Prospek Cerah Pasar Modal 2024
Pada pengujung tahun 2023, Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia bisa kembali menembus level 7.000.
Ilustrasi pergerakan nilai saham di Bursa Efek Indonesia
Di pengujung tahun 2023, pasar modal Indonesia mampu menunjukkan ketahanannya di tengah badai ketidakpastian ekonomi dan politik. Lantas, bagaimana prospeknya tahun 2024?
Pandemi yang berlangsung sekitar dua tahun sejak 2020 memberi efek cukup panjang terhadap perekonomian dunia. Banyak negara juga menderita inflasi tinggi karena gangguan rantai pasok dan geopolitik negara-negara pemasok energi di tengah perang Ukraina-Rusia. Negara maju, seperti Amerika Serikat (AS), mengalami kenaikan inflasi hingga 9,1 persen pada Juni 2022.
Kenaikan inflasi dikendalikan dengan terus menaikkan suku bunga acuan. Kebijakan itu di AS memang perlahan menurunkan inflasi menjadi 3,1 persen pada November 2023. Namun, situasi itu membuat banyak negara, termasuk Indonesia, harus ikut menaikkan tingkat suku bunga sehingga masyarakat menahan belanjanya. Sejak Agustus 2022 hingga Oktober 2023, Indonesia menaikkan suku bunga acuan 250 basis poin dari 3,5 persen menjadi 6 persen.
Konflik geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global juga melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Sejak triwulan akhir 2022 hingga 2023, kurs rupiah berada di kisaran Rp 15.000-Rp 15.800. Padahal, beberapa tahun sebelumnya kurs rupiah sempat membaik di level sekitar Rp 14.000.
Situasi tersebut menjadi sentimen negatif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di pasar modal, yang menjadi indikator kinerja industri dan perdagangan dalam negeri. Perbaikan pascapandemi yang terjadi pada 2021 sampai 2022 harus tertahan di 2023. Rapor IHSG merah karena hanya naik turun di level 6.500-6.900 sampai November 2023.
Menghijau
Namun, pada pengujung tahun 2023, IHSG melawan pukulan-pukulan tersebut dengan kembali menembus posisi 7.000. Pada Jumat (22/12/2023), IHSG ditutup menguat 0,39 persen di posisi 7.237. Indeks harga tujuh dari sebelas sektor emiten yang tercatat di Bursa Efek Jakarta meningkat secara moderat.
Banyak analisis menyatakan, kebangkitan ini terkait faktor kunci, yakni asumsi berhentinya tren kenaikan suku bunga, lewat sinyal yang diberikan AS melalui bank sentralnya, The Federal Reserve (The Fed). Bank Indonesia (BI) pun kemungkinan akan mengikutinya dan diprediksi bakal menurunkan suku bunga acuan 50-75 basis poin di semester kedua 2024.
Baca juga: BI Proyeksikan Suku Bunga Acuan Turun pada Semester II-2024
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Dimas Krisna Ramadhani, mengungkapkan, sesungguhnya ada beberapa faktor lain yang membuat pasar modal mampu mempertahankan dirinya sehingga tidak terpuruk.
Salah satunya adalah tingkat inflasi Indonesia yang rendah. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, inflasi tahun 2023 tumbuh semakin rendah sejak awal tahun, dari posisi 5,28 persen secara tahunan (yoy) pada Januari menjadi 2,86 persen pada November 2023. BI memproyeksikan inflasi tahunan bisa terkendali di angka 3 plus minus 1 persen pada 2023 dan 2,5 plus minus 1 persen pada 2024.
Ia juga mencatat adanya fenomena kenaikan yang fantastis pada pencatatan saham perdana (IPO) emiten konglomerasi. Emiten itu antara lain CUAN milik perusahaan tambang batubara PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk, BREN milik perusahaan energi terbarukan PT Barito Renewables Energy Tbk, dan AMMN milik perusahaan tambang dan tembaga PT Amman Mineral Internasional Tbk.
”Mereka turut memberikan dampak kenaikan cukup positif dan besar terhadap pergerakan IHSG serta menduduki jajaran Top 10 Gainers saham IPO 2023,” kata Dimas dalam keterangannya akhir pekan lalu.
Tahun ini, ada 79 perusahaan baru yang tercatat (IPO) dengan total penghimpunan dana Rp 54 triliun. Jumlah IPO pada 2024 diperkirakan tidak akan seramai pada 2023.
Presiden Direktur Bursa Efek Indonesia Iman Rachman mengatakan, pada tahun depan akan ada 62 perusahaan yang direncanakan IPO. ”Kita enggak terlalu agresif,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Senin (13/11/2023).
Tembus 7.500
Kinerja pasar modal diproyeksikan akan tumbuh positif sepanjang 2024. Berakhirnya era suku bunga tinggi, stabilnya pertumbuhan ekonomi, dan usainya pemilu menjadi sentimen positif yang kuat. Namun, volatilitas atau fluktuasi harga yang tinggi tetap perlu diwaspadai investor.
Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan, menyebut, penguatan IHSG yang menjelang akhir tahun 2023 naik 5 persen dari penutupan akhir tahun lalu akan terus berlanjut. Tren penurunan suku bunga akan menjadi katalis positif bagi pasar saham sepanjang Januari-Juni 2024 jika tidak ada perubahan tren inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Menurunnya risiko ketidakpastian juga akan disertai meningkatnya net buy atau transaksi beli lebih tingi daripada transaksi jual oleh investor asing. ”Kami membuat target IHSG di level 7.500-7.700. IHSG akan menembus level all time high-nya di 7.377,” ungkapnya akhir pekan lalu (22/12/2023).
Spesialis pasar modal Lucky Bayu Purnomo, saat dihubungi lewat telepon pada pertengahan pekan lalu, juga memprediksi IHSG akan menembus 7.500. Hal itu salah satunya dipengaruhi oleh adanya hasil pemilihan umum.
”Kebetulan hasil pemilu akan mulai terbaca pada awal tahun atau Februari 2024. Saat itu, indeks akan fluktuasi tinggi di kisaran 7.100-7.200. Perkiraan saya, pada pertengahan 2024, IHSG akan menguat sampai ke angka 7.500,” katanya.
Baca juga: Bank Mandiri: Empat Sektor Ekonomi Ini Punya Prospek Cerah
Selain hasil pemilu, kinerja positif pasar modal di 2024, menurut Lucky, juga akan ditopang beberapa hal, antara lain pertumbuhan ekonomi. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan akan mencapai 5,2 persen. Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sekitar 2,9 persen.
”IHSG dipengaruhi produk domestik bruto atau pertumbhan ekonomi. Sepuluh tahun terakhir, PDB kita rata-rata 5 persen secara tahunan. Ini jadi catatan positif bagi kinerja ekonomi,” jelasnya.
Di sisi lain, ada beberapa hal yang perlu diwaspadai investor terkait iklim pasar modal pada tahun 2024. Menguatnya dollar AS yang diperkirakan masih akan berlanjut dapat meningkatkan biaya impor dan utang negara. ”Kondisi geopolitik yang saat ini masih cukup tinggi tensinya juga bisa menyebabkan institusi perbankan dan bank sentral harus mengambil keputusan secara hati-hati,” ujarnya.
Rekomendasi
Proyeksi fundamental ekonomi yang diperkirakan membaik tahun depan bisa menjadi acuan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi di pasar modal.
Lucky menilai, pada 2024, masyarakat bisa menginvestasikan uangnya di sektor barang sekunder (consumer cyclical). Investasi di sektor energi dan keuangan juga diprediksi akan positif dan mendatangkan keuntungan dalam jangka pendek.
”Jadi, untuk 2024, perbankan, energi, kemudian consumer cyclical adalah sektor unggulan yang perlu mendapat perhatian,” ungkapnya.
Analisis FitchRatings dalam laporan Indonesia Consumer-Related Sector Trends akhir tahun 2023 menyebutkan, peningkatan konsumsi akan terjadi karena kampanye pemilu yang akan dilanjutkan pilkada. Dana kampanye akan meningkatkan penjualan dan konsumsi makanan dan minuman, garmen, biaya iklan, sampai logistik dan transportasi.
Ini juga dipengaruhi bantuan sosial langsung yang akan digulirkan pada triwulan akhir 2023 hingga 2024 guna meningkatkan daya beli masyarakat ekonomi bawah.
Bantuan ini penting mengingat rendahnya daya beli masyarakat selama ini akibat lesunya perekonomian seiring menurunnya harga komoditas, seperti minyak kelapa sawit mentah dan batubara.
FitchRatings memperkirakan, biaya modal atau capital expenditure mayoritas sektor usaha terkait konsumsi akan tetap tinggi pada tahun 2024. Perusahaan makanan kemasan dan barang konsumsi ritel akan berekspansi untuk mengantisipasi kenaikan permintaan. Perusahaan produk peternakan juga akan memodernisasi fasilitas dan meningkatkan kapasitas penyimpanan daging.
Alfred juga merekomendasikan investasi di sektor telekomunikasi dan properti, selain perbankan dan barang konsumsi sekunder. ”Kami memprediksi saham sektor properti akan mendapat tenaga dengan dimulainya tren penurunan suku bunga,” ujarnya.
Apa pun pilihannya, risiko dalam berinvestasi di pasar modal tetap perlu menjadi pertimbangan. Namun, kita semua tentu berharap fundamental perekonomian ke depan akan semakin cerah sehingga akan memberi keuntungan investasi jangka panjang.
Baca juga: Jalan Terjal Pertanian dan ”Kerja Rodi” Lahan Pangan