Karyawan di Indonesia Paling Loyal terhadap Perusahaan
Karyawan di Indonesia, sesuai temuan riset, 90 persen merasa bangga dengan perusahaan dan 89 persen percaya dengan gaya kepemimpinan manajemen. Mereka mau bekerja lebih dari ekspektasi karena hal tersebut.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingkat kedekatan karyawan terhadap perusahaan atau employee engangement level di Indonesia, sesuai riset Mercer Indonesia, mencapai 80 persen. Pencapaian ini lebih tinggi 3 persen dibandingkan rata-rata di Asia Tenggara dan global.
Temuan riset employee engagement level tersebut berdasarkan olah data agregat selama lima tahun atau dari 2018–2022. Untuk data Indonesia, Mercer Indonesia menggunakan 40.443 respoden dari 41 perusahaan/institusi.
Director of Career Services Mercer Indonesia (perusahaan konsultan sumber daya manusia) Isdar Marwan, dalam konferensi pers secara daring, Kamis (22/6/2023), di Jakarta, mengatakan, employee engagement level dilihat dari karyawan yang memiliki komitmen, mau berkontribusi, dan terpikat terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Karyawan di Indonesia, sesuai temuan riset, 90 persen merasa bangga dengan perusahaan dan 89 persen percaya dengan gaya kepemimpinan manajemen. Mereka mau bekerja lebih dari ekspektasi karena hal tersebut.
Sebanyak 91 persen karyawan yang disurvei merasa bahwa perusahaan/institusi tempatnya bekerja telah menjalankan bisnis secara beretika. Kemudian, 92 persen karyawan merasa bahwa perusahaan/institusi tempatnya bekerja mau bertanggung jawab terhadap lingkungan. Porsi ini lebih tinggi 11 poin dibandingkan rata-rata global.
Hanya saja, tidak semua indikator pengukuran employee engagement level di Indonesia menghasilkan skor yang tinggi. Indikator look forward dalam diri karyawan Indonesia yang disurvei malah lebih rendah dibandingkan karyawan di perusahaan di Asia Tenggara ataupun global.
”Kami menduga, hal itu berkaitan dengan ekspektasi karyawan di perusahaan/institusi di Indonesia terhadap masa depan mereka di tempat kerjanya. Mungkin, mereka merasa bahwa kariernya di tempat kerjanya sekarang tidak berkembang baik. Mungkin juga, mereka merasa bahwa sistem penilaian performa yang dilakukan oleh manajemen perusahaan itu tidak berjalan adil,” kata Isdar.
Lebih jauh, Isdar menyampaikan, employee engagement level di Asia Tenggara meraih skor tertinggi pada tahun 2020. Pada tahun itu merupakan pandemi Covid-19 tahun pertama. Rata-rata karyawan yang disurvei merasa perusahaan benar-benar memperhatikan kebutuhan mereka.
Pada tahun 2020, pihak manajemen sumber daya manusia di setiap perusahaan dinilai berperan maksimal. Karyawan merasa benar-benar diperlakukan sebagai manusia. Namun, pada saat riset dilakukan tahun 2021 dan 2022, semua indikator employee engagement turun. Hal ini diduga karena mayoritas perusahaan sudah mulai memprioritaskan pemulihan bisnis masing-masing.
Pada awal 2022 juga mulai terjadi fenomena gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah perusahaan teknologi ataupun perusahaan rintisan bidang teknologi (start up). Penyebabnya adalah ketidakpastian ekonomi global yang membuat putaran investasi ke sektor teknologi menurun. Perusahaan teknologi atau start up dituntut investor agar mengutamakan profit dan beroperasi secara efisien. Salah satu akibatnya adalah anggaran untuk sumber daya manusia dipangkas.
”Ketika manajemen perusahaan memutuskan untuk melakukan PHK, maka employee engagement level akan turun. Karyawan merasa bahwa perusahaan tempatnya bekerja tidak bisa mencapai tujuan-tujuan bisnis,” ujar Isdar.
Untuk menjaga agar karyawan tetap memiliki kedekatan positif dengan tempatnya bekerja, Isdar memandang bahwa perusahaan/institusi harus memahami tren ketenagakerjaan global. Misalnya, tren mengenai karyawan sekarang perlu dipandang sebagai ’manusia’ bukan semata-mata sebagai orang yang bekerja untuk perusahaan/institusi.
”Karyawan perlu diberikan ruang nyaman untuk belajar dan berinovasi. Lalu, hal yang tidak kalah penting adalah karyawan perlu dibantu mengelola stres,” tuturnya.
Secara terpisah, Chief Operating Officer JobStreet Indonesia Varun Mehta berpendapat, memahami apa yang diinginkan oleh talenta (pekerja) merupakan kunci bagi perusahaan yang sedang berusaha menarik talenta baru atau mempertahankan karyawan yang sudah ada.
Menurut varu, mengutip riset ”What Tech Jobseekers Wish Employers Knew: Unlocking the Future of Recruitment”yang dilakukan JobStreet, tiga motivasi teratas talenta bidang teknologi untuk berganti tempat kerja yaitu mencari posisi lebih menarik, kurangnya kesempatan untuk memajukan karier di tempat kerja saat ini, serta gaji dan manfaat yang lebih baik.
”Mereka (para talenta bidang teknologi di Indonesia) juga cenderung lebih memilih pekerjaan yang stabil dengan didukung keseimbangan kehidupan personal dan kehidupan dunia kerja,” ujar Varun.