataupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia dan telah memenuhi kriteria.
”DJP masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk ataupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia dan telah memenuhi kriteria,” kata Neilmaldrin dalam keterangan tertulis, Jumat (9/9/2022).
Adapun kriteria yang dimaksud adalah nilai transaksi dengan pembeli Indonesia melebihi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta sebulan dan/atau jumlah traffic di Indonesia melebihi 12.000 setahun atau 1.000 dalam sebulan, untuk memungut PPN PMSE atas kegiatannya tersebut.
Beberapa perusahaan digital yang baru ditunjuk sebagai pemungut PPN pada Juli dan Agustus 2022 adalah Evernote, Asana, Patreon, Change.org, PT Ocommerce Capital Indonesia, ESET, CGTrader UAB, dan Waves Inc.
Selain itu, perusahaan digital yang sudah menjadi pemungut PPN lebih dulu adalah Netflix, Zoom, Shopee, Microsoft Corporation, dan Alibaba Cloud.
Adapun di bulan Juli 2022 juga dilakukan pembaruan terhadap Meta Platforms Technologies Ireland Limited, Proxima Beta Pte Ltd, Tencent Mobility Limited, Tencent Mobile International Limited, Image Future Investment (HK) Limited, High Morale Developments Limited, Aceville Pte Ltd, dan Chegg, Inc.
”Pembaruan data pemungut PPN PMSE terus dilakukan terutama terkait elemen data. Misalnya, dalam surat keputusan penunjukan yang berbeda atau berubah dari keadaan sebenarnya atau ada kekeliruan dalam penerbitan surat keputusan,” kata Neil.
Kebijakan pungutan PPN untuk perusahaan digital ini tertuang dalam PMK-60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambangan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
Sesuai peraturan tersebut, pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11 persen atas produk luar negeri yang dijualnya di Indonesia.
Dalam aturan itu juga disebutkan bahwa pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE wajib membuat bukti pungut PPN atas pajak yang telah dipungut.
”Bukti pungut itu berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lain yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran,” kata Neilmaldrin.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai, secara keseluruhan penerimaan PPN dari PMSE belum berkontribusi signifikan pada penerimaan PPN secara keseluruhan.
Kendati demikian, ia mengakui penerimaan PPN PMSE ini memang tumbuh cukup tinggi seiring pergeseran ke ekonomi digital yang sifatnya tetap.
Berdasarkan laporan tahunan ekonomi digital keenam yang disusun Google berjudul ”Roaring 20s: The SEA Digital Decade”, ekonomi internet Indonesia secara keseluruhan memiliki gross merchandise value (GMV) senilai 70 miliar dollar AS pada tahun 2021 dan diperkirakan naik dua kali lipat menjadi 146 miliar dollar AS hingga tahun 2025.
”Ke depannya nanti, yang lebih berpotensi menambah PPN dari sektor ini adalah marketplace seiring dengan pergeseran preferensi masyarakat untuk berbelanja barang secara daring,” kata Fajry.