Blibli.com Andalkan Strategi O2O untuk Tarik Investor
Dengan strategi dan model bisnis "omnichannel", PT Global Digital Niaga selaku pemilik grup bisnis e-dagang Blibli.com optimistis bisa memikat investor pada saat melantai di Bursa Efek Indonesia bulan depan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Global Digital Niaga, pemilik grup bisnis e-dagang Blibli.com, berharap bisa mengumpulkan dana hingga Rp 8,17 triliun melalui penawaran umum saham perdana atau IPO. Perusahaan mengklaim, strategi bisnis yang perusahaan jalankan, yakni daring ke luring dan sebaliknya (O2O/omnichanel), tetap memiliki prospek positif di tengah isu masa sulit perusahaan teknologi atau tech winter.
PT Global Digital Niaga menawarkan sebanyak 17,77 miliar saham baru atau 15 persen saham, dengan harga antara Rp 410 dan Rp 460 per lembar saham, menurut prospektus yang diterbitkan pada Senin (17/10/2022). Periode bookbuilding telah dibuka 17 Oktober dan berakhir pada 24 Oktober, dengan periode penawaran tentatif antara 1–3 November. Global Digital Niaga berencana akan melakukan pencatatan di Bursa Efek Indonesia tanggal 7 November 2022.
Hasil IPO akan digunakan untuk membayar utang dan untuk modal kerja. Ada periode penguncian sukarela 12 bulan di perusahaan serta penguncian wajib delapan bulan untuk prinsipal dan pemegang saham lain yang ada.
Dalam konferensi pers Selasa (18/10/2022) di Jakarta, Co-Founder dan CEO Blibli.com Kusumo Martanto mengatakan, Blibli.com berdiri 11 tahun lalu. Selama 11 tahun itu, Blibli.com membuat ekosistem bisnis melalui akuisisi Tiket.com, agen perjalanan daring, tahun 2017, dan akuisisi Ranch Market pada 2021. Perusahaan juga selalu mengutamakan tata kelola yang bertanggung jawab sehingga jadi mitra pemerintah untuk mengembangkan katalog belanja barang/jasa secara elektronik.
”Konsumen Indonesia bukan hanya suka berbelanja daring dan luring, melainkan juga berwisata. Kami menyaksikan industri pariwisata tetap bertumbuh,” katanya.
Strategi O2O Blibli.com terwujud melalui toko luring-daring gawai, otomotif, dan barang kebutuhan pokok sehari-hari. Akuisisi Ranch Market memperkuat strategi itu. Kusumo mengklaim, model bisnis Blibli.com itu sudah bisa memenuhi hampir 90 persen konsumsi di Indonesia.
Kusumo mengatakan, pihaknya tetap memperhatikan kondisi ketidakpastian makro ekonomi global dan kenaikan inflasi yang terjadi di dalam negeri. Namun, perusahaan tetap optimistis dengan rencana IPO yang tengah berjalan.
CEO Tiket.com George Hendrata menyampaikan, berdasarkan riset Frost & Sullivan dan Euromonitor, jumlah potensi pasar atau Total Addressable Market/TAM industri e-dagang Indonesia pada tahun 2025 bertumbuh hingga 436 miliar dollar AS. TAM e-dagang ini mencakup lokapasar, agen perjalanan daring, dan penjualan barang kebutuhan pokok sehari-hari. Perusahaan juga telah membangun gudang-gudang penyimpanan barang sendiri sehingga memperpendek jarak dan ongkos logistik yang salah satunya membantu mitra penjual.
”Dengan kondisi geografis yang kepulauan dan punya beragam kondisi infrastruktur, strategi O2O sudah tepat. Strategi ini telah terbukti membuat pelanggan kami melakukan pengulangan pembelian,” kata George.
Menurut George, strategi O2O sebenarnya mengikuti jejak bisnis lain yang sudah dimiliki Djarum Group, pengendali tertinggi Blibli.com. Djarum Group memiliki hotel, mal, perbankan, perusahaan manufaktur, sampai telekomunikasi. Bisnis-bisnis itu juga memberikan pelayanan luring kepada konsumen secara prima.
Ekonom Pusat Inovasi dan Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras Adha saat dihubungi terpisah, berpendapat, IPO Blibli.com memiliki prospek bagus dalam jangka panjang. Alasan dia, pasar e-dagang masih akan tetap bertumbuh dalam beberapa tahun mendatang meskipun pandemi Covid-19 telah seusai dan masyarakat telah beraktivitas secara normal. Baik kelas menengah, jumlah generasi muda, maupun urbanisasi tetap naik sehingga kebutuhan berbelanja secara daring masih akan terus meningkat.
Faktor yang memengaruhi berikutnya, lanjut dia, adalah Blibli.com terus melakukan ekspansi bisnis. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu, Blibli.com menggandeng platform keuangan Bibit untuk menambah nilai layanan finansial. Selain itu, Blibli.com ditopang oleh grup Djarum yang memiliki skala usaha dan kekuatan modal yang besar.
Meski demikian, menurut Izzudin, prospek IPO perusahaan teknologi dalam jangka pendek dan menengah masih cukup menantang. Pertama, IPO perusahaan teknologi di Indonesia, terutama perusahaan rintisan bidang teknologi (start up) sebelumnya, belum kunjung memberikan hasil optimal.
”Faktor kedua yaitu gejolak ekonomi dan politik global melahirkan ketidakpastian yang tinggi, termasuk di pasar modal. Resesi ekonomi diproyeksikan terjadi di negara-negara maju pada paruh I-2023 dan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi turun. Lalu, suku bunga acuan di berbagai negara terus meningkat menyebabkan investor cenderung menaruh uang di perbankan dan mengerem laju investasi,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Start Up Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro berpendapat, start up level unicorn atau bervaluasi satu miliar dollar AS semakin sulit melakukan pengumpulan dana melalui cara privat. Jadi, IPO menjadi opsi.
”Semakin tinggi valuasi start up, semakin terbatas investor yang punya dana untuk berpartisipasi dalam putaran pendanaan,” ujarnya.
Ketika ditanya pengaruh isu tech winter atau masa sulit start up terhadap prospek IPO, Eddi menjelaskan bahwa perusahaan teknologi, termasuk start up, yang akan IPO biasanya sudah merencanakan aksi korporasi itu dalam waktu lama. Efektif tidaknya IPO harus dilihat dari perspektif emiten yang akan memperoleh dana segar, pendiri start up, investor awal, ritel, korporat, dan Bursa Efek Indonesia.
”Calon investor akan melihat keuangan start up, termasuk apakah sudah untung atau belum. Calon investor akan menilai pula strategi start up (yang akan melantai di bursa saham) untuk meraih untung. Dengan demikian, mereka harus memiliki siasat yang jitu,” kata Eddi.