Ruang Lingkup Pengawasan OJK Lebih Luas dan Spesifik
Struktur Dewan Komisioner OJK semakin gemuk dalam draf Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Tugas tambahan OJK diharapkan membuat pengawasan lebih optimal.
JAKARTA, KOMPAS — Susunan Dewan Komisioner atau DK Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan bertambah menjadi 11 orang dari semula 9 orang. Ruang lingkup pengawasannya pun diperluas dan menjadi lebih spesifik. Perubahan ini diharapkan membuat pengawasan industri keuangan menjadi lebih optimal.
Pengawasan Industri Keuangan Non Bank akan dipecah menjadi tiga bagian. Hal ini tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU P2SK yang telah disepakati pemerintah dan Komisi XI dalam pembahasan tingkat pertama, Kamis (8/12/2022).
Dalam draf Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau RUU P2SK yang telah disepakati pemerintah dan DPR, disebutkan susunan dewan komisioner terdiri atas 11 orang. Mereka adalah Ketua DK OJK; Wakil Ketua OJK; Kepala Eksekutif (KE) Pengawas Perbankan; KE Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, Bursa Karbon; KE Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun; KE Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
Selain itu, DK OJK lainnya adalah KE Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto; KE Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen; Ketua Dewan Audit; anggota ex-officio dari Bank Indonesia; dan anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan.
Susunan DK OJK ini akan mengubah susunan saat ini yang terdiri atas sembilan orang. Peran DK yang tidak berubah adalah Ketua DK, Wakil Ketua DK, Ketua Dewan Audit, anggota ex-officio Bank Indonesia, dan anggota ex-officio Kementerian Keuangan.
Posisi DK yang hilang adalah KE pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang akan dipecah menjadi tiga DK, yakni KE Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun; KE Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya; KE Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto
KE Pasar Modal akan diberi tugas tambahan sehingga menjadi KE Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, Bursa Karbon. Begitu pula dengan Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen akan diperkuat sehingga menjadi namanya berubah menjadi KE Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen.
Menurut Co-Founder dan Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah, pemisahan pengawasan IKNB merupakan konsekuensi dari perkembangan teknologi dan kebutuhan konsumen akan layanan jasa keuangan. Teknologi yang terus berkembang mendorong inovasi layanan jasa keuangan. Agar peran OJK sebagai regulator dan pengawas industri keuangan bisa optimal, pemekaran kepala eksekutif memang diperlukan.
Lingkup sektor keuangan yang masuk dalam pengawasan IKNB ini terlalu luas dan punya pola mekanisme bisnis yang berbeda-beda mulai dari asuransi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, lembaga penjaminan. Kini muncul lagi inovasi seperti teknologi finansial.
”Ini perlu pendekatan yang lebih fokus sehingga pengawasan dan pengembangan industri bisa lebih optimal,” ujar Piter yang dihubungi Jumat (9/12/2022).
Terkait penambahan jumlah dewan komisioner dan dipecahnya peran pengawasan industri keuangan non-bank di OJK, menurut Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri, itu merupakan hal yang sudah lama dibutuhkan untuk membuat pengawasan lebih terfokus dan spesifik seiring dengan perkembangan industri jasa keuangan yang dinamis.
”Memang sudah saatnya kita memperkuat fungsi pengawasan OJK supaya lebih specialized menangani produk dan jasa keuangan digital terbaru yang nonbank. Karena perkembangannya sangat dinamis. Ke depan, tekfin juga akan semakin besar, itu perlu punya pengampu sendiri di OJK,” katanya.
Namun, ia mengingatkan agar pemecahan peran dan fungsi itu tidak menghambat alur komunikasi dan koordinasi di internal OJK. ”Jangan sampai dengan ini komunikasi malah lebih terkotak-kotak, koordinasi harus tetap dijaga agar tidak mengganggu berjalannya fungsi OJK,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi XI dengan agenda pengambilan keputusan draf RUU P2SK hasil pembahasan Panja Komisi XI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, penambahan susunan DK ini agar OJK bisa makin optimal melakukan pengawasan, pengembangan industri, dan yang terpenting bisa melindungi konsumen lebih baik lagi. Apalagi saat ini perkembangan teknologi memunculkan berbagai entitas dan inovasi industri keuangan baru yang memerlukan pendekatan yang berbeda.
”Artinya, industri tetap tumbuh, tetapi pengawasannya juga harus optimal. Inilah yang akan kita lihat dari OJK, mereka akan membangun pembagian tugas untuk lembaga keuangan bukan bank dari ITSK, ini nanti akan masuk seperti apa karena pasti ada disitu,” ujarnya.
Tidak ada koperasi
Draf RUU P2SK ini juga mengubah usulan draf sebelumnya yang memasukkan koperasi simpan pinjam sebagai entitas yang akan diawasi oleh OJK dan tetap diawasi Kementeri Koperasi dan UKM. Namun, untuk lembaga keuangan mikro (LKM) dan bank perkreditan rakyat (BPR) yang berbadan hukum koperasi, tetap akan diawasi OJK.
Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi mengatakan, koperasi simpan pinjam masih akan diawasi kementeriannya. Ini karena pihaknya tidak ingin menghilangkan jati dari koperasi simpan pinjam yang dari anggota untuk anggota. Sementara LKM dan BPR yang berbadan hukum koperasi yang akan diawasi OJK.