Peternak Bersiap Hadapi El Nino, Harga Produk Peternakan Berpotensi Naik
El Nino dikhawatirkan mengganggu rantai produksi peternakan. Kekeringan yang berpotensi terjadi dapat memicu lonjakan harga pakan ternak yang berimbas pada naiknya harga produk peternakan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena El Nino berpotensi mengganggu rantai produksi hewan ternak, salah satunya bahan baku pakan. Hal ini dapat berimbas pada naiknya harga produk peternakan. Untuk mengantisipasi fenomena El Nino, para peternak perlu menjaga kondisi suhu, ketersediaan air, dan mengoptimalkan pemberian pakan.
Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), El Nino—anomali iklim kering lemah—mulai terjadi pada Juni 2023 dan dapat menguat hingga tingkat moderat pada bulan berikutnya. Pada saat yang bersamaan, gangguan iklim dari Samudra Hindia, yaitu Indian Ocean Dipole (IOD), berpeluang akan beralih menuju fase IOD positif mulai Juni 2023. Kedua fenomena itu cenderung mengurangi intensitas hujan di wilayah Indonesia dan bisa memicu kekeringan.
Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi mengatakan, kekeringan dapat memicu kenaikan harga bahan baku pakan hewan ternak, misalnya jagung, dan berimbas pada biaya produksi. Karena itu, para peternak juga otomatis menaikkan harga produk peternakannya.
”Selain pakan, cuaca yang lebih panas akan memengaruhi produktivitas hewan ternak, misalnya ayam. Apalagi, udara siang hari yang begitu panas dan malam yang dingin,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (11/5/2023).
Produktivitas yang dimaksud adalah daya serap hewan ternak untuk mengubah pakan menjadi daging, yaitu food conversion ratio (FCR). FCR ayam di kalangan peternak lokal berada pada kisaran 1,5. Artinya, butuh 1,5 kilogram (kg) pakan untuk menambah berat ayam sebesar 1 kg. Dengan cuaca yang lebih panas, FCR akan meningkat sehingga peternak perlu mengeluarkan biaya ekstra untuk produksi.
Musim kemarau yang disertai fenomena El Nino dan IOD positif juga memaksa peternak untuk memastikan kecukupan suplai air hewan ternak. Apabila tidak terpenuhi, biaya produksi akan naik dan berimbas pada harga pasar.
Ketika biaya produksi meningkat, yang paling memungkinkan adalah menaikkan harga ayam (produk peternakan). Ketika ini dilakukan, dampaknya akan terasa langsung oleh masyarakat.
Sugeng menjelaskan, harga ayam sudah fluktuatif meski tanpa disertai anomali iklim. Saat ini, harga jual ayam hidup dari peternak berkisar Rp 22.500-Rp 23.000 per kilogram (kg) dan di pasar tradisional sekitar Rp 37.000 per kg. Adapun untuk ayam potong (fillet) sekitar Rp 55.000 per kg di pasar tradisional dan Rp 70.000 di pasar swalayan.
”Ketika biaya produksi meningkat, yang paling memungkinkan adalah menaikkan harga ayam (produk peternakan). Ketika ini dilakukan, dampaknya akan terasa langsung oleh masyarakat,” ucapnya.
Oleh karena itu, untuk menekan berbagai risiko, para peternak mengoptimalkan kemampuan penyerapan pakan dan memperhatikan kondisi suhu kandang hewan ternak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan jumlah hewan ternak di bawah 13 ekor per meter persegi.
Menurut Presiden Peternak Layer Indonesia Ki Musbar Mesdi, suplai dan permintaan bahan baku pakan seperti jagung perlu diseimbangkan. Sebab, kenaikan harga produk ayam dan telur dipicu oleh penurunan stok jagung nasional.
”Jika harga pakan ayam naik dan daya beli masyarakat tidak kuat seperti pandemi, maka kami akan afkir ayam petelur,” katanya.
Afkir ayam petelur, lanjut Musbar, merupakan langkah teknis paling sederhana yang dapat dilakukan. Dengan demikian, ayam petelur akan diakhiri masa produksinya untuk menekan kerugian yang diterpa peternak.
Fluktuasi harga pakan umumnya terjadi pada pakan hewan ternak unggas. Salah satu komponen utama pakan unggas adalah jagung. Jika El Nino terjadi, maka produksi jagung nasional akan menurun dan berdampak pada meningkatnya harga jagung. Pada saat bersamaan, harga pakan hewan ternak juga ikut naik.
Meski demikian, pihaknya telah siap untuk menghadapi skenario terjadinya anomali iklim karena dibantu pemerintah, yaitu Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA). Dalam hal ini, pemerintah akan menjaga ketersediaan jagung nasional agar tidak terjadi peningkatan harga telur dan daging ayam hingga memberatkan masyarakat.
Merujuk data NFA per April 2023, ketersediaan jagung tahun 2023 sebanyak 22,6 juta ton dan kebutuhannya 16,67 juta ton. Dengan demikian, neraca jagung akhir 2023 mencapai 5,93 juta ton. ”Kalau pasokan jagung tidak mencukupi, pemerintah bisa impor sesuai dengan kebutuhan untuk menjaga stabilitas harga,” jelas Musbar.
Dalam riset berjudul ”The Production of Food Commodities in Indonesia: Climate Change and Other Determinants” yang dipublikasikan pada September 2022, Ivan H Ardiansyah, Hermanto Siregar, dan Alla Asmara menyimpulkan, El Nino berdampak signifikan pada penurunan produksi jagung dan peningkatan produksi kedelai di wilayah yang dikaji. Temuan itu mengacu pada pengolahan data pada 2009-2017 (Kompas.id, 23/5/2023).
Menurut Kepala Pusat Riset Peternakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Tri Puji Priyatno, fluktuasi harga pakan umumnya terjadi pada pakan hewan ternak unggas. Salah satu komponen utama pakan unggas adalah jagung. Jika El Nino terjadi, maka produksi jagung nasional akan menurun dan berdampak pada meningkatnya harga jagung. Pada saat bersamaan, harga pakan hewan ternak juga ikut naik.
Meskipun begitu, para peternak diminta fokus untuk melindungi hewan ternak dari peningkatan suhu akibat El Nino. Selain itu, ketersediaan air dan optimalisasi pemberian pakan juga perlu dilakukan.
”Tak hanya peternak ayam, sapi, domba, dan kambing juga terdampak fenomena El Nino. Kemarau panjang yang terjadi bisa menurunkan ketersediaan pakan hijau yang biasa diberikan pada hewan ternak,” ungkap Tri.
Secara spesifik, lanjut dia, untuk ayam ras seperti broiler atau petelur, para peternak perlu menjaga suhu stabil di 20-24 derajat celsius, sedangkan ayam kampung di suhu 25-30 derajat celsius. Adapun untuk sapi perah jenis Friesien Holstein (FH) dan kambing perah jenis Saanen pada suhu 18-24 derajat celsius, sedangkan sapi potong lokal dijaga pada suhu 28-32 derajat celsius.