JAKARTA, KOMPAS — Melanjutkan amanat Undang-Undang 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK, Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan atau POJK 16/2023 tentang Penyidikan Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan. Dengan keluarnya aturan ini, OJK hendak memperkuat penyidikan kejahatan keuangan.
Dalam keterangannya, Jumat (25/8/2023), Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aman Santosa mengatakan, pihaknya mengeluarkan POJK 16/2023 ini untuk merevisi POJK 22/2015 yang sebelumnya juga mengatur Penyidikan Tindak Pidana Sektor Jasa Keuangan. Keluarnya POJK baru ini merupakan amanat dari UU 4/2023 tentang P2SK.
Aman menjelaskan, dalam POJK baru itu ada penjelasan lebih lengkap soal cakupan tindak pindana sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan itu meliputi perbankan; pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon; perasuransian, lembaga penjaminan, dan dana pensiun; lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro; inovasi teknologi sektor keuangan, aset keuangan digital, dan aset kripto; serta perilaku pelaku usaha jasa keuangan, edukasi, dan perlindungan konsumen.
Selain itu, POJK ini juga mengatur kategori penyidik OJK. Adapun penyidik OJK bersumber dari Polri, pejabat pegawai negeri sipil, dan pegawai tertentu yang diberi kewenangan sebagai penyidik sebagaimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) untuk penyidikan.
Saat menyelesaikan pelanggaran, pihaknya memblokir rekening perusahaan jasa keuangan yang diduga melakukan tindak pindana kejahatan sektor jasa keuangan. Adapun saat tahap penyelidikan pihak yang diduga melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan juga dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Penyelesaian pelanggaran dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada OJK dengan memuat nilai kerugian yang ditimbulkan dan dasar perhitungannya; jumlah korban yang dirugikan dan keterangan lain terkait korban; bentuk penyelesaian kerugian dan jangka waktu penyelesaian; klausul jika kerugian tidak diselesaikan OJK berwenang melanjutkan ke tahap penyidikan; dan upaya perbaikan proses bisnis dan tata kelola.
Sementara untuk tindak lanjut hasil penyidikan, penyidik OJK sesuai kewenangannya menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengutip data Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal sejak 2017 hingga 2022, kerugian masyarakat akibat penipuan entitas investasi ilegal diestimasi mencapai Rp 137,84 triliun
Dari aspek penindakan, sejak 2017 hingga 31 Juli 2023, Satgas telah menghentikan 6.894 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.193 entitas investasi ilegal, 5.450 entitas pinjaman online ilegal, dan 251 entitas gadai ilegal.
Dihubungi terpisah, Minggu (27/8/2023), Ekonom yang juga Direktur Center of Economic and Law Studies (Celio) Bhima Yudhistira mengatakan, dengan dikeluarkannya aturan baru ini, OJK jadi lebih proaktif menyelesaikan berbagai tindak pidana kasus keuangan mulai dari investasi ilegal, entitas pinjaman online/ pinjol ilegal, sampai penanganan penipuan/fraud.
”Selama ini prosesnya lama karena birokrasi cukup panjang harus ke kepolisian, kejaksaan, dan lain-lain. Padahal, masyarakat berpandangan bahwa semua masalah keuangan penyelesaiannya ada di OJK,” ujar Bhima.
Ia menjelaskan, aturan ini membantu penyidikan sehingga menangkap tersangka lebih cepat. Ini penting untuk mencegah perpindahan dan pencucian aset tersangka ke luar negeri. Selain itu, efek jera juga bisa ditingkatkan karena OJK memahami kerugian aksi kejahatan dari sisi keuangan. Hal ini diharapkan bisa memberikan tuntuan hukuman yang lebih berat.
Baca juga: Modus Penipuan yang Terus Berkembang