Sepanjang 2022, target serapan garam lokal berkisar 1,05 juta ton, sedangkan realisasinya 40 persen. Dengan angka target serapan yang sama, realisasi pada tahun ini ditargetkan mencapai 80 persen.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebutuhan impor garam pada 2023 diproyeksikan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun produksi dalam negeri terkendala cuaca, pemerintah mengupayakan serapan garam lokal tetap mampu mengisi kebutuhan industri pengguna.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian Ignatius Warsito menyebutkan, proyeksi kebutuhan impor garam untuk bahan baku industri sepanjang 2023 sebanyak 2,86 juta ton. ”Kebutuhan (impor garam untuk industri) tahun lalu sebesar 2,9 juta ton,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Dia memerinci, sebanyak 2,34 juta ton dari kebutuhan impor garam pada 2023 tersebut akan digunakan oleh industri chlore alkali plant (CAP). Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 2,47 juta ton. Adapun industri CAP membutuhkan kemurnian garam yang tinggi.
Tak hanya industri CAP, garam impor juga menjadi bahan baku bagi industri aneka pangan dan farmasi. Jumlah kebutuhan impor garam untuk industri aneka pangan sekitar 500.000 ton dan sisanya untuk farmasi.
Selain impor, serapan garam lokal juga ditargetkan akan memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Sepanjang 2022, Warsito menyebutkan, target serapan garam lokal berkisar 1,05 juta ton, sedangkan realisasinya 40 persen. Dengan angka target serapan yang sama, dia berharap realisasi pada tahun ini mencapai 80 persen.
Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, rendahnya realisasi serapan garam lokal tersebut disebabkan oleh faktor cuaca. ”Panen garam berkurang karena hujan. Pencocokan bisnis antara petani garam dan industri (yang membutuhkan) akan terganggu. Kami tak ingin mengambil risiko,” ujarnya.
Karena gagal panen akibat faktor cuaca, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Cucu Sutara menilai, pemerintah perlu mewaspadai produksi garam lokal, khususnya untuk memasok kebutuhan garam konsumsi, pengasinan, dan industri penyamakan kulit. Dia memperkirakan, suplai garam lokal untuk kebutuhan tersebut hanya bertahan hingga dua bulan ke depan.
Sementara itu, Cucu berpendapat, kebutuhan impor garam yang ditetapkan pemerintah untuk 2023 cukup bagi pelaku industri pengguna. Jumlah itu dapat memenuhi kebutuhan bahan baku hingga akhir tahun dan stok penyangga. Dia menambahkan, kualitas garam yang dibutuhkan industri ialah tingkat kandungan natrium klorida mencapai 97,5 persen.
Di sisi lain, Agus menyebutkan, kebutuhan impor gula mentah (raw sugar) untuk bahan baku industri gula rafinasi pada 2023 bertambah 4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hasil pengolahan industri rafinasi akan digunakan oleh industri makanan dan minuman. ”Pada akhir 2022, industri makanan-minuman kekurangan gula. Hal itu terjadi karena (realisasi) pertumbuhan industri makanan-minuman lebih tinggi dibandingkan dengan yang kami bahan pada awal tahun,” katanya.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika memperkirakan, total gula kristal rafinasi (GKR) yang dihasilkan dari pengolahan gula mentah impor tahun 2022 berkisar 3,2 juta ton. Angka konversi gula mentah menjadi rafinasi berkisar 95 persen. Berdasarkan perhitungan, jumlah gula mentah tersebut sekitar 3,36 juta ton.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI) Gloria Guida Manalu mengatakan, perhitungan kebutuhan impor gula mentah setiap tahun mengacu pada suplai dan permintaan. Adapun jumlah pelaku industri penghasil GKR sebanyak 11 perusahaan. ”Angka pertumbuhan (impor) itu dinilai dari besarnya pertumbuhan gula rafinasi dari industri penggunanya,” katanya saat dihubungi.