Pemerintah dan Pertamina tengah mendata konsumen elpiji 3 kg agar penyalurannya tepat sasaran. Pendataan dan pencocokan data ditargetkan tuntas tahun ini. Namun, itu berlomba dengan migrasi dari elpij nonsubsidi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tata niaga gaselpiji 3 kilogram atau elpiji subsidi belum tuntas dibenahi dan masih ada celah ketidaktepatsasaran karena distribusinyan terbuka. Kini, pengguna tengah didata agar penyalurannya tepat sasaran. Namun, upaya itu terganggu dengan masifnya migrasi dari elpiji nonsubsidi ke subsidi.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, harga jual eceran (HJE) elpiji 3 kg di titik serah atau agen/penyalur adalah Rp 4.250 per kg atau Rp 12.750 per tabung (sejak 2008). Tahap selanjutnya, di pangkalan/subpenyalur, HET ditentukan oleh setiap pemerintah daerah. Sementara itu, di tingkat pengecer tidak ada pengaturan harga.
Mengacu Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2015, HET elpiji 3 kg di Kota Administrasi Jakarta Pusat, Utara, Barat, Selatan, dan Timur ialah Rp 16.000 per tabung. Sementara khusus di Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan HET ditetapkan Rp 18.000 per tabung dan Kepulauan Seribu Utara Rp 19.500 per tabung.
Namun, dari pantauan di sejumlah lokasi di Jakarta Timur, Senin (19/6/2023), ada sejumlah pangkalan yang menjual dengan menjual seharga Rp 17.000 per tabung. Apabila membeli 10 tabung, harganya menjadi Rp 16.500 per tabung. Kendati demikian, ada juga pangkalan yang mengaku tetap menjual Rp 16.000 per tabung.
Sudah jarangnya elpiji 3 kg seharga Rp 16.000 per tabung dirasakan Tia (42), warga Kecamatan Cakung, Jaktim, yang juga pengecer. ”Saya beli Rp 17.000, kadang Rp 18.000. Itu ambil sendiri, bukan diantar. Rp 16.000 sudah nggak dapat. Masih ada barangnya juga sudah syukur sih karena sering kosong. Di sini (warung) saya jual Rp 20.000,” katanya.
Sementara itu, salah satu pangkalan di Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, menjual elpiji 3 kg seharga Rp 18.750 per tabung. Terpampang papan informasi tentang pangkalan itu, termasuk HET Rp 18.750, sesuai Surat Keputusan (SK) Bupati Bekasi Nomor PD.01.01/Kep.8-Rek/2022.
”Jualnya Rp 19.000 karena (selisih) Rp 250, kan, suka susah kembaliannya. Kalau diantar sampai rumah (menggunakan sepeda motor), harganya jadi Rp 21.000,” kata Ifan (32), pekerja di pangkalan elpiji tersebut.
Ketua Bidang Elpiji DPP Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Heddy S Hedian menuturkan, elpiji 3 kg yang dianggap mahal biasanya di warung-warung. Lantaran tak ada pengaturan harga di tingkat pengecer, harga memang belum bisa dikendalikan. Namun, menurutnya, masih dalam batas wajar.
”Saat ini kondusif. Yang penting, kondisinya seimbang antara demand dan supply,” ucap Heddy.
Menurutnya, HET elpiji 3 kg di wilayah Jabodetabek memang relatif belum berubah sejak 2015. ”Sekarang mungkin ada beberapa daerah yang sudah menyesuaikan dan beberapa daerah lagi sedang proses. Jadi, dicoba disesuaikan dengan fakta di lapangan agar tak ada pelanggaran,” lanjutnya.
Pendataan
Sebelumnya sempat mengemuka wacana agar elpiji 3 kg hanya dapat dibeli di pangkalan resmi dan tidak boleh diecer dengan harapan potensi ketidaktepatsasaran dapat ditekan. Namun, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Senin, mengatakan, saat ini mekanisme penjualan di pengecer masih ada.
Adapun upaya Pertamina untuk membuat penyaluran elpiji 3 kg menjadi tepat sasaran adalah dengan pendataan pembeli. ”Sejauh ini masih dalam proses pencocokan data pembeli dengan data P3KE (Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem),” ujar Irto, Senin. Per Rabu (14/6/2023), pendataan pembeli elpiji 3 kg sudah dilakukan di 276 kota/kabupaten.
Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI, di kompleks Parlemen, Rabu (14/6/2023), Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji menuturkan, pendataan itu diharapkan bisa selesai tahun ini. Dengan demikian, penyaluran bisa tepat sasaran.
Namun, Tutuka mengatakan, di beberapa daerah, di luar Pulau Jawa, kerap ada selisih lebar antara HET yang ditetapkan pemda dan harga yang diterima masyarakat. Menteri ESDM Arifin Tasrif, Jumat pekan lalu, juga mengatakan mencari cara agar harga elpiji 3 kg di tingkat masyarakat menjadi wajar.
Migrasi
Dalam rapat di DPR pada Rabu (14/6/2023), Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution menuturkan, lebarnya disparitas harga antara elpiji 3 kg dan elpiji nonsubsidi membuat banyak konsumen beralih (migrasi). Kondisi itu membuat penyaluran elpiji 3 kg hingga akhir 2023 diperkirakan akan mencapai 8,22 juta ton atau di atas kuota 2023 yang 8 juta ton.
Migrasi itu membuat penyaluran elpiji nonsubsidi terus menurun. Sebaliknya, penyaluran elpiji subsidi terus meningkat. Per Maret 2023, proporsi elpiji subsidi 95,6 persen dan elpiji nonsubsidi rumah tangga 4,4 persen.
Pengamat ekonomi energi yang juga dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, saat dihubungi dari Jakarta, Senin, mengatakan, migrasi konsumen elpiji dari 5,5 kg dan 12 kg (nonsubsidi) ke 3 kg perlu menjadi sinyal yang perlu direspons pemerintah.
”Jika benar terjadi migrasi seperti itu, elpiji yang salah sasaran jumlahnya akan meningkat. Itu akan menambah beban bagi APBN. Baik untuk impor elpiji maupun untuk menambah subsidinya itu. Harusnya ada pembatasan, dengan sistem tertutup. Jika hanya imbau-imbau, saya kira tak akan berhasil karena konsumen juga makhluk rasional. Kalau ada yang murah, kenapa harus beli yang mahal?” ucapnya.
Ia menambahkan, jika kondisi dibiarkan terus, dengan permintaan yang meningkat, elpiji akan terus diimpor untuk memenuhinya. Pasalnya, jika terjadi kelangkaan, harga akan mahal dan bakal berpotensi menuai reaksi dari masyarakat.