Kemenparekraf Dorong Masyarakat Gunakan Transportasi Alternatif
Kenaikan harga tiket pesawat berisiko merugikan sektor pariwisata. Hanya di Pulau Jawa, moda transportasi cukup lengkap sehingga bisa menjadi alternatif jika harga tiket pesawat mahal.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf mendorong masyarakat untuk memanfaatkan moda transportasi lain sebagai alternatif harga tiket pesawat yang naik. Harga tiket pesawat naik seiring meningkatnya permintaan. Di sisi lain, maskapai penerbangan juga meminta agar skema tarif batas atas diubah dengan skema mekanisme pasar, yang berpotensi membuat harga tiket pesawat semakin mahal.
Menurut Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf Vinsensius Jemadu, persoalan tarif batas atas jadi tantangan berbagai pihak. Namun, kontribusi penerbangan terhadap pergerakan wisatawan Nusantara hanya 10-15 persen.
Perkembangan jalan tol serta infrastruktur jalan lainnya mendorong wisatawan Nusantara untuk berlibur melalui jalan darat (road trip). Dari catatan Kemenparekraf, 50-55 persen wisatawan Nusantara memanfaatkan moda transportasi darat.
”Kemenparekraf mendorong supaya harga tiket-tiket (pesawat) itu bisa diturunkan. Tapi, kembali lagi, ini masalah supply and demand. Tentu dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga ada solusi lain terkait dengan (permintaan) naiknya harga tiket ini,” tutur Vinsensius di Kemenparekraf, Jakarta, Senin (6/11/2023).
Vinsensius menambahkan, pihaknya akan bekerja sama dengan stakeholder lain supaya bisa memberikan insentif kepada wisatawan. Insentif ini harapannya dapat dinikmati masyarakat yang berlibur dengan kendaraan pribadi dan angkutan laut.
Menanggapi persoalan tersebut, peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sotya Sasongko, berpendapat, untuk wisatawan Nusantara, tiket dirasakan relatif mahal untuk penerbangan antarkota di Indonesia. Alhasil, tren saat ini, anak muda banyak bepergian ke negeri-negeri tetangga. Sebagai contoh, biaya dari Jakarta ke Papua lebih tinggi ketimbang Jakarta ke Malaysia.
”Kalau naik (harga tiket) akan merugikan pariwisata. Indonesia itu adalah negara kepulauan. Jadi, banyak potensi menarik di pulau-pulau kecil sehingga moda transportasi yang paling tepat itu pesawat,” kata Sotya.
Biro perjalanan wisata yang mengemas pola perjalanan antarpulau akan merasa kesulitan. Sebab, pihaknya akan berusaha menekan biaya transportasi untuk dialihkan ke akomodasi, antara lain hotel.
Sejauh ini, Sotya menilai, baru Pulau Jawa yang moda transportasinya dapat bersaing. Masyarakat memiliki banyak pilihan untuk berwisata, mulai dari pesawat, kereta api, hingga kendaraan pribadi. Alasannya, infrastruktur jalan telah memadai.
Jalan tengah
Harga tiket pesawat dianggap berpengaruh terhadap pergerakan wisatawan Nusantara dan wisatawan mancanegara. Aspek ini menjadi salah satu pertimbangan ketika merencanakan libur yang dirancang jauh hari.
”Melihat harga tiket pesawat, ketika harga naik, mereka akan switch ke tujuan atau alternatif lain sehingga mengurungkan niat berwisata lain,” ujar Sotya.
Guna menengahi persoalan tarif batas atas, maskapai penerbangan dapat memanfaatkan musim ramai dan sepi liburan (high and low season). Maskapai bisa menerapkan subsidi silang untuk ”menambal” ketika permintaan rendah, tetapi dapat ”panen” ketika musim libur. Hal ini juga diterapkan pada sektor perhotelan dan persewaan kendaraan.
Sebelumnya, para pemimpin maskapai penerbangan di Indonesia mendorong pemerintah mengkaji tarif batas atas tiket pesawat. Harganya tak berubah sejak 2019, padahal komponen-komponen pesawat hampir seluruhnya dibayarkan dengan dollar AS yang nilainya telah berubah seiring berjalannya waktu.
Mereka berharap agar pemerintah, dalam hal ini Kemenhub, mengembalikan pada mekanisme pasar. Penentuan harga dalam skema ini berdasarkan permintaan dan penawaran yang telah dilakukan di sejumlah negara. Harga akan meningkat ketika permintaan naik, begitu pula sebaliknya.
CEO PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra mengatakan, pihaknya ingin memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih moda transportasi. Apabila tak mampu menggunakan pesawat, masyarakat dapat memanfaatkan transportasi lain.
”Menjalankan bisnis penerbangan ini mahal. Avtur mahal, sewa pesawat mahal, gaji karyawan mahal,” katanya.