Skandal Uji Keselamatan Daihatsu Tidak Pengaruhi Pasar di Indonesia
Di Indonesia belum ada aturan pendukung bahwa mobil perlu dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan yang sesuai standar seperti di negara maju.
JAKARTA, KOMPAS — Skandal uji keselamatan yang menimpa produsen mobil Daihatsu di Jepang mendorong pemerintah mengevaluasi produk-produknya, khususnya dari sisi keselamatan. Minimnya regulasi standar keselamatan dan keamanan kendaraan membuat Indonesia dinilai tak bisa menuntut banyak dari kejadian ini, selain aspek moral.
Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengemukakan, Pemerintah Indonesia sedang mengevaluasi menyeluruh terkait isu keselamatan pada produksi Daihatsu Motor Co. Ltd di Jepang yang berdampak hingga Indonesia. Namun, pihaknya belum dapat memastikan kapan hasil evaluasi ini dapat dirilis.
”Ini baru meeting yang pertama dan masih jauh. Nanti tunggu saja, kami juga belum bisa memastikan kapan target waktunya. (Hal) yang pasti, kami akan melakukannya dengan hati-hati, teliti, dan komprehensif,” ujar Wildan saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Baca juga: Skandal Pengujian Keselamatan Daihatsu, Kemenperin Tingkatkan Kewaspadaan
Banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi ini. Beberapa di antaranya seperti jumlah dan jenis data yang diperoleh serta kemudahan mengakses data ini. KNKT akan berupaya mengawali komunikasi dengan pihak Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata (MLIT) Jepang dan Komite Independen. Alhasil, target penyelesaiannya belum dapat ditetapkan.
Kompas telah berupaya menghubungi Direktur Sarana Transportasi Jalan Danto Restyawan. Namun, hingga berita ini ditulis, ia tak merespons pesan yang dikirimkan.
Direktur Marketing dan Corporate Planning & Communication PT Astra Daihatsu Motor (ADM) Sri Agung Handayani mengatakan, seluruh kendaraan Daihatsu yang diproduksi, didistribusi, dan dipasarkan di Indonesia tak memiliki masalah kualitas dan keselamatannya. Regulasi yang berlaku di Indonesia juga dipenuhi.
Produksi ADM untuk pasar ekspor telah kembali dilakukan secara bertahap mulai Selasa (26/12/2023) ke lebih dari 60 negara tujuan ekspor. Tindak lanjut ini dilakukan setelah menerima konfirmasi dari otoritas negara pengimpor.
Secara terpisah, Toyota Indonesia yang menaungi PT Toyota Astra Motor (TAM) sebagai distributor resmi kendaraan Toyota dan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) selaku produsen kendaraan Toyota juga meyakinkan bahwa seluruh kendaraannya aman digunakan konsumen. Hal itu disebabkan seluruh kendaraan Toyota telah memenuhi aturan dan proses homologasi yang berlaku di Indonesia.
Sejumlah mobil bermerek Toyota yang dipasarkan di Indonesia diproduksi oleh ADM, kemudian dirilis ulang (rebadge) dengan merek Toyota. Beberapa di antaranya adalah Toyota Agya, Toyota Calya, Toyota Raize, Toyota Rush, dan Toyota Avanza. Untuk pasar ekspor, Toyota Indonesia juga memasarkan Toyota Town Ace dan Lite Ace dari produk Daihatsu Gran Max (Kompas.id, 29/12/2023).
Baca juga: Industri Otomotif Terus Tumbuh
Menanggapi hal ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pihak Daihatsu Indonesia memang telah memberi keterangan resmi dan menjamin tak ada keterlibatan dalam skandal tersebut. Namun, ia kurang meyakini hal tersebut.
”Harus ada due diligent atau investigasi dari Pemerintah Indonesia bahwa apa yang disampaikan pihak Daihatsu Indonesia adalah benar adanya. Hal ini sangat diperlukan untuk menjamin aspek kepastian dari sisi keamanan dan keselamatan bagi konsumen di Indonesia,” tuturnya.
Ia juga menyayangkan keran ekspor yang telah dibuka kembali oleh Kementerian Perindustrian. Sebab, pemerintah sebagai regulator belum melakukan investigasi tersebut. Perlindungan pada konsumen produk otomotif jauh lebih penting sehingga upaya preventif perlu diupayakan.
”Jangan terlalu business and economy oriented sehingga bisa menegasikan perlindungan pada publik yang lebih luas,” kata Tulus.
Skandal uji keselamatan
Sebelumnya, terungkap adanya pemalsuan uji keselamatan pada produksi Daihatsu Motor. Hasil investigasi menunjukkan unit kendali kantong udara (airbag) yang digunakan Daihatsu pada beberapa model ternyata berbeda dari yang dijual ke pasaran. MLIT kemudian melakukan inspeksi lapangan pada kantor pusat Daihatsu di Osaka, Jepang.
Akibatnya, pihak Daihatsu menahan pengiriman luar negeri hingga kendaraan-kendaraan tersebut dinyatakan aman oleh regulator untuk dijual. Pelanggaran ini termasuk penerbitan kesalahan laporan pada uji sandaran kepala dan tes kecepatan untuk sejumlah model mobil.
Isu ini menyeruak setelah pihak Daihatsu mengemukakan bahwa pihaknya menemukan pelanggaran uji setelah seseorang melaporkannya pada April 2023. Daihatsu mencurigai adanya masalah pada uji pelapis pintu (door linings). Kemudian, investigasi dengan pihak ketiga dilakukan. Hasilnya, ditemukan kerusakan uji keselamatan pada enam model mobil.
Lantas, laporan lain mengungkap lebih banyak masalah, yakni pemalsuan data dan prosedur pengujian yang tak sah. Daihatsu kini mengakui ada 174 contoh pelanggaran, termasuk kerusakan kantong udara (airbag) dan kendaraan yang berimbas pada 64 model dan 3 mesin. Beberapa di antaranya dijual dengan merek Toyota. Pelanggaran ini sudah terjadi sejak beberapa dekade lalu, tetapi laporannya meningkat setelah 2014.
Daihatsu menguasai sekitar 4 persen penjualan grup Toyota secara global. Pihaknya menyumbang sekitar 7 persen pendapatan dari total grup serta 3 persen dari keuntungan grