Mengangkat Jenama Cokelat Lokal ke Panggung Global
Sejumlah produsen cokelat memanggungkan hasil olahan kakao lokal di pasar global. Mereka menggarapnya dari hulu hingga hilir. Hasilnya, mereka membuktikan bahwa Indonesia bisa mendapatkan nilai tambah lebih besar.
Oleh
MEDIANA
·7 menit baca
”Kami ingin produk cokelat Indonesia dikenal di dunia. Kami ingin, Indonesia bukan hanya dikenal sebagai salah satu pengekspor kakao terbesar di dunia, tetapi produk jadi. Kami harap cerita kami menginspirasi anak muda mau mengolah bahan mentah menjadi produk jadi yang menghasilkan nilai tambah tinggi.” Begitu kata Direktur PT Bali Coklat Ida Bagus Namarupa, atau akrab dipanggil Gusde, di sela-sela acara puncak Indonesia Development Forum (IDF) 2022 di Badung, Bali, pertengahan November 2022.
Cokelat buatan PT Bali Coklat diberi nama merek Junglegold Bali. Gusde menyebut Junglegold Bali telah menjadi produk cokelat nabati pertama di dunia. Empat tahun lalu, PT Bali Coklat telah mendaftarkannya ke Plant Based Foods Association di Amerika Serikat. Cokelat yang dibuat oleh PT Bali Coklat menggunakan bahan-bahan tanaman, seperti campuran kelapa, mete, dan mentega kakao yang menghasilkan krim susu nabati alami.
”Jauh sebelum gelombang makanan berbahan tanaman jadi tren. Kami telah memikirkan pentingnya mengubah stigma bahwa makan cokelat bisa sehat. Langkah kami ini juga bertujuan mendukung upaya pencegahan dampak perubahan iklim,” katanya.
PT Bali Coklat berdiri tahun 2010. Dua pendirinya adalah Tobias Garritt dan Michael Robinson. Tobias dulunya merupakan warga negara Australia, berlatar belakang Le Cordon Bleu & the Swiss Hotel’s Association, dan aktif di gerakan lingkungan berkelanjutan. Tobias sudah berkewarganegaraan Indonesia sampai sekarang. Sementara Michael juga aktif di gerakan lingkungan berkelanjutan dan ikut mendirikan Climate Friendly.
Gusde ikut berkecimpung sejak awal dalam pendirian PT Bali Coklat. Selain itu, ada Inda Trimafo Yudha yang jadi komisaris sekarang.
PT Bali Coklat didirikan dari kecintaan mereka terhadap cokelat, tetapi pada saat bersamaan mereka miris melihat sebagian besar petani kakao tidak lagi menanam kakao. Penyebabnya adalah hama merajarela, kualitas kakao buruk, dan harga jauh di bawah harga pasar. Pada saat itu, masih banyak petani kakao tidak mengerti harga yang pantas.
”Masalah petani kakao sebenarnya adalah butuh harga yang bagus dan pasar yang keberlanjutan. Makanya, dua masalah itu kami atasi. Kualitas kami tentukan, petani bentuk koperasi, dan saat setor kakao kami langsung bayar dengan uang kas,” katanya.
Selama dua tahun, PT Bali Coklat memberikan edukasi kepada petani mengenai cara menanam kakao yang baik, ramah lingkungan, dan menggunakan mikroorganisme. Perusahaan mengajarkan bagaimana teknik pascapanen yang tepat sehingga menghasilkan biji kakao berkualitas. Lalu, perusahaan membeli dengan pendekatan fair trade. Per kilogram biji kakao dipatok dengan harga Rp 50.000.
Saat ini, PT Bali Coklat telah bermitra dengan ribuan petani kakao di sejumlah daerah di Indonesia. Pola kemitraan dan fair trade (perdagangan yang adil) juga diterapkan perusahaan kepada mitra petani bahan baku pembuatan cokelat lainnya, seperti garam, mete, dan gula kelapa.
”Tantangan memproduksi cokelat terletak mulai dari hulu sampai hilir. Maka, kami butuh waktu dua tahun mulai dari edukasi petani, inovasi, produksi, sampai membuat kemasan yang menarik. Apalagi, di Bali tidak ada kampus yang menawarkan pendidikan pengolahan cokelat,” kata Gusde.
Cokelat Junglegold Bali sempat menggunakan susu sapi sebelum akhirnya beralih sepenuhnya ke cokelat nabati sampai sekarang. Menurut dia, keputusan ini sudah tepat karena tren dunia sedang mengarah ke makanan berbahan tanaman.
Jika pada tahun pertama berdiri PT Bali Coklat hanya menggunakan 5 kilogram kakao untuk produksi per hari, tahun kedua sudah mengandalkan 200 kilogram kakao per hari. Lalu, kebutuhan kakao terus bertambah hingga lebih dari 1,5 ton per empat jam.
PT Bali Coklat turut mengembangkan paket wisata edukasi ke pabrik mereka di Bali. Cara ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran konsumen tentang produk cokelat berbahan kakao dari dalam negeri. Penjualan produk mereka melalui retail, seperti kafe cokelat milik mereka sendiri yang salah satunya ada di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Kanal lainnya adalah lokapasar nasional.
Pada ajang World Chocolate Competition 2022 yang diadakan oleh Academy of Chocolate, Inggris, produk PT Bali Coklat yang mengandung 100 persen kakao dengan tema pengemasan seri Bali meraih medali perak untuk kategori Dark Bean to Bar (Over 90 %). Tahun sebelumnya, Gusde menyebut PT Bali Coklat meraih medali perunggu di ajang yang sama.
