Puluhan Ribu Pekerja Bakal Unjuk Rasa Peringati Hari Buruh
Unjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional yang jatuh pada 1 Mei 2023 akan diwarnai tuntutan pencabutan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Regulasi ini dianggap tidak berpihak pada pekerja.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Puluhan ribu pekerja berencana berunjuk rasa memperingati Hari Buruh Internasional yang jatuh pada Senin (1/5/2023). Aksi ini akan menyerukan berbagai isu mulai dari upah murah, praktik kerja kontrak yang cenderung semakin berkepanjangan, hingga tuntutan agar ada pencabutan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani mengatakan, tiga konfederasi besar dan lebih dari 10 federasi serikat pekerja/serikat buruh akan ikut aksi unjuk rasa memeringati Hari Buruh Internasional atau May Day. Ketiga konfederasi yang dimaksud adalah KSPSI pimpinannya, lalu Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di bawah pimpinan Said Iqbal, dan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Jumlah pekerja anggota konfederasi ataupun federasi yang terlibat diperkirakan mencapai 50.000 orang.
Di Jakarta, mereka mengambil lokasi di sekitar Patung Kuda Monas dan Istora Senayan. Waktu unjuk rasa dimulai sekitar pukul 11.00 WIB.
”Unjuk rasa memperingati May Day juga berlangsung di 10 kota besar lainnya, seperti Medan dan Yogyakarta. Kami utamanya menuntut agar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 dicabut. Kami dan KSPI berencana mendaftarkan gugatan UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi, sehari setelah aksi May Day,” ujar Andi yang ditemui di sela-sela peluncuran platform Kadin for Naker, Minggu (30/4/2023), di Jakarta.
Menurut dia, praktik upah murah menjadi tantangan terbesar pekerja saat ini. Dia mengkhawatirkan praktik ini tetap berlanjut pada tahun -tahun mendatang karena didukung oleh kebijakan.
Presiden KSBSI Elly Rosita menambahkan, keberadaan UU Cipta Kerja tidak sepenuhnya berpihak kepada kelompok pekerja. Pembentukan UU ini pun tidak pernah melibatkan serikat pekerja.
”Kami menyoroti hak buruh yang berpotensi semakin hilang. Praktik hubungan kerja kontrak berkepanjangan sedang berkembang,” kata Elly.
Elly menyebut masih ada isu lain yang diserukan, seperti isu penyusunan omnibus law kesehatan yang memasukkan substansi agar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berada di bawah kementerian. Sementara Andi menyebut isu pentingnya perlindungan bagi pekerja migran Indonesia di tengah maraknya tindak pidana perdagangan orang. Keduanya memastikan, aksi unjuk rasa peringatan May Day bisa berlangsung tertib.
Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Emelia Yanti Siahaan mengatakan, saat ini juga berkembang pekerja harus bekerja dengan kondisi yang tidak nyaman dan aman. Beberapa industri atau perusahaan mengharuskan karyawannya untuk mengerjakan 2-3 jenis pekerjaan dengan target produksi yang tinggi setiap tahunnya.
”Hari Buruh Internasional setiap tahunnya mengingatkan kepada kaum pekerja tentang tantangan jam kerja yang panjang, upah murah, dan kondisi kerja yang buruk. Pekerja hari ini juga dituntut mengerjakan dua-tiga jenis pekerjaan dengan target tinggi setiap hari. Tantangan tersebut masih terjadi meskipun kini sedang terjadi tren digitalisasi industri,” ujar Emelia.
GSBI juga menyerukan isu yang sama seperti serikat pekerja lainnya pada peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2023. GSBI hanya menambahkan saran agar pemerintah membuat kebijakan upah minimum nasional untuk mengatasi disparitas upah antardaerah.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, peringatan Hari Buruh Internasional bertujuan untuk mendorong iklim ketenagakerjaan yang kondusif. Bagaimanapun, menurut dia, pekerja merupakan tulang punggung perekonomian suatu negara.
”Iklim ketenagakerjaan saat ini diwarnai perdebatan tenaga kerja manusia digantikan dengan robot. Maka, kami rasa perlu terobosan untuk selalu meningkatkan kompetensi dan keterampilan pekerja,” kata Arsjad.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menambahkan, adanya unjuk rasa setiap perayaan Hari Buruh Internasional merupakan hal biasa yang terjadi setiap tahun. Realitas ini bukan hanya biasa terjadi di Indonesia, melainkan juga di beberapa negara lain.
Dia telah menerima informasi adanya unjuk rasa di sejumlah titik di DKI Jakarta ataupun kota-kota besar lainnya. Indah mendorong agar aksi dilakukan secara tertib. Pemerintah melalui Kemnaker siap menerima kritikan yang diserukan oleh serikat pekerja selama aksi unjuk rasa peringatan Hari Buruh Internasional.
”Jika ada kritik mengenai pemerintah tidak lagi mengatur alih daya, kami tekankan bahwa itu tidak benar. UU Cipta Kerja justru telah mengamanatkan agar pemerintah mengatur pakem-pakemnya agar pekerja tetap terlindungi dan praktiknya tidak besar-besaran,” ujarnya.