Kementan : Alokasi Pupuk Bersubsidi 2024 di Bawah Kebutuhan
Dana subsidi pupuk pada 2024 dianggarkan Rp 26,68 triliun. Dengan dana itu, alokasi pupuk bersubsidi yang disalurkan, yakni urea dan NPK, sebanyak 4,8 juta ton dari total kebutuhan 10,7 juta ton.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pupuk bersubsidi merupakan bagian penting dari upaya peningkatan produksi pangan nasional. Namun, sejumlah masalah klasik masih terus membayangi. Persoalan itu antara lain alokasi pupuk bersubsidi, terutama pada 2024, masih jauh di bawah kebutuhan; dan serapan pupuk bersubsidi masih rendah lantaran sejumlah hambatan.
Hal itu mengemuka dalam webinar bertajuk “Transformasi Kebijakan Pupuk Bersubsidi” yang digelar Sinar Tani di Jakarta, Rabu (6/12/2023). Pembicara dalam webinar itu antara lain Koordinator Pupuk Subsidi Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) Yanti Erma, Asisten Pemeriksa Utama III Ombudsman RI Miftah Firdaus, dan Senior Vice President Umum dan TJSL PT Pupuk Indonesia (Persero) Yana Nurahmad Haerudin.
Yanti Erma mengatakan, dana subsidi pupuk pada 2024 dianggarkan Rp 26,68 triliun. Dengan dana itu, alokasi pupuk bersubsidi yang disalurkan hanya sebanyak 4,8 juta ton. Padahal kebutuhan pupuk urea dan NPK bersubsidi sebanyak 10,7 juta ton.
Dengan dana itu, alokasi pupuk bersubsidi yang disalurkan hanya sebanyak 4,8 juta ton. Padahal kebutuhan pupuk urea dan NPK bersubsidi sebanyak 10,7 juta ton.
“Artinya, kalau merujuk pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), pupuk bersubsidi yang bakal diterima petani tidak sampai separuhnya,” ujarnya.
Yanti mengaku telah mengusulkan alokasi pupuk bersubsidi sebanyak 4,8 juta ton tersebut kepada Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Namun, Amran menolak usulan itu karena jumlahnya terlalu sedikit dan memintanya menghimpun kembali data RDKK 2024 untuk mengetahui kebutuhan riil petani.
Per 5 Desember 2023, Kementan telah menutup pengajuan RDKK meskipun hampir semua provinsi mengajukan perpanjangan masa pengusulan. RDKK itu masih perlu penyelarasan kembali dan harus mendapatkan surat keputusan kepala daerah kabupaten/kota per akhir Desember 2023. Penyaluran pupuk bersubsdi pada tahun depan akan dimulai per Januari.
Anggaran susut
Dalam empat tahun terakhir, anggaran subsidi pupuk terus menyusut. Pada 2019 dan 2020, anggaran subsidi pupuk dialokasikan masing-masing Rp 34,31 triliun dan Rp 34,23 triliun. Kemudian pada 2021, 2022, dan 2023, anggaran itu turun masing-masing menjadi Rp 29,1 triliun, Rp 25,3 triliun, dan Rp 24 triliun. Baru pada 2024, pemerintah menaikkan anggaran subsidi pupuk menjadi Rp 26,68 triliun.
Alokasi pupuk bersubsidi juga semakin menjauh dari kebutuhan pupuk dalam RDKK yang rerata sekitar 25 juta ton per tahun. Pada 2022 dan 2023, misalnya, alokasi pupuk subsidi yang ditetapkan pemerintah masing-masing sebanyak 7,7 juta ton dan 7,8 juta ton.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Pemeriksa Utama III Ombudsman Miftah Firdaus menuturkan, penyerapan pupuk bersubsidi pada tahun ini masih rendah. Dari hasil uji petik Ombudsman di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur, penyerapan pupuk bersubsidi hingga Oktober 2023 masih di bawah 60 persen.
Hal itu terkonfirmasi juga dari data PT Pupuk Indonesia (Persero) dan Kementan. Data PT Pupuk Indonesia menyebutkan, per awal Oktober 2023, terdapat 22 provinsi yang serapan pupuk bersubsidinya masih rendah. Salah satunya adalah Banten, yakni di bawah 35 persen.
