Kurangi Tabungan, Masyarakat Gandrungi Obligasi Negara di 2023
Peminat obligasi negara alami kenaikan paling tinggi dibandingkan investasi aset keuangan lainnya.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat pada 2023 semakin berminat berinvestasi di obligasi pemerintah. Peminat obligasi ini memang mengalami kenaikan paling tinggi dibandingkan dengan investasi aset keuangan lainnya. Kebanyakan investor adalah kelompok tabungan menengah.
Pertumbuhan dana simpanan nasabah bank yang terbaca dalam data dana pihak ketiga (DPK) dalam dua bulan terakhir terus menurun. Bank Indonesia mencatat, total dana masyarakat di bank hanya naik 3,04 persen secara tahunan pada November, turun dari 3,9 persen pada Oktober 2023. Pertumbuhan itu hampir hanya sepertiga dibandingkan dengan 8,08 persen pada November 2022 dan 9,01 persen pada Desember 2022.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, pada acara Outlook Perekonomian Indonesia 2024 oleh Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta, Jumat (22/12/2023), mengatakan, lonjakan kenaikan DPK pada tahun lalu adalah anomali karena kebangkitan ekonomi pascapandemi. Angka DPK tahun ini justru disebut mendekati tren sebelum pandemi.
Meski demikian, ia melihat, saat ini masyarakat cenderung lebih berminat menyimpan uangnya di instrumen keuangan lain yang lebih bervariasi. ”Termasuk dengan kemungkinan investasi di SBN atau juga di pasar modal, atau berkaitan dengan deposito,” ujarnya dalam acara yang disiarkan secara daring.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis (21/12), juga menyebut rendahnya pertumbuhan penyimpanan uang nasabah di perbankan dipengaruhi pergeseran ke investasi berupa pembelian obligasi pemerintah. Pergeseran ini terjadi terutama pada kelompok tabungan menengah.
”Ada alternatif investasi lain, yang dulunya DPK di tabungan perbankan, sekarang bisa beli SBN, ritel, ataupun investasi-investasi yang lain. Jadi, komponennya di dalam neraca bank bukan lagi DPK, melainkan ke net claim to government, itu ada perpindahan-perpindahan,” kata Perry.
Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per November 2023 menunjukkan, masyarakat yang berinvestasi di produk investasi keuangan masih meningkat walaupun tidak seagresif kenaikan pada tahun-tahun awal pandemi Covid-19.
Jumlah investor tumbuh
Pertumbuhan investor sepanjang 2023 hingga bulan lalu berdasarkan penempatan dananya tertinggi di Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 19,40 persen. Sampai bulan lalu ada 992.787 investor SBN. Sebanyak 97,82 persen adalah investor individu.
Adapun pertambahan investor pasar modal hanya 16,65 persen hingga mencapai 12 juta investor. Reksa dana tumbuh 17,47 persen hingga mencapai 11 juta investor. Saham dan surat berharga lain tumbuh 16,57 persen menjadi sekitar 5 juta investor.
Pertumbuhan investor SBN kali ini signifikan dibandingkan dengan tahun 2022 dan 2021, yang selalu mengekor pertumbuhan investor di tiga instrumen investasi yang lain.
Pada 2021, misalnya, pertumbuhan SBN secara tahunan hanya 32,75 persen, jauh dibandingkan dengan pertumbuhan investor reksa dana sebesar 115,41 persen, saham dan surat berharga lainnya 103,60 persen, dan pasar modal 92,99 persen.
Sepanjang 2023, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR Kemenkeu) menggalang dana lewat penerbitan SBN sebesar Rp 298,6 triliun. Penggalangan dana itu turun 44,2 persen dibandingkan dengan tahun 2022.
Analis Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani, menjelaskan, SBN menjadi instrumen investasi paling aman dan berisiko rendah tahun ini di tengah ketidakpastian global, yang antara lain membuat nilai tukar rupiah melemah. ”Ini bukan tahun normal untuk pasar modal global sehingga banyak kejadian yang membuat produk seperti obligasi, yakni SBN, menarik untuk investor,” tuturnya kepada Kompas.
Ketidakpastian itu antara lain disebabkan dinamika perekonomian di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) yang mengalami inflasi tinggi sampai di atas 3 persen. Situasi itu membuat Pemerintah AS melalui The Federal Reserve (The Fed) terus menaikkan suku bunga acuan sejak Maret 2023.
Obligasi AS
Obligasi Pemerintah AS tenor 10 tahun, misalnya, pernah menyentuh level di atas 4 persen dari level sekitar 3 persen. Saat ini, mereka mulai memangkas imbal hasil tersebut hingga sebesar 3,89 persen per hari ini.
Tren menaikkan suku bunga itu juga pernah diikuti Indonesia yang berupaya menahan investor asing. Sebagai contoh, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun pernah naik menembus 7 persen. Per hari ini, bunga itu turun ke 6,6 persen. Meski turun, angka itu masih lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi Pemerintah AS dan rata-rata suku bunga tabungan atau deposito di bank dalam negeri.
Penurunan imbal hasil SBN diprediksi akan terus terjadi pada tahun depan. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah memberikan ruang penurunan suku bunga acuan pada semester II-2024. Adapun beberapa bulan terakhir, Bank Indonesia memutuskan untuk tidak lagi menaikkan suku bunga dan menjaganya di level 6 persen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Meskipun demikian, Arjun mengatakan, SBN masih akan menjadi instrumen investasi menarik pada tahun depan. ”Seiring dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga tahun depan, obligasi mempunyai daya tarik dari segi penambahan nilai. Investor membeli obligasi seperti SBN sekarang dengan antisipasi akan ada kenaikan harganya dalam jangka pendek (kurang dari setahun),” ujarnya.