Sepanjang 2023, Upah Minimum Mengacu Permenaker Nomor 18 Tahun 2022
Mahkamah Agung menolak gugatan uji materi dari 10 asosiasi pengusaha terkait Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023. Pada saat bersamaan, pemerintah merevisi PP No 36/2021 tentang Pengupahan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi pembayaran upah minimum sepanjang tahun 2023 tetap mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Mahkamah Agung telah menolak gugatan uji materi Permenaker No 18/2022 dari kalangan pengusaha.
Berdasarkan Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA) diketahui bahwa MA telah membacakan putusan musyawarah yang menolak gugatan uji materi Permenaker No 18/2022 dari kalangan pengusaha pada 20 Februari 2023.
Sebelumnya, 10 asosiasi pengusaha, yang di antaranya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengajukan Permohonan Uji Materi Perkara Nomor 72 P/HUM/2022 tanggal 29 November 2022. Hal yang diuji adalah Permenaker No 18/2022 dan sebagai salah satu batu uji adalah Undang-Undang (UU) No 13/2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Sepuluh asosiasi pengusaha berkeyakinan, Permenaker No 18/2022 telah mengubah dan menambah variabel baru untuk menghitung upah minimum dan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 36/2021 tentang Pengupahan. Permenaker No 18/2022 juga dinilai menimbulkan ketidakpastian yang memperburuk iklim investasi.
Mengutip Putusan.mahkamahagung.go.id, MA menyatakan bahwa pemohon, yakni pengusaha, keliru dan menafikan keberadaan konteks lahirnya Permenaker No 18/2022 yang mempertimbangkan aspirasi yang berkembang dalam menjaga daya beli masyarakat. MA juga menyebutkan bahwa Permenaker No 18/2022 bukanlah peraturan pelaksanaan dari UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja juncto PP No 36/2021.
MA menambahkan, Permenaker No 18/2022 telah memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis. Unsur filosofis adalah kebijakan penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya mewujudkan hak pekerja atas hidup layak bagi kemanusiaan. Sementara unsur sosiologis adalah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang dalam menjaga daya beli masyarakat. Adapun unsur yuridis berarti kebijakan pengupahan merupakan kewenangan pemerintah pusat yang dilaksanakan oleh Menteri Ketenagakerjaan.
Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani, di Jakarta, Senin (3/4/2023), di mengatakan, pihaknya menerima keputusan MA tersebut. Apindo juga tidak akan melakukan upaya hukum lagi.
Apindo menerima keputusan Mahkamah Agung dan tidak akan melakukan upaya hukum lagi.
”Kami menghormati keputusan hukum yang ada. Kendati demikian, kami tetap memberikan catatan-catatan kritis kami kepada pemerintah, terutama menyangkut realita kondisi suplai-permintaan tenaga kerja. Kami merasa masih memiliki ’peluang’ saat perumusan revisi PP (Peraturan Pemerintah) No 36/2021,” ujarnya.
Hariyadi kembali menekankan, tren investasi di Indonesia mengarah ke padat modal. Kenaikan investasi tidak disertai dengan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan hal ini dalam perumusan kebijakan upah minimum.
”Kalau berargumentasi formula penghitungan upah minimum yang ideal, kami merasa itu akan memakan waktu lama. Kami ingin menyamakan persepsi (dengan pemerintah) bahwa serapan tenaga kerja yang berkurang. Pertumbuhan ekonomi kita tidak berkualitas sehingga tidak banyak warga yang bisa menikmati,” tuturnya menambahkan.
Sesuai Pasal 6 Permenaker No 18/2022, formula penghitungan kenaikan upah minimum tahun 2023 menjadi UM(t+1) = UM(t) + (Penyesuaian Nilai UM x UM(t)). UM(t+1) adalah upah minimum yang akan ditetapkan. UM(t) merupakan keterangan untuk upah minimum tahun berjalan. Adapun maksud dari penyesuaian nilai upah minimum adalah penjumlahan antara inflasi dan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α (alfa).
Selanjutnya, setelah diperoleh hasil penghitungan mengikuti Pasal 6, pada Pasal 7 Permenaker No 18/2022 ditegaskan bahwa besaran kenaikan upah minimum tahun 2023 harus maksimal 10 persen. Apabila hasil penghitungan ternyata kenaikan upah minimum mencapai di atas 10 persen, gubernur wajib menetapkan paling tinggi 10 persen.
Tercederai
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Elly Rosita menyambut positif adanya putusan MA yang menolak gugatan pengusaha terkait Permenaker No 18/2022. Namun, kabar ini tidak serta-merta menjadi penanda keberpihakan negara kepada kelompok pekerja. Sebab, realitanya masih terdapat sejumlah pekerja dibayar di bawah nilai upah minimum.
”Kejadian seperti itu bukan hanya terjadi pada 2023, melainkan juga tahun-tahun sebelumnya. Ada pekerja yang sudah lama bekerja, tetapi dibayar di bawah upah minimum,” kata Elly.
Saat dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, status penolakan MA mengenai gugatan Permenaker No 18/2022 yang diajukan pengusaha adalah berkekuatan hukum tetap. Ini artinya Permenaker No 18/2022 sah secara hukum sehingga pengusaha wajib membayar upah minimum tahun 2023 sesuai permenaker itu.
Meski demikian, Timboel memandang implementasi upah minimum tahun 2023 ”tercederai” oleh dikeluarkannya Permenaker No 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global. Dia khawatir tetap muncul potensi pengusaha mau mengikuti kenaikan upah minimum tahun 2023 sesuai Permenaker No 18/2022, tetapi melakukan penyesuaian mengikuti Permenaker No 5/2023, terutama bagi pelaku industri di sektor padat karya.
Timboel menambahkan, baik formula penghitungan upah minimum yang diamanatkan oleh Permenaker No 18/2022 maupun Perppu Cipta Kerja sebenarnya membuka ruang dialog sosial yang lebar bagi dewan pengupahan. Sebab, kedua regulasi itu memasukkan faktor ”indeks” yang bisa digunakan agar kenaikan upah tak terlalu tinggi atau tak terlalu rendah. ”Hal terpenting, kenaikan upah minimum harus di atas inflasi sehingga daya beli pekerja terjaga,” ujarnya.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri saat dikonfirmasi mengatakan, semua provinsi di Indonesia telah menetapkan upah minimum tahun 2023 mengikuti formula yang tertuang dalam Permenaker No 18/2022. Pemerintah saat ini sedang menggodok revisi PP No 36/2021 yang di dalamnya akan ada formula baru penghitungan upah minimum mengikuti amanat Perppu No 2/2022 tentang Cipta Kerja.
Dalam Perppu No 2/2022, formula penghitungan upah minimum mempertimbangkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Indah menyatakan, pembahasan revisi PP No 36/2021 diharapkan lekas selesai sehingga ada kejelasan hukum untuk penetapan upah minimum tahun 2024. ”Insya allah, pertengahan tahun 2023 sudah selesai (pembahasan revisi PP No 36/2021),” katanya.