”Kami sudah meluncurkan Junglegold Bali di pasar Amerika Serikat dan sebagian di pasar Jerman. Kami memang belum masif melakukan ekspor. Mesti ada upaya upscalling,” katanya. Saat ini, penjualan cokelat Junglegold Bali mencapai 10-12 ton per bulan.
Jenama lain
Semangat memajukan cokelat Indonesia juga dilakukan oleh Pipiltin Cocoa. Pendiri Pipiltin Cocoa, Tissa Aunilla, saat dihubungi pada Rabu (30/11/2022) di Jakarta, mengatakan, ide mendirikan Pipiltin Cocoa lahir dari pengalaman pribadi yang pernah mencicipi produk cokelat buatan Swiss, tetapi biji kakao yang dipakai berasal dari Jember, Jawa Timur. Rasa kecewa itu dia sampaikan kepada adiknya, Irvan Helmy, yang merupakan salah satu pendiri Anomali Coffee.
”Cokelat pemberian dari Swiss itu enak dan kaya rasa. Saya kaget sekaligus kecewa. Ditambah lagi, saya mengetahui bahwa hotel-hotel berbintang memakai cokelat premium dari luar negeri,” ujarnya.
Tissa yang memang hobi membuat kue itu langsung mengubah ruang tamu rumahnya untuk jadi ruang mengembangkan produk cokelat. Dia sampai mengambil Master Chocolatier Sertification di Swiss pada tahun 2011 untuk memperdalam cara memproduksi cokelat.
Pipiltin Cocoa resmi berdiri pada 7 Maret 2013. Kakao yang dipakai semuanya berasal dari Aceh, Flores, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Bali, dan Papua Barat. Keduanya turun langsung dan bermitra dengan koperasi petani.
”Variasi rasa cokelat yang dihasilkan dari kakao-kakao di sejumlah daerah itu yang kami angkat sebagai cerita, termasuk komunitas petani. Kami juga menekankan konsep lingkungan berkelanjutan sehingga hutan tetap lestari, petani sejahtera, dan kampung komunitas adat tetap berlangsung,” ujar Tissa. Bersama dengan Sebumi, Pipiltin Cocoa menggagas paket perjalanan ke Desa Merasa, Merabu, dan Pulau Derawan (Kalimantan Timur) kepada wisatawan yang ingin meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan berkelanjutan.
Selain cokelat batang (bar), Pipiltin Cocoa juga menjual bubuk minuman cokelat, cokelat cracks, sampai liquid cocoa salted caramel yang memakai susu oat. Terkait alasan membuat minuman cokelat, Tissa menjelaskan bahwa konsumsi cokelat batang di Indonesia relatif rendah. Lain dengan minuman cokelat.
”Kami menguatkan mutu minuman cokelat dengan material single origin (satu jenis/asal daerah kakao) sehingga konsumen bisa menikmati beragam rasa cokelat yang dihasilkan dari setiap daerah di Indonesia. Kami juga menjualnya ke kafe-kafe dengan pendekatan jumlah besar atau wholesale,” katanya.
Pipiltin Cocoa kini memiliki tiga toko luring di Jakarta. Di luar itu, produk Pipiltin Cocoa bisa dijumpai di 100 toko retail, lokapasar-lokapasar nasional, juga gerai retail di Jepang, Singapura, Malaysia, serta Rusia. Pembeli terbesar datang dari kelompok usia 24-55 tahun dengan status ekonomi sosial A dan B (kelas atas).
Jenama lain yang berusaha mengangkat kakao Indonesia adalah Krakakoa. Pendiri dan CEO Krakakoa, Sabrina Mustopo, pernah bekerja di salah satu perusahaan konsultan manajemen multinasional. Di perusahaan ini, dia menggeluti pertanian internasional dan pembangunan berkelanjutan. Saat membaca berbagai laporan tentang pertanian Indonesia, dia menemukan bahwa produksi kakao Indonesia cukup banyak hingga jadi negara produsen terbesar ketiga di dunia. Namun, pilihan produk cokelat Indonesia dengan memakai kakao Indonesia terbatas.
”Saya sangat tertarik dengan kendala-kendala yang dihadapi pelaku pertanian, membantu petani lebih lestari, dan memproduksi cokelat lebih berkualitas. Cara kerja Krakakoa adalah integrasi rantai pasok dari petani sampai kepada konsumen. Kami beli kakao dengan harga tinggi dan pada saat bersamaan kami berikan pelatihan kepada mereka,” ujar Sabrina saat dihubungi pada Senin (5/12/2022) di Jakarta.
Sama seperti Junglegold Bali dan Pipiltin Cocoa, Krakakoa juga menggunakan biji kakao dari sejumlah daerah di Indonesia, seperti Aceh, Bali, Lampung, dan Sulawesi. Dari segi kemasan, Krakakoa menonjolkan wastra Nusantara, seperti batik, untuk memberikan nilai tambah.
Krakakoa juga bekerja sama dengan jenama lain. Baru-baru ini, Krakakoa berkolaborasi dengan Jakarta Dessert Week 2022. Menurut Sabrina, kolaborasi bisa meningkatkan kapabilitas dan memperluas segmen pasar.
Pada tahun 2017 dan 2018, Krakakoa meraih Indonesia’s Best Chocolate Factory dari Academy of Chocolate di London. Penghargaan ini merupakan penghargaan tertinggi untuk artisan cokelat.
Sepuluh tahun terakhir, Sabrina menilai semakin banyak pemain artisan cokelat di Indonesia. Konsumen semakin sadar terhadap produk cokelat premium dan mesin manufaktur berkembang pesat, yang di antaranya memungkinkan produksi lebih kecil.
”Mungkin, perbedaan kami dengan pemain lain adalah kami menekankan biji kakao dan memberikan pelatihan langsung secara berkala kepada petani,” pungkasnya.