Jelang Libur Akhir Tahun, Standar Keamanan Pusat Rekreasi Perlu Perhatian
Dalam kasus kecelakaan di tempat wisata, pengelola tak serta-merta menjadi satu-satunya pihak yang bersalah. Pengelola mungkin tak tahu terkait kelaikan studi yang wajib dilakukan.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang libur akhir tahun, pemerintah dan pengelola tempat wisata dituntut melakukan studi kelayakan di tempat-tempat wisata. Studi kelayakan itu menyangkut keamanan, keselamatan, dan kesehatan demi kenyamanan wisatawan. Selain itu, dibutuhkan prosedur standar operasional atau SOP yang memadai guna mencegah kecelakaan di tempat-tempat wisata.
Dalam kasus kecelakaan di tempat wisata, pengelola tak serta-merta menjadi satu-satunya pihak yang bersalah. Pengelola mungkin saja tak tahu terkait kelaikan studi yang wajib dilakukan. Padahal, keamanan dan keselamatan obyek wisata perlu diuji berkali-kali.
”Ini tanggung jawab kita semua. Pengelola kena (dampak) juga karena ketidakpahaman. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat mestinya memberi penjelasan teknis (SOP yang memadai). Aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan harus jadi perhatian,” ujar Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azhari saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Menurut Azril, pariwisata merupakan ilmu ilmiah, bukan ilmu sosial dan humaniora. Sektor ini masuk dalam rumpun profesi dan terapan sains. Oleh karena itu, sudah semestinya faktor keamanan, keselamatan, dan kesehatan menjadi prasyarat pada semua destinasi wisata yang ada. Segala sesuatunya perlu dikaji secara ilmiah.
Apalagi, kata Azril, setelah pemerintah mencabut status pandemi, antusiasme masyarakat untuk berwisata melonjak. Faktor-faktor penting, termasuk aspek keselamatan di lokasi wisata, tak bisa diabaikan oleh pengelola obyek wisata maupun pemerintah setempat.
Hal itu turut menjadi perhatian Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Vinsensius Jemadu. Ia mengatakan, usai pandemi Covid-19 dinyatakan selesai, seluruh masyarakat ingin berwisata dan menikmati berbagai hiburan. Tak jarang, situasi tersebut membuat aspek keselamatan terabaikan.
Tiap tahun, Kemenparekraf menerbitkan surat edaran kepada seluruh kepala dinas pariwisata di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Surat itu memerintahkan agar mereka mengecek dan mengaudit prinsip-prinsip keamanan dan keselamatan di obyek-obyek wisaya yang ada di lokasi masing-masing.
”Jauh-jauh hari mereka sudah lakukan pengecekan, audit, sehingga kalau ada yang masih diperbaiki atau tak layak, tak direkomendasikan untuk dikunjungi publik,” kata Vinsensius.
Pengawasan dan koordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya dinas pariwisata, terus dilakukan. Untuk kerja sama audit, Kemenparekraf menggandeng Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) guna mengecek keamanan dan keselamatan dari seluruh alat dalam obyek wisata terkait kelaikannya.
Kompas telah berupaya menghubungi PUTRI untuk mendapat penjelasan lebih jauh terkait kerja sama dengan Kemenparekraf. Namun, hingga Selasa malam, pihak PUTRI belum memberikan konfirmasi dan menjelaskan terkait audit yang dilakukan bersama pemerintah tersebut.
Sebelumnya, seorang wisatawan, FA (49), tewas di The Geong, sekitar Hutan Pinus Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Oktober lalu. Ia terjatuh dari ketinggian sekitar 15 meter akibat jembatan kaca yang dipijak pecah.
Dalam peristiwa itu, seorang wisatawan lain, A (41), jatuh bersamaan sehingga harus dirawat di rumah sakit. Sementara dua orang lainnya berpegangan pada pengaman jembatan (Kompas.id, 25/10/2023).
Kecelakaan itu menambah panjang daftar kecelakaan yang terjadi di kawasan pariwisata. Berdasarkan arsip Kompas, dalam lima tahun terakhir, sedikitnya ada 19 kecelakaan terjadi yang memakan korban jiwa dan luka-luka. Angka itu belum termasuk dengan kecelakaan-kecelakaan yang menimpa di perjalanan untuk berwisata.
Belasan kecelakaan ini terjadi pada seluruh jenis obyek wisata, baik darat maupun air, di berbagai tempat di Indonesia. Mayoritas terseret dan tenggelam di danau dan laut, sedangkan sisanya terjadi karena fasilitas wisata yang tak aman, antara lain seluncuran yang ambrol.