Ekonomi Membaik, Restrukturisasi Pembiayaan Ikut Menurun
Sampai 13 September 2022, nilai restrukturisasi kredit industri perusahaan pembiayaan mencapai Rp 22,1 triliun, yang berasal dari 650.000 debitor. Nilai itu berkurang 55 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Restrukturisasi kredit atau pembiayaan dari industri perusahaan pembiayaan terus menunjukkan penurunan seiring berlanjutnya pemulihan ekonomi yang mendorong kapasitas debitor bangkit dari tekanan ekonomi pandemi. Seiring melandainya restrukturisasi, kebijakan restrukturisasi ini sedang dikaji apakah masih perlu diperpanjang atau tidak.
Mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai 13 September 2022, nilai restrukturisasi kredit atau pembiayaan industri perusahaan pembiayaan mencapai Rp 22,1 triliun, yang berasal dari 650.000 kontrak debitor. Nilai tersebut sudah berkurang 55 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp 46 triliun. Jumlah kontrak restrukturisasi bahkan sudah berkurang empat kali lipat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 2,68 juta kontrak.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno mengatakan, menurunnya restrukturisasi pembiayaan ini menunjukkan pemulihan ekonomi telah berjalan sehingga kemampuan debitor untuk melunasi utang membaik. Hal itu membuat mereka dikeluarkan dari daftar restrukturisasi.
”Sudah semakin banyak debitor yang kondisinya kembali normal,” ujar Suwandi yang dihubungi di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
Ia menjelaskan, kinerja perusahaan pembiayaan pun sudah kian membaik. Hal ini ditunjukkan dengan piutang pembiayaan neto konvensional per Juli 2022 sebesar Rp 367,67 triliun atau bertumbuh 7,12 persen secara tahunan.
”Kami menilai, program restrukturisasi pembiayaan ini berjalan dengan baik sehingga tidak hanya membantu debitor, tetapi juga perusahaan pembiayaan kembali ke bertumbuh,” kata Suwandi.
Hal senada dikemukakan Direktur Utama BCA Finance Roni Haslim. Menurut dia, nilai restrukturisasi di perusahaannya juga terus menurun. Saat ini, nilai restrukturisasi pembiayaan BCA Finance mencapai Rp 4,5 triliun, sudah turun setengahnya dari awal periode restrukturisasi yang sebesar Rp 9 triliun.
“Penurunan restrukturisasi BCA Finance ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terus melaju sehingga kapasitas debitor pembiayaan membaik,” ucap Roni.
Seperti tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua POJK 11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, masa restrukturisasi kredit bank dan juga pembiayaan ditetapkan akan selesai pada akhir Maret 2023.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Bambang W Budiawan mengatakan, restrukturisasi pembiayaan terus menunjukkan tren penurunan. Ini sejalan dengan meningkatnya rasio pembiayaan tak berkualitas (non performing finance/NPF).
NPF gross industri perusahaan pembiayaan per Juli 2022 turun menjadi 2,72 persen dari 3,95 persen pada Juli 2021. Adapun NPF net industri perusahaan pembiayaan juga menurun menjadi 0,75 persen pada Juli 2022 setelah pada periode yang sama tahun lalu sebesar 1,23 persen.
“Indikator-indikator ini menunjukkan kualitas pembiayaan terus membaik dan industri ini juga dalam kondisi stabil sejalan dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi,” ujar Bambang.
Kaji perpanjangan
Mengenai perpanjangan atau tidaknya masa restrukturisasi pembiayaan, Bambang mengatakan, pihaknya tengah mengkaji soal ini. Ia menjelaskan, dari survei dan diskusi dengan pelaku industri perusahaan pembiayaan mengatakan sudah tidak terlalu memerlukan keringanan restrukturisasi. Sebab, menurutnya, tingkat perekonomian nasional ini kelihatan makin membaik.
Saat ini OJK tengah menimbang aspek dampak positif dan negatifnya apabila kebijakan ini diperpanjang ataupun tidak. “Aspek pro dan kontra masing-masing ini sedang kami kaji. Kalau diperpanjang lagi, ada aspek kontra yakni ada semacam moral hazard seolah-olah dampak pandemi ini berkepanjangan. Ini juga tidak bagus untuk perusahaan,” katanya.
Hal senada juga dikemukakan oleh Suwandi. Pihaknya terus berdiskusi dan menyurvei keinginan para anggotanya apakah sepakat untuk perpanjangan restrukturisasi atau tidak. Ia mengatakan, memang ada kelompok yang sepakat perpanjangan dan ada pula yang tidak.
"Mei 2023 ini dibilang sebentar lagi, ya, tidak, masih lama juga tidak tepat. Tentu harus kita lihat kondisinya. Memang saat ini kondisi ekonomi sedang baik, tapi kita juga lihat ke tantangan ke depan," ujar Suwandi.
Suwandi menjelaskan, perusahaan pembiayaan selama ini memang berkaca pada kebijakan perbankan. Apabila perbankan mengalami perpanjangan restrukturisasi, kemungkinan besar perusahaan pembiayaan pun melakukan hal serupa. Ia juga menyambut baik usulan restrukturisasi hanya dilakukan di sektor-sektor tertentu saja yang belum pulih benar dari dampak pandemi.
Sebagai pelaku industri, Roni Haslim menilai, restrukturisasi pembiayaan tidak perlu diperpanjang dan cukup berakhir sesuai jadwal saja. Hal ini, lanjut dia, karena perekonomian terus membaik. Pihaknya juga sudah bisa menangani restrukturisasi dengan baik.