Di tengah ketidakpastian ekonomi, kenaikan inflasi dan suku bunga kredit, konsumen cenderung menunda prioritas kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal ataupun menahan investasi properti.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar properti tahun 2023 diprediksi bakal menghadapi tekanan. Dampak kenaikan suku bunga kredit akan mengurangi prioritas masyarakat untuk memiliki properti. Pengembang dinilai perlu terus berinovasi dan menggarap peluang baru agar bisa menggerakkan pasar.
Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto, mengemukakan, pertumbuhan pasar properti sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Di tengah ketidakpastian ekonomi, kenaikan inflasi dan suku bunga kredit, konsumen cenderung menunda prioritas kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal ataupun menahan investasi properti.
Pasar perumahan diproyeksikan menghadapi beban lebih berat di tahun 2023 mendatang. Hal itu seiring dengan kenaikan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang mengikuti kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI-7 Day (Reverse) Repo Rate yang kini telah mencapai 5,25 persen.
“Kebutuhan rumah masih tinggi, tetapi daya beli pasar akan lebih berat akibat dampak kenaikan suku bunga KPR. Kenaikan suku bunga kredit tidak bisa dihindari, namun sebagian besar transaksi pembelian rumah mengandalkan cicilan KPR,” katanya, saat dihubungi, Jumat (2/12/2022), di Jakarta.
Tekanan pasar juga masih akan berlanjut untuk pasar apartemen. Selama ini, sekitar 60 persen pembeli apartemen merupakan investor. Investor properti kini cenderung menahan investasi di tengah lesunya pasar sewa apartemen.
Selain itu, subsektor properti yang juga diprediksi masih stagnan adalah perkantoran. Dari data Colliers Indonesia, tingkat okupansi perkantoran di kawasan pusat bisnis (CBD) Jakarta berkisar 77,8 persen, sedangkan di luar CBD Jakarta 78,1 persen. Tingkat okupansi perkantoran itu tergolong terendah dalam 10 tahun terakhir. Dampak pandemi Covid-19 dan perlambatan ekonomi membuat sejumlah perusahaan mengurangi luas ruang sewa perkantoran.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Kompas100 CEO Forum, di Istana Negara, Jakarta, Jumat, mengemukakan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 akan terus dikelola guna menentukan tingkat kepercayaan diri terhadap investasi, kemampuan ekspor, dan menjaga daya beli. Sektor properti di Tanah Air diharapkan kembali bangkit pada tahun depan, meski dihadapkan pada kenaikan suku bunga acuan. Pasar properti untuk segmen menengah ke bawah diharapkan bisa tumbuh lebih kuat.
“Tentu kita akan lihat sektor properti mulai bisa bangkit lagi. Memang ini tidak mudah pada saat suku bunga acuan mulai meningkat. Mungkin kelompok menengah ke bawah akan bisa lebih kuat dari sisi pertumbuhan,” ujarnya.
Terus berinovasi
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestat Indonesia (REI), Hari Ganie, mengakui industri properti akan menghadapi tekanan di tahun depan. Namun, pihaknya optimistis pasar properti masih akan tumbuh. Pasar masih akan ditopang terutama oleh pengguna akhir (end user), karena kebutuhan rumah di Indonesia masih sangat tinggi. Pengembang akan terus berinovasi dan mengatur strategi untuk menjaring pembeli.
“Pengembang properti akan terus melakukan inovasi terhadap banyak hal untuk menggaet pembeli, seperti konsep perumahan, desain, dan fasilitas,” ujar Hari, dalam keterangan tertulis, akhir November lalu.
Hari menambahkan, REI akan terus mendorong pemerintah agar kembali memberikan berbagai stimulus untuk mendorong industri properti di tengah semakin banyaknya tekanan pasar. Di antaranya, pemberian kembali insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) 100 persen yang terbukti efektif meningkatkan daya beli masyarakat.
Managing Director Synthesis Huis Aldo Daniel, menambahkan, mayoritas pembeli saat ini adalah pengguna akhir (end user) dan pembeli rumah pertama (first home buyers). Synthesis Huis menargetkan pasar segmen kelas menengah atas dengan harga jual mulai Rp 1 miliar per unit sehingga mayoritas pembeli dapat membeli secara tunai bertahap serta sisanya tunai dan KPR. Pengembang juga selalu aktif menawarkan promosi harga, termasuk subsidi bunga.
“Memang untuk produk Synthesis Huis ini pasarnya premium, sehingga tidak terlalu banyak terpengaruh dengan bunga KPR atau resesi, karena mayoritas pembeli di segmen ini sudah siap dengan pendanaan,” jelas Aldo.