APEC menyebutkan El Nino bisa memicu kenaikan inflasi kendati tidak akan setinggi tahun lalu. Di Indonesia, kenaikan harga beras diperkirakan bakal mendorong kenaikan inflasi pada Agustus 2023.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko inflasi global dan domestik masih belum berakhir. Kondisi cuaca beserta rentetan dampaknya menjadi pemicu utama. Pemerintah harus benar-benar serius menjaga stabilitas stok dan harga pangan hingga awal tahun depan.
Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) menegaskan, risiko inflasi belum berakhir. El Nino yang parah disertai dengan kekeringan, gelombang panas, banjir, dan kebakaran hutan dapat memengaruhi harga pangan dan energi secara signifikan melalui dua cara.
Pertama, kondisi itu dapat merugikan hasil panen dan meningkatkan permintaan energi karena produksi listrik pembangkit listrik tenaga air lebih rendah. Ini akan mengakibatkan harga komoditas pangan dan bahan bakar global menjadi lebih tinggi.
Kedua, kondisi itu juga berpotensi menyebabkan kerusakan infrastruktur. Jika hal itu terjadi, rantai distribusi akan terganggu, serta harga bahan bangunan dan barang-barang lain yang terdampak menjadi lebih mahal.
Secara historis, El Nino yang parah telah menghambat pertumbuhan ekonomi global (Callahan dan Mankin, 2023). El Nino pada 1982-1983 dan 1997-1998, misalnya, menyebabkan produk domestik bruto (PDB) global berkurang masing-masing sebesar 4,1 triliun dollar AS dan 5,7 triliun dollar AS.
”Meski tingkat inflasi tahun ini diperkirakan lebih rendah dari tahun lalu, tekanan inflasi masih ada. Pengendalian inflasi masih benar-benar diperlukan,” kata peneliti senior Unit Pendukung Kebijakan APEC Rhea Crisologo Hernando dalam laporan bertajuk ”Fragile Recovery and Intertwined Challenges” (APEC Bulletin, 28 Agustus 2023).
APEC memperkirakan, tingkat inflasi di kawasan diperkirakan turun dari 5,9 persen pada 2022 menjadi 4,4 persen pada 2023 dan 2,9 persen pada 2024. Hal itu sejalan dengan inflasi global yang diperkirakan turun dari 8,7 persen pada 2022 menjadi 6,8 persen pada 2023 dan 5,2 persen pada 2024.
Di Indonesia, El Nino diperkirakan terjadi hingga Oktober 2023. Dampaknya sudah terlihat, baik itu terhadap penurunan debit air sumber irigasi, sawah kekurangan air, maupun kenaikan harga gabah dan beras. Musim tanam di sejumlah daerah sentra produksi beras juga diperkirakan mundur.
Meski tingkat inflasi tahun ini diperkirakan lebih rendah dari tahun lalu, tekanan inflasi masih ada. Pengendalian inflasi masih benar-benar diperlukan.
Di sebagian daerah di Kudus dan Demak, Jawa Tengah, sumber irigasi utama dari Waduk Kedungombo baru akan dibuka pada 15 September 2023. Petani yang sudah telanjur tanam padi atau palawija memanfaatkan air yang masih ada di palung-palung sungai.
Operator Pintu Bendung Wilalung Sugeng Hartanto, Selasa (29/8/2023), menuturkan, saluran irigasi dari Bendung Klambu menuju persawahan Kudus dan Demak masih ditutup. Air disimpan untuk kebutuhan bahan baku air minum dan irigasi pada musim tanam I. Irigasi baru dibuka pada 15 September 2023.
”Warga yang menanam palawija dan telanjur menanam padi memanfaatkan air di sejumlah palung Sungai Wulan dan Juwana. Masih ada sedikit air yang mengalir dari Bendung Wilalung ke kedua sungai itu,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Di Sidoarjo, Jawa Timur, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo menyebutkan, luas sawah yang ditanami padi sekitar 15.000 hektar. Umurnya 40-45 hari atau mulai muncul bulir padi. Dari luasan itu, sekitar 1.000 hektar kekurangan air akibat dampak El Nino (Kompas, 24/8/2023).
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa memperkirakan musim tanam I di sejumlah sentra padi di Jawa mundur dari Oktober 2023 ke November bahkan Desember 2023. Harga gabah kering panen di tingkat petani sudah bergerak di kisaran Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram.
Berdasarkan data Panel Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), per 29 Agustus 2023, harga rata-rata nasional harga gabah di tingkat petani Rp 6.060 per kg. Harga tersebut lebih tinggi dari bulan lalu yang mencapai Rp 5.490 per kg dan di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 5.000 per kg.
Kenaikan harga gabah itu berpengaruh terhadap kenaikan harga beras. Harga rata-rata nasional beras medium di tingkat konsumen Rp 12.260 per kg. Harga itu lebih tinggi dari bulan lalu yang mencapai Rp 11.940 per kg dan berada di atas harga eceran tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan pemerintah Rp 10.900 per kg.
Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Irman Faiz memperkirakan, inflasi pada Agustus 2023 diperkirakan sebesar 3,31 persen secara tahunan dan 0,02 persen secara bulanan. Komoditas penyumbang inflasi tersebut adalah beras dan daging ayam.
”Kendati begitu, inflasi pada Agustus 2023 masih tergolong rendah. Penurunan harga bawang merah dan telur ayam akan menahan laju kenaikan inflasi,” ujarnya.
Inflasi pada Agustus 2023 diperkirakan sebesar 3,31 persen secara tahunan dan 0,02 persen secara bulanan. Komoditas penyumbang inflasi tersebut adalah beras dan daging ayam masing-masing sebesar 0,05 persen daging ayam 0,02 persen secara bulanan.
Di sisi lain, lanjut Irman, inflasi inti diperkirakan sedikit naik ke 2,5 persen secara tahunan. Ini tidak terlepas dari beberapa industri manufaktur yang sudah mulai menyesuaikan harga produknya secara terbatas.
Hingga akhir tahun ini, inflasi diperkirakan sebesar 3 persen. Angka itu bisa turun lagi karena dampak kenaikan harga bahan bakar minyak subsidi pada September tahun lalu akan hilang di September tahun ini.
Badan Pusat Statistik mencatat, inflasi pada Juli 2023 sebesar 3,08 persen secara tahunan dan 0,21 persen secara bulanan. Adapun Bank Indonesia menargetkan inflasi pada tahun ini di kisaran 2-4 persen.