Harga Gula Bisa Tembus Rp 18.000-Rp 20.000 Per Kilogram pada 2024
Stok gula konsumsi pada Januari hingga April 2024 berpotensi krisis. Ujung-ujungnya, harga gula akan naik, diperkirakan bisa mencapai Rp 18.000-Rp 20.000 per kilogram.
JAKARTA, KOMPAS — Asosisi Gula Indonesia memperkirakan harga gula kristal putih atau konsumsi pada 2024 bisa mencapai Rp 18.000-Rp 20.000 per kilogram. Hal itu disebabkan oleh penurunan produksi gula nasional dan faktor musiman yang mendongkrak permintaan.
Tenaga Ahli Asosisi Gula Indonesia (AGI) Yadi Yusriyadi, Sabtu (9/12/2023), mengatakan, angka sementara produksi gula nasional pada 2023 sebanyak 2,27 juta ton. Produksi gula itu turun dibandingkan pada 2022 yang sebanyak 2,39 juta ton.
Penurunan produkasi gula itu terutama disebabkan kekeringan akibat El Nino. Dampak El Nino tersebut juga akan memengaruhi produksi tebu dan gula pada 2024.
Pascapanen, lanjut Yadi, banyak tanaman tebu keprasan yang mengering atau tumbuh pendek atau tidak normal. Tebu keprasan yang sudah mengering tidak bisa tumbuh lagi sehingga petani harus mengganti dengan tanaman baru.
Hal itu akan berpengaruh pada penurunan produksi tebu karena biasanya produksi tebu keprasan lebih tinggi dari tebu yang baru ditanam ulang. Sementara tebu keprasan yang tumbuh tidak normal juga akan menurunkan produksi.
”Jadi, ada gangguan pada fase pertumbuhan vegetatif tebu karena kekurangan air. Apalagi, di sejumlah daerah penghasil tebu, terutama Jawa Timur, curah hujan pada Desember ini masih di bawah normal,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta.
Angka sementara produksi gula nasional pada 2023 sebanyak 2,27 juta ton. Produksi gula itu turun dibandingkan pada 2022 yang sebanyak 2,39 juta ton.
Mempertimbangkan faktor itu dan luas lahan tebu yang masih sama dengan tahun lalu, Yadi memperkirakan produksi gula dan tebu tahun depan akan turun. Produksi tebu pada 2024 diperkirakan 27-28 juta ton dan gula 2 juta ton.
Menurut Yadi, penurunan produksi tahun ini akan berpengaruh pada stok gula pada awal 2024. Pemerintah memperkirakan sisa stok gula pada 2023 yang dijadikan stok awal 2024 (carry over) sebanyak 1,6 juta ton, sedangkan AGI memproyeksikan hanya di 800.000-900.000 ton.
Di sisi lain, permintaan gula pada tahun depan akan meningkat akibat faktor musiman, yakni Pemilihan Umum 2024 dan Ramadhan-Lebaran. Padahal, musim giling tebu tahun depan baru akan dimulai pada Mei.
”Stok gula konsumsi pada Januari hingga April 2024 berpotensi mengalami krisis. Ujung-ujungnya, harga gula akan semakin naik tinggi, diperkirakan bisa mencapai Rp 18.000-Rp 20.000 per kg,” katanya.
Stok gula konsumsi pada Januari hingga April 2024 berpotensi mengalami krisis. Ujung-ujungnya, harga gula akan semakin naik tinggi, diperkirakan bisa mencapai Rp 18.000-Rp 20.000 per kg.
Baca Juga: Harga Gula Melambung
Satu-satunya jalan, lanjut Yadi, pemerintah perlu menambah stok gula melalui impor yang terukur. Namun, upaya mendatangkan gula dari negara lain juga tak mudah.
Selain ada negara produsen yang menerapkan restriksi ekspor gula, seperti India, harga gula dunia diperkirakan masih tinggi. Hal itu lantaran produksi gula di sejumlah negara produsen gula terbesar dunia, yakni India dan Thailand, juga turun.
Berdasarkan data Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional, per 9 Desember 2023, harga rata-rata nasional gula konsumsi Rp 17.280 per kg. Harga gula tertinggi berada di Papua dan Maluku masing-masing Rp 20.360 per kg dan Rp 18.790 per kg.
