Pelaksanaan program tol laut dinilai belum optimal, antara lain di sisi keterisian serta infrastruktur bongkar muat barang di sejumlah daerah. Peran pemerintah daerah penting untuk mengembangkan usaha di wilayahnya.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan program tol laut dinilai belum optimal karena minimnya koordinasi pemerintah pusat dan daerah. Persoalan membayangi implementasi tol laut dalam mempercepat distribusi dan menurunkan disparitas harga barang.
Pemerintah menjalankan program tol laut sejak tahun 2015. Tujuannya memperlancar distribusi barang guna mempercepat pembangunan di wilayah perdesaan di kawasan tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno berpendapat, program tol laut hingga kini belum maksimal karena muatan balik dari wilayah timur ke barat masih minim. Selain itu, infrastruktur bongkar muat barang di sejumlah daerah belum memadai.
Pemerintah daerah (pemda) seharusnya lebih proaktif lagi untuk mengembangkan usaha di daerah masing-masing. Harapannya, kapal-kapal yang mengangkut komoditas dari wilayah barat, ketika kembali lagi ke barat, dapat terisi komoditas produksi wilayah setempat. ”Jika peran pemda tidak efektif, rute (tol laut) sebaiknya diganti,” kata Djoko saat dihubungi, Selasa (31/1/2023).
Ia menambahkan, muncul indikasi ada mafia perdagangan dan distribusi wilayah setempat yang tetap ingin mengeruk keuntungan dari disparitas harga di daerah. Hal ini dapat diatasi jika pemda mengatur infrastruktur bongkar muat dan jalur logistik daerah. Terkait itu, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Dalam Negeri perlu segera berkoordinasi untuk memecahkan masalah implementasi tol laut.
Pada tahun 2023, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi untuk pelayanan perintis sebesar Rp 1,47 triliun atau 22 persen dari total subsidi keperintisan sektor transportasi yang mencapai Rp 3,51 triliun. Dukungan anggaran pelayanan subsidi perintis itu turun jika dibandingkan tahun 2022 yang mencapai Rp 1,73 triliun.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Arif Toha Tjahjagama dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI, Selasa (31/1/2023), mengemukakan, pada tahun 2023 alokasi anggaran untuk 117 trayek perintis laut mencapai Rp 926,41 miliar dan 6 trayek kapal ternak Rp 63,42 miliar. Sementara itu, anggaran untuk 35 trayek program tol laut Rp 435,81 miliar dan 16 trayek layanan kapal rede Rp 44 miliar.
Tahun 2022, anggaran untuk 117 trayek angkutan perintis laut mencapai Rp 1,197 triliun. Sementara untuk 6 trayek pengangkutan kapal ternak mencapai Rp 63,32 miliar, 33 trayek program tol laut Rp 435 miliar, dan 16 trayek layanan kapal rede mencapai Rp 35 miliar.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan, selama 2022 program Gerai Maritim Pemanfaatan Tol Laut mampu menekan disparitas harga pangan pokok dan barang penting dengan rata-rata penurunan sebesar 12,18 persen. Hal itu terutama terjadi di sejumlah daerah di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (Kompas, 11/1/2023).
Menurut Kasan, capaian penurunan disparitas harga pangan pada 2022 itu cukup baik. Pada 2019 hasil kajian Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri menyebutkan, subsidi biaya pengiriman barang sebesar 50 persen melalui tol laut diperkirakan dapat menurunkan disparitas harga pangan sebesar 6,9 persen.