Integrasi Pelabuhan Diperlukan untuk Optimalkan Sektor Maritim
Pengembangan pelabuhan di Indonesia memerlukan terobosan dengan mengintegrasikan pelabuhan.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar serta jalur perdagangan dan transportasi dunia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dalam pengembangan sektor kemaritiman. Posisi strategis Indonesia dalam rute perdagangan dunia belum dipandang sebagai potensi besar yang perlu digarap serius.
Bank Dunia telah menyebutkan perdagangan dunia penting bagi pertumbuhan dan penggerak ekonomi Indonesia. Pengembangan pelabuhan merupakan salah satu sumber kemajuan ekonomi dan masa depan sektor maritim.
Pemerhati kepelabuhanan, Kemal Heryandri, mengemukakan, Selat Malaka merupakan satu dari tujuh rute perdagangan tersibuk di dunia. Namun, letak strategis Indonesia dalam rute perdagangan dunia itu belum dioptimalkan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dalam pengembangan pelabuhan hub berskala internasional.
Indeks Kinerja Pelabuhan Kontainer yang dirilis Bank Dunia pada 2022 mencatat peringkat pelabuhan-pelabuhan di Indonesia masih di bawah Thailand, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) menempati peringkat 97, Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang) peringkat 132, Pelabuhan Belawan (Medan) peringkat 214, dan Pelabuhan Tanjung Priok (DKI Jakarta) di peringkat 281. Indeks ini di bawah Singapura yang menduduki peringkat 18, Port Klang peringkat 36, dan Pelabuhan Saigon (Vietnam) di peringkat 124.
”Ini menyedihkan, pelabuhan di Indonesia kalah dengan negara-negara tetangga. Indonesia belum menggunakan potensi karena masih melihat ke dalam,” ujar Kemal, dalam Seminar Nasional Kepelabuhanan ”Tata Kelola Kepelabuhanan Nasional untuk Kejayaan Maritim,” secara hibrida, Senin (13/11/2023).
Baca Juga: Pengoptimalan Sektor Kemaritiman dalam RPJPN 2025-2045 Perlu Evaluasi
Upaya serius menggarap pelabuhan dan kompetensi logistik dinilai penting di tengah ketatnya persaingan antarpelabuhan dalam memanfaatkan jalur perdagangan dunia. Malaysia dan Singapura kini tengah berkompetisi dalam mengembangkan pelabuhan besar dunia.
Singapura tengah membangun Pelabuhan Tuas di area reklamasi sepanjang 16 kilometer dengan luas 1.300 hektar, di sebelah barat pelabuhan Batu Ampar, Batam. Megapelabuhan senilai 20 miliar dollar AS itu dibangun dalam empat tahap dan direncanakan menyaingi Pelabuhan Shanghai di China sebagai pelabuhan terbesar dunia, serta target mencapai emisi nol pada 2050.
Adapun Malaysia mencanangkan menjadi raksasa maritim dunia dengan memperluas pelabuhan-pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Pelepas akan dikembangkan dua kali lebih besar dengan daya tampung 30 juta TEUs pada 2030, sedangkan Otoritas Port Klang membangun terminal baru di Pulau Carey seluas 100 kilometer persegi yang akan mampu menangani 30 juta TEUs kontainer kargo per tahun.
Integrasi pelabuhan
Kemal menilai visi Indonesia sebagai poros maritim dunia dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 membutuhkan sejumlah langkah konkret. Di antaranya, mengintegrasikan pelabuhan untuk mengoptimalkan dan memfasilitasi sumber daya perikanan, sumber daya mineral, dan wisata maritim. Pengaturan kembali jaringan pelabuhan nasional diperlukan agar lebih efektif.
Pelabuhan dinilai harus terintegrasi dengan sumber daya maritim sehingga setiap sumber daya dan angkutan yang dibutuhkan tidak harus membangun pelabuhan sendiri-sendiri. Di antaranya, integrasi pelabuhan umum dengan pelabuhan perikanan, pelabuhan umum bulk terintegrasi pertambangan mineral, pelabuhan umum dengan pelabuhan wisata maritim, atau pelabuhan umum dengan pelabuhan penyeberangan.
”Indonesia tidak perlu terus menghabiskan energi untuk membangun pelabuhan. Lebih baik integrasikan pelabuhan guna mengoptimalkan potensi,” kata Kemal.
Hal senada diungkapkan Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University Yonvitner. Program jangka panjang pembangunan maritim perlu dipastikan terselenggara sampai tahun 2045. Indonesia harus menjadi bagian dari mekanisme jalur global. Integrasi pelabuhan dinilai akan menjadi kekuatan ekonomi.
Ia mencontohkan, Pelabuhan Xiamen, China, mengintregasikan zona pelabuhan umum dan pelabuhan perikanan menjadi sebuah sektor ekonomi terpadu untuk menggarap Jalur Sutera. Konektivitas terbangun, antara lain setiap kapal memiliki akses langsung dalam sumber daya dan informasi.
”Indonesia harus mengisi kepelabuhanan dengan sektor ekonomi yang menunjang pembangunan nasional, mulai dari desain pembangunan, infrastruktur, hingga sumber daya manusia. Seluruh informasi yang berbasis kepelabuhanan harus disiapkan dengan baik,” katanya.
Baca Juga: Ekonomi Maritim Berkelanjutan Perlu Dioptimalkan
Guru Besar Bidang Ekonomi Kelautan IPB University Tridoyo Kusumastanto mengemukakan, aktivitas pelabuhan selama ini didominasi tanker minyak dan kapal kargo curah yang berdampak pada perencanaan dan pengelolaan pelabuhan. Aspek pengelolaan pelabuhan menjadi unsur penentu keberhasilan membangun maritim. Persoalannya, pembangunan ekonomi antarwilayah barat dan timur tidak merata.
”Perkembangan regional ekonomi yang terhubung dengan internasional ekonomi perlu dilakukan. Produk-produk kualitas terbaik dan perdagangan komoditas internasional akan menjadi pendorong pergerakan pelabuhan,” kata Tridoyo.
Di sektor perikanan, infrastruktur pelabuhan, rantai dingin, dan sentra-sentra produksi sudah ada, tetapi belum terkelola dengan baik. Sementara itu, prinsip pembangunan tol laut dinilai tidak akan optimal karena mengandalkan subsidi pemerintah. Perkembangan industri yang merata dan ekonomi daerah akan mendorong pertumbuhan rute-rute kapal, pelabuhan lebih efisien, dan produk bersaing.
Direktur Kepelabuhanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tri Aris Wibowo mengungkapkan, sebaran pelabuhan perikanan belum merata. Di tempat-tempat yang sumber daya ikannya banyak justru kekurangan pelabuhan, seperti di wilayah timur Indonesia. Kondisi fasilitas pelabuhan perikanan juga masih belum memadai, terutama pelabuhan milik pemerintah daerah. Selain itu, kapasitas sumber daya manusia belum merata, serta fasilitas perikanan yang belum memenuhi standar internasional dan untuk ekspor.
”Upaya kerja sama terus dilakukan dengan pihak ketiga atau swasta untuk fungsi pengusahaan pelabuhan perikanan,” katanya.
Ia menambahkan, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur antara lain memerlukan pelabuhan pangkalan. Terdata 298 pelabuhan pangkalan, termasuk di dalamnya pelabuhan umum. ”Kami harus mendapatkan izin dari Kementerian Perhubungan untuk pelabuhan umum. Saat ini sedang dibicarakan dan dibahas,” ujarnya.