Pemerintah Terapkan Relaksasi Pajak untuk Barang Milik PMI
Selama ini tidak ada regulasi yang mengatur secara khusus terkait barang yang dibawa pulang oleh PMI. Lewat relaksasi pajak diharapkan tak ada lagi barang milik PMI yang dibongkar oleh petugas setibanya di Tanah Air.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI Benny Rhamdani menyampaikan, pemerintah akan melakukan relaksasi pajak terhadap barang-barang milik pekerja migran Indonesia. Nilai relaksasi pajak bagi barang-barang yang dibawa pulang oleh PMI ke Indonesia tersebut 1.500 dollar AS.
Selain itu, pemerintah juga akan membebaskan biaya pengurusan international mobile equipment identity (IMEI) ponsel milik pekerja migran Indonesia (PMI) ketika tiba di Tanah Air.
”Presiden menyetujui ada relaksasi terhadap barang-barang milik pekerja migran Indonesia. Misalnya, nilai pajaknya relaksasi, mereka akan diberikan relaksasi 1.500 dollar AS setiap tahun dalam tiga kali pengiriman barang,” ujar Benny seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Selanjutnya, Benny mengusulkan kebijakan yang mengatur secara khusus mengenai barang-barang milik PMI untuk menghindari permasalahan yang terjadi di lapangan. Benny pun meyakinkan bahwa barang-barang milik PMI yang didatangkan dari mancanegara tersebut tidak dipergunakan untuk kepentingan bisnis.
”Tadi saya yakinkan kepada Bapak Presiden dan para menteri bahwa PMI jika membawa barang bekas itu jumlahnya pasti terbatas dan tidak untuk kepentingan bisnis. Tidak untuk diperjualbelikan kecuali untuk oleh-oleh keluarganya,” ucapnya.
Menurut Benny, terdapat tiga kategori barang yang dibawa pulang oleh PMI. Pertama, barang kiriman yang reguler dibawa pulang setiap bulan atau setiap tahun selama mereka bekerja dalam status kontrak. Kategori lain adalah barang yang dibawa langsung oleh PMI saat cuti atau saat mereka selesai melaksanakan kontrak kerja.
Kategori ketiga adalah barang pindahan setelah mereka selesai kontrak dan tidak memperpanjang kontraknya. Saat kontrak kerja habis, semua barang di tempat mereka bekerja di luar negeri biasanya dibawa pulang ke Tanah Air.
”Selama ini tidak ada aturan yang mengatur secara khusus (soal barang yang dibawa PMI). Itulah yang kemudian menimbulkan problem dan masalah. Mereka sering berhadapan dengan petugas yang ada di lapangan, dilakukan pembongkaran atas barang-barang mereka, bahkan ada barang yang tidak kembali. Jadi, aturan ini harus dilahirkan oleh negara,” ucap Benny.
Benny menyebut, pemerintah akan membebaskan biaya pengurusan IMEI untuk ponsel milik PMI ketika tiba di Tanah Air.
Benny juga mengatakan bahwa dalam rapat tersebut dibahas mengenai pembebasan IMEI ponsel milik PMI. Benny menyebut, pemerintah akan membebaskan biaya pengurusan IMEI untuk ponsel milik PMI ketika tiba di Tanah Air.
Menurut Benny, Presiden setuju terkait pembebasan IMEI ponsel milik PMI ketika tiba di Tanah Air. Kendala pekerja migran tiba di Tanah Air selama ini adalah berurusan dengan IMEI ponsel yang harus diubah kemudian berbiaya sangat tinggi. ”Presiden juga setuju khusus untuk PMI dibebaskan untuk IMEI handphone milik pekerja migran Indonesia,” katanya.
Perumahan bagi PMI
Selain itu, BP2MI juga telah mengusulkan pembangunan perumahan murah bersubsidi untuk PMI dari sejak tahun lalu. ”Nah, Presiden merespons itu positif dan Presiden menjanjikan segera dilakukan pembahasan dengan kementerian terkait. Ini hadiahlah untuk PMI,” kata Benny.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menilai bahwa relaksasi pajak pengiriman barang PMI memang perlu dilakukan. Hal ini karena banyak pengaduan mengenai penahanan barang oleh Bea Cukai yang dikeluhkan oleh PMI.
”Menurut saya, ini apa yang didorongkan oleh Jokowi, bentuk adanya relaksasi, bentuk penghargaan terhadap PMI ketika dia ada di luar negeri tentu dia boleh bawa barang hasil jerih keringatnya dan saya yakin tidak memperjualbelikan barang tersebut,” kata Wahyu.
Kalaupun PMI ada yang memperjualbelikan lagi barang tersebut, hal ini tidak berlangsung secara reguler. ”Tidak ada untungnya sebenarnya Bea Cukai kemudian menahan barang itu, membebani barang itu, atau kemudian memajaki barang tersebut,” ucap Wahyu.
Terkait rencana pembangunan rumah bersubsidi bagi PMI, Wahyu menyebut ini sebagai bentuk pengakuan kontribusi ekonomi pekerja migran pada pembangunan. Kontribusi PMI sangat besar, terutama di kampung halaman, desa-desa, dan kabupaten.
Hasil pengamatan Migrant Care di wilayah asal PMI, seperti Indramayu, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Tulungagung, pekerja migran benar-benar mampu menggerakkan ekonomi lokal. Ekonomi regional sangat didorong oleh kiriman remitensi dari PMI sehingga daya beli masyarakat meningkat.
Pembangunan rumah bersubsidi juga akan menghindarkan PMI dari jeratan utang. ”Tentu skema rumah bersubsidi bisa dari skema BPJS Ketenagakerjaan atau tabungan perumahan yang seharusnya didedikasikan kelompok miskin, salah satunya pekerja migran,” tambahnya.