Gagal Paham Teknologi Finansial, 14 Pengaduan per Hari Publik Meluncur ke OJK
Sampai dengan Oktober 2023, 4.390 pengaduan masyarakat terkait teknologi finansial meluncur ke OJK. Banyak orang merasa tertipu karena tidak paham teknologi finansial.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
Tingkat literasi dan inklusi keuangan menjadi tantangan bagi industri teknologi finansial di tengah laju pertumbuhan ekosistem digital. Peningkatan literasi penting untuk diprioritaskan agar inovasi produk dapat diadopsi oleh masyarakat.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, indeks inklusi keuangan tercatat sebesar 85,10 persen atau hampir dua kali lipat indeks literasi keuangan sebesar 49,68 persen. Sebaliknya, secara sektoral, inklusi keuangan industri teknologi finansial hanya sebesar 2,56 persen atau lima kali lipat dibandingkan tingkat literasinya sebesar 10,9 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi mengatakan, ekosistem industri teknologi finansial menghadapi tantangan berupa keterbatasan tingkat literasi dan inklusi terhadap penggunaan produk digital. Kendati setiap tahunnya menjadi lebih baik, peningkatan literasi dan inklusi keuangan itu tidak signifikan.
"Ada gap yang jelas antara inklusi keuangan dengan literasi keuangan. Inklusinya selalu lebih tinggi dari literasi, sehingga ini yang menjadi latar belakang banyaknya komplain dari masyarakat yang merasa tertipu. Betul, mereka belum paham, tapi sudah menggunakan jasanya," katanya dalam Launching Bulan Fintech Nasional (BFN) dan Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2023, di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
BFN merupakan acara tahunan yang dibuka dengan Hari Fintech Nasional pada 11 November hingga 12 Desember. Adapun puncak gelaran tersebut diisi dengan rangkaian acara IFSE ke-5, di The Kasablanka Hall, Mall Kota Kasablanka, Jakarta, 23–24 November 2023.
Hasan menyebut, peningkatan literasi dan inklusi keuangan digital pada 2022 hanya sebatas 5 persen. Dengan adanya rangkaian kegiatan BFN tersebut, tingkat literasi dan inklusi keuangan diharapkan dapat semakin meningkat.
Rendahnya tingkat literasi tersebut salah satunya ditunjukkan dalam data pengaduan masyarakat yang diterima oleh OJK sejak awal 2023 hingga 20 Oktober 2023. Jumlah aduan masyarakat terkait teknologi finansial tercatat sebanyak 4.390 pengaduan atau rata-rata 14 pengaduan per hari. Dari total 18.010 pengaduan pada seluruh sektor keuangan, sekitar 2.300 kasus di antaranya sedang dalam proses penyelesaian.
Data OJK juga mencatat, saldo pinjaman daring sebesar Rp 55,7 triliun.
Di sisi lain, ekonomi digital Indonesia tengah bertumbuh cukup pesat. Hal ini salah satunya tampak melalui Laporan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Triwulan III-2023 yang mencatatkan nilai transaksi uang elektronik sebesar Rp 116,54 triliun dan transaksi QRIS mencapai Rp 56,92 triliun.
Data OJK juga mencatat, saldo pinjaman daring sebesar Rp 55,7 triliun. Ini berarti bahwa saldo pinjaman daring tumbuh 14,28 persen secara tahunan per September 2023.
Menurut Hasan, berbagai manfaat dari kehadiran teknologi finansial tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Dengan demikian, industri teknologi finansial masih memiliki prospek yang baik di masa mendatang.
"Di tengah tren global yang saat ini dikenal dengan istilah tech winter, mungkin dampaknya tidak terlalu besar di Indonesia. Kendati minat investor asing dan dana murah semakin berkurang, perkembangan investasi ke fintech masih menunjukkan tren kenaikan," lanjutnya.
Berdasarkan Laporan SEA e-Conomy 2022 oleh Temasek, Google, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital Indonesia tercatat sebesar 77 miliar dollar AS pada 2022. Angkanya diperkirakan akan mencapai 130 miliar dollar AS pada 2025.
Selain itu, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) melalui Annual Members Survey 2022/2023 menyebut, perusahaan teknologi finansial di Indonesia telah mengumpulkan investasi lebih dari 8,9 miliar dollar AS melalui 194 kesepakatan pada periode 2018 sampai dengan triwulan III-2022.
Pada 2022, investasi fintech di Indonesia mencapai 1,4 miliar dollar AS melalui 41 kesepakatan. Sebanyak 43 persen di antaranya ditanamkan pada subsektor pembayaran.
Ketua Umum Aftech, Pandu Sjahrir, menyampaikan, di tengah situasi global yang penuh dengan ketidakpastian, fenomena tech winter, dan memasuki tahun politik 2024, berdampak terhadap industri teknologi finansial. Kendati demikian, pihaknya lebih berfokus pada aspek tata kelola dan menjaga pertumbuhan industri.
"Pekerjaan selama 12 bulan ke depan, bukan hanya menjaga pertumbuhan dan aspek tata kelola, melainkan juga dari sisi edukasi terkait perlindungan konsumen. Kami juga akan tetap berupaya agar para pelaku industri ini dapat tetap bertahan," tuturnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Ronald Yusuf Wijaya, menambahkan, masih banyak masyarakat yang belum memahami platform teknologi finansial. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bersama para pemangku kepentingan untuk mendorong tingkat inklusi sembari turut memberikan edukasi kepada masyarakat.
"Asosiasi akan mendorong kolaborasi antara para pemangku kepentingan dengan ekosistem. Namun, langkah pertama yang paling penting dilakukan adalah literasi karena begitu masyarakat mampu mengadopsi platform, kolaborasi baru bisa dilakukan. Kalau langsung ke kolaborasi, semua orang akan bingung," imbuhnya.