Berkurangnya pasokan beras ke pasar dikhawatirkan mendorong harga beras semakin tinggi. Situasi itu berpotensi mendongkrak inflasi lebih tinggi hingga akhir tahun dan menekan daya beli masyarakat.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik mencatat komoditas beras menjadi penyumbang terbesar inflasi Agustus 2023. Kian surutnya area panen serta pasokan beras ke pasar dikhawatirkan mendongkrak harganya semakin tinggi hingga akhir tahun. Pemerintah dinilai perlu mewaspadai tekanan inflasi akibat kenaikan harga beras.
BPS mencatat inflasi sebesar 3,27 persen secara tahunan (yoy) pada Agustus 2023. Inflasi terutama didorong oleh kenaikan harga pada kelompok transportasi dengan andil 1,18 persen serta kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 0,92 persen.
Sementara secara bulanan (mtm), BPS mencatat deflasi 0,02 persen pada Agustus 2023. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau memberi andil deflasi 0,07 persen secara bulanan. Namun, beberapa komoditas justru naik harganya dan menyumbang inflasi. Komoditas beras menjadi sumbangan terbesar, yakni 0,05 persen, diikuti cabai merah, cabai rawit, rokok kretek filter, dan rokok putih, masing-masing menyumbang 0,01 persen.
Adapun beberapa komoditas bahan pangan lain menyumbang deflasi. Komoditas itu antara lain daging ayam ras dengan andil deflasi 0,07 persen; lalu bawang merah 0,05 persen; telur ayam ras 0,02 persen; serta ikan segar dan kacang panjang masing-masing memberi andil 0,01 persen.
Khusus beras, inflasi bulanannya pada Agustus 2023 mencapai 1,43 persen. Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/9/2023), kenaikan harga beras di tingkat eceran mencapai 13,78 persen. “Angka ini merupakan yang tertinggi sejak inflasi tahunan beras pada Oktober 2015 yang sebesar 13,44 persen,” katanya.
Sepanjang Januari-Agustus 2023, beras telah mengalami inflasi sebesar 7,99 persen dengan andil mencapai 0,05 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi secara umum pada periode yang sama, yakni 1,43 persen (tahun kalender/ytd). Dari 90 kota di Indonesia yang dipantau BPS, sebanyak 86 kota mengalami inflasi beras pada periode itu.
Menurut ekonom Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, pemerintah mesti mewaspadai tekanan inflasi beras pada bulan-bulan ke depan karena biasanya produksinya turun menjelang akhir tahun. Apalagi ada dampak fenomena iklim El Nino yang berisiko menekan produksi beras nasional.
“Potensi penurunan produksi beras dapat terjadi bersamaan dengan kenaikan harga makanan di akhir tahun sekaligus peningkatan uang beredar jelang Pemilu 2024. Hal ini bisa menaikkan inflasi secara keseluruhan,” ujarnya.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti berpendapat, jika pasokan beras dalam negeri tidak terjaga di tengah kecenderungan sejumlah negara produsen membatasi ekspornya, inflasi secara umum akan terjadi di tingkat nasional. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memastikan kelancaran distribusi beras sehingga ketersediaannya di pasar dan konsumen tetap terjaga.
Program bantuan
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (NFA) Arief Prasetyo Adi menilai, inflasi beras terjadi di tengah deflasi secara bulanan karena pemerintah menghentikan sementara penyaluran program bantuan pangan ke 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) sepanjang Juli-September 2023. Program ini menyalurkan 10 kilogram (kg) beras per KPM per bulan. Pada periode sebelumnya, secara total pemerintah telah menggelontorkan 641.000 ton beras.
Ke depan, lanjut Arief, penyaluran beras untuk stabilisasi harga dijalankan secara terukur dan mempertimbangkan jumlah stok beras yang dikelola oleh Perum Bulog. Dengan demikian, penyaluran beras dapat tepat pada sasaran.
“Terkait beras impor 400.000 ton yang belum terkontrak (dari total kuota 2 juta ton), saya sudah berkomunikasi dengan Kamboja, Vietnam, dan India. Mereka akan panen sehingga dapat mendorong stok (beras). Tenang saja,” tuturnya saat dihubungi, Jumat.
Arief menambahkan, Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menyetujui pelaksanaan bantuan pangan untuk 21,353 juta KPM pada Oktober-Desember 2023 melalui rapat terbatas terkait inflasi, Kamis (31/8). Selain beras, sebanyak 1,4 juta keluarga berisiko stunting akan mendapatkan daging ayam sebanyak 1 kg dan 10 butir telur setiap bulan pada periode tersebut.
Dalam rapat tersebut, Presiden mengingatkan seluruh pemangku kepentingan untuk mewaspadai potensi lonjakan inflasi pangan akibat El Nino. Fenomena yang melanda dunia ini akan memaksa negara-negara pemasok pangan menghentikan ekspor karena memilih untuk mengamankan pasokan bagi kebutuhan dalam negeri terlebih dulu.
Kekeringan akibat El Nino bisa membuat Indonesia kehilangan produksi beras hingga 1,2 juta ton tahun ini. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR, Rabu (30/8), menyebutkan, El Nino akan menggerus produksi beras nasional. ”Analisis kami, kita akan kehilangan 380.000 ton beras karena El Nino sedang. Kalau El Nino sangat kuat, kita kehilangan 1,2 juta ton beras,” kata Syahrul.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan, inflasi sampai akhir tahun akan terjaga di rentang target 2-4 persen. Ini karena efek rambatan kenaikan harga bahan bakar minyak September tahun lalu terus menyusut.