Adapun berdasarkan data Kementan per 6 Oktober 2023, terdapat 4,3 juta petani yang terdaftar dalam e-Alokasi belum atau tidak dapat menyerap pupuk bersubsidi. Disebutkan pula, terdapat 15 provinsi dengan persentase di atas 40 persen yang petaninya belum atau tidak bisa menyerap pupuk bersubsidi.
“Hal ini mengindikasikan ada persoalan dalam penyaluran atau mekanisme penebusan pupuk bersubsidi,” katanya.
Dari hasil uji petik Ombudsman di sejumlah daerah, lanjut Miftah, ada sekitar sembilan permasalahan di luar anomali iklim. Beberapa di antaranya adalah kios pupuk menerapkan mekanisme penebusan tunggal hanya menggunakan kartu tani.
Permasalah lain misalnya adalah gangguan teknis mesin EDC yang tidak segera ditangani dan gangguan jaringan internet. Ada pula data petani yang tidak sesuai e-Alokasi dan petani yang belum memiliki kartu tani.
Transformasi
Untuk mengatasi beragam persoalan itu, pemerintah dan badan usaha milik negara berupaya mentransformasi subsidi pupuk. Hal itu mulai dari pengintegrasian data penerima dan pendistribusian pupuk, penggantian subsidi dari subsidi barang (pupuk) menjadi subsidi langsung ke orang (petani), hingga penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) untuk menebus pupuk.
Yana Nurahmad Haerudin menuturkan, sejak tiga bulan lalu, Pupuk Indonesia menguji coba aplikasi i-Pubers (integrasi pupuk bersubsidi) atau aplikasi yang mengintegrasikan aplikasi t-Pubers dan e-Alokasi milik Kementan dengan aplikasi Rekan milik perseroan. Dengan begitu, data penerima, penyaluran, dan stok pupuk bersubsidi bisa diketahui dalam satu sistem, sehingga dapat mempermudah pengawasan dan kontrol stok.
Uji coba itu dilakukan di 3.140 kios dan 136 distributor yang merepresentasikan sekitar 12 persen total kios dan distributor pupuk bersubsidi di Indonesia. Kios-kios tersebut tersebar di Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.
Yana mengakui muncul sejumlah kendala selama proses uji coba itu. Di Bangka Belitung, misalnya, dari 79 kios yang diuji coba, 13 kios di antaranya kerap mengalami gangguan transaksi penebusan karena sinyal tidak stabil dan 15 kios sering mengalami pemadaman listrik.
Pupuk Indonesia juga telah memetakan sebagian kios pupuk yang tersebar di seluruh Indonesia yang tidak memiliki sinyal (blank spot). Dari total 26.400 kios, sebanyak 819 kios berada di titik yang tidak memiliki sinyal.
“Untuk mengatasi masalah-masalah itu, kami mengambil sejumlah langkah, yakni membolehkan penyaluran pupuk bersubsidi di luar titik kios dan memperkuat sinyal,” katanya.
Selain digitalisasi penyaluran pupuk bersubsidi, saat ini, pemerintah tengah merancang perubahan kebijakan subsidi pupuk menjadi kebijakan bantuan pupuk langsung (BLP) kepada petani. Dengan skema BLP, pemberian subsidi menjadi berubah dari subsidi barang (pupuk) ke subsidi langsung ke petani.
Petani akan menerima bantuan uang yang akan ditransfer ke dompet elektronik sesuai nomor induk kependudukan (NIK). Uang elektronik itu hanya dapat digunakan untuk membeli pupuk dan tidak dapat digunakan untuk keperluan yang lain. Dengan begitu, harga pupuk akan sesuai dengan harga pasar atau tidak ada lagi harga pupuk khusus subsidi.
Akses petani terhadap pupuk bersubsidi akan dipermudah, yakni tidak hanya menggunakan kartu tani, tetapi juga dengan KTP.
Di tengah pematangan skema BLP itu, Kementan bergerak cepat untuk merevisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Salah satu revisi itu terkait penggunaan KTP untuk menebus pupuk bersubsidi.
Amran mengatakan, memasuki musim tanam I di sejumlah daerah pada akhir tahun ini, ketersediaan pupuk sangat krusial bagi para petani. Oleh karena itu, akses petani terhadap pupuk bersubsidi akan dipermudah, yakni tidak hanya menggunakan kartu tani, tetapi juga dengan KTP.
“Saya akan gerak cepat mengubah Permentan Nomor 10/2022. Saya pastikan petani juga bisa menebus pupuk dengan menggunakan KTP,” katanya melalui siaran pers di Jakarta.