Bioetanol 5 Persen Segera Diimplementasikan, Dimulai dari Surabaya
Bioetanol 5 persen akan dicampurkan pada pertamax, hingga menghasilkan produk bensin dengan nilai oktan (RON) 95. Bioetanol merupakan hasil pemanfaatan tetes tebu dalam proses pembuatan gula tebu.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) akan mengimplementasikan campuran bioetanol 5 persen pada pertamax hingga nantinya menghasilkan produk RON 95. Peluncuran produk yang memanfaatkan tetes tebu itu diharapkan bisa dilakukan pada akhir Juni 2023. Implementasi dimulai untuk wilayah Kota Surabaya, Jawa Timur.
Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Fadjar Djoko Santoso, dihubungi di Jakarta, Selasa (20/6/2023), mengatakan, secara teknis implementasi pencampuran bioetanol dan bensin itu sudah siap. Saat ini, masih menunggu penyelesaian administrasi perizinan.
”Mudah-mudahan tidak lama lagi. (Lokasinya) di Surabaya dulu. Ada beberapa SPBU nanti (yang menjual produk baru tersebut),” ujar Fadjar, yang juga membenarkan implementasi diharapkan dimulai Juni 2023.
Fadjar menambahkan, untuk harga, hingga kini pihaknya belum menetapkan. ”Tapi, kemungkinan besar (harganya) di atas pertamax dan di bawah (Pertamax) Turbo karena disesuaikan dengan RON-nya, yaitu 95,” ucapnya.
Sebelumnya, Pertamina pernah menjual produk BBM dengan nilai oktan (RON) 95, yakni Pertamax Plus. Namun, kemudian digantikan Pertamax Turbo (RON 98). Menurut data di laman Pertamina, harga Pertamax Turbo di Jakarta dan sekitarnya saat ini Rp 13.600 per liter, sedangkan pertamax Rp 12.400 per liter.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Edi Wibowo menuturkan, waktu implementasi E5 itu bergantung kesiapan Pertamina. Dalam beberapa hari ke depan, pihaknya pun turut memonitor perizinan Pertamina terkait itu.
Saat ini, imbuh Edi, kemampuan kapasitas bioetanol yang siap untuk E5 sekitar 40.000 kiloliter (kl) per tahun. Itu dipenuhi oleh PT Energi Agro Nusantara (Enero) sebanyak 30.000 kl dan PT Molindo 10.000 kl. Produksi tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan di Surabaya.
Implementasi di tahap awal masih bersifat uji coba. ”Semacam market trial (uji coba pasar). Nanti akan ada evaluasi untuk kemudian ditambah (pasokan) sekian. Masih pilot project (proyek percontohan),” kata Edi.
Rencana implementasi pencampuran bioetanol dengan bensin tersebut juga beriringan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel), yang diundangkan di Jakarta pada 16 Juni 2023.
Salah satu poin dalam perpres itu ialah adanya peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu, paling sedikit sebesar 1,2 juta kl. Selain itu, pemerintah menugaskan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) antara lain untuk rencana investasi, paling sedikit berupa revitalisasi pabrik, pembangunan pabrik gula baru, dan pembangunan pabrik bioetanol.
Sekretaris Perusahaan PT Enero I Dewa Gede Indra Kusuma Suntaka menuturkan, persiapan produks bioetanol sebenarnya dilakukan sejak 2013. Dalam prosesnya, pada November 2022 Presiden Joko Widodo meresmikan program Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi di Pabrik PT Enero di Mojokerto, Jatim. Sejak itu, pihaknya terus mematangkan kesiapan produk bioetanol fuel grade.
Pada Jumat (16/6/2023), PT Enero pun mengirim 60 ton bioetanol ke PT Pertamina Patra Niaga untuk bahan pencampuran (blending) perdana dengan pertamax. ”Untuk awal, kapasitas sekitar 60.000 liter bioetanol. Harapannya, nanti akan semakin banyak SPBU yang mengimplementasikan. Kami siap menyuplai,” tutur Indra.
PT Enero, yang merupakan anak usaha PT Perkebunan Nusantara X, mengolah molasses (tetes tebu) atau hasil sampingan dari pembuatan gula tebu menjadi etanol 99,5 persen. Kapasitas produksi PT Enero sebesar 100 kl per hari. Adapun produksi bioetanol mencapai 30.000 kl per tahun.
Indra mengemukakan, meskipun awal campuran bioetanol pada bensin baru 5 persen, ke depan akan terus ditingkatkan. Itu sesuai dengan harapan Presiden Jokowi, yakni ada peningkatan dari E5, E10, dan seterusnya.
Selain itu, imbuh Indra, pemanfaatan bioetanol untuk campuran bahan bakar kendaraan juga tak akan mengganggu ketersediaan pangan, khususnya gula konsumsi. ”Sebab, yang kami pakai adalah tetes tebu, yang dihasilkan dari pemerahan tebu untuk membuat gula. Tetes tebu ini produk sampingannya. Secara konvensional digunakan sebagai bahan baku bumbu penyedap masakan,” tuturnya.