Harga komoditas tersebut naik 17,36 persen secara tahunan. Harga gula tersebut jauh di atas harga acuan penjualan (HAP) gula konsumsi di tingkat konsumen yang Rp 16.000 per kg. Khusus di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan daerah tertinggal, terdepan, terpencil, dan perbatasan (3TP), harganya dipatok Rp 17.000 per kg.
Pemerintah menaikkan HAP itu per Oktober 2023 dari HAP sebelumnya yang sebesar Rp 14.500 per kg dan Rp 15.500 per kg yang ditetapkan pada Agustus 2023. Koreksi ke atas HAP gula di tingkat konsumen itu mempertimbangkan kenaikan harga gula dunia.
Baca Juga: Badan Pangan Nasional Resmi Atur Harga Acuan Baru Gula Konsumsi
Harga gula dunia
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, indeks harga gula dunia meningkat di tengah tren penurunan indeks harga pangan dunia. Kenaikan harga gula tersebut akan menghambat impor gula yang tengah dilakukan Indonesia guna meredam kenaikan harga gula di dalam negeri.
FAO pada Jumat (8/12/2023), di Roma, Italia, merilis Indeks Harga Pangan pada November 2023 sebesar 120,4. Indeks tersebut tidak berubah secara bulanan dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan indeks pada November 2022 yang mencapai 134,7.
Namun, di tengah penurunan Indeks Harga Pangan itu, indeks harga gula justru naik sebesar 1,4 persen secara bulanan dan 41,4 persen secara tahunan menjadi 161,4. FAO menyebutkan, kenaikan harga gula pada November 2023 disebabkan meningkatnya kekhawatiran terhadap ketersediaan gula yang diekspor.
Di tengah penurunan Indeks Harga Pangan itu, indeks harga gula justru naik sebesar 1,4 persen secara bulanan dan 41,4 persen secara tahunan menjadi 161,4.
Dua eksportir utama gula, yakni Thailand dan India, tengah mengalami penurunan produksi gula akibat kekeringan yang dipicu El Nino. Selain itu, kenaikan harga gula dunia juga dipengaruhi keterlambatan pengiriman dari Brasil dan penguatan nilai tukar real Brasil terhadap dollar AS.
Namun, kuatnya laju produksi gula di Brasil dapat menekan harga gula dunia tidak melonjak terlalu tinggi. Di samping itu, laju kenaikan harga gula juga dapat ditekan lantaran harga minyak mentah dunia relatif rendah. Hal itu membuat sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang energi baru terbarukan, termasuk di Brasil, mengalihkan sebagian besar produksi etanol ke gula.
Baca Juga: Mewaspadai ”Sugarflation”
Datagro, perusahaan konsultan pertanian Brasil, memperkirakan produksi gula di Brasil akan meningkat sepanjang dua musim panen, yakni pada 2023/2024 dan 2024/2025. Produksi gula di Brasil pada 2023/2024 diperkirakan sebanyak 40,3 juta ton, sedangkan pada 2024/2025 sedikit meningkat menjadi 40,9 juta ton.
Direktur Datagro Guilherme Nastari mengatakan, kenaikan produksi gula di Brasil tersebut disebabkan oleh harga minyak mentah yang relatif rendah dan harga gula lebih tinggi dibandingkan dengan harga etanol. Hal itu membuat pabrik-pabrik gula yang juga memproduksi entanol lebih memilih memproduksi gula ketimbang etanol.
Datagro memperkirakan alokasi tebu untuk gula pada 2023/2024 sebanyak 51,8 persen dari total produksi tebu nasional. Pada 2024/2025, alokasi tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 51,8 persen.
Meskipun begitu, lanjut Nastari, pada tahun ini intensitas hujan yang cukup tinggi di Brasil bakal menghambat produksi gula. Hal itu lantaran panen sekitar 25-30 juta ton tebu akan ditunda musim depan.
”Kondisi itu tetap akan meningkatkan produksi gula Brasil. Namun, kendati produksi gula Brasil naik, pasar gula dunia tetap akan mengalami defisit karena produksi gula di India dan Thailand turun,” katanya.
Asosiasi Pabrik Gula India (ISMA) memperkirakan produksi gula India pada 2023/24 turun 3,4 persen secara tahunan menjadi 31,68 juta ton. Adapun Thai Sugar Millers Corp memproyeksikan produksi gula Thailand pada 2023/24 akan turun 18 persen secara tahunan menjadi 9 juta ton. (REUTERS)
Baca Juga: APTRI: Pemerintah Perlu Miliki Cadangan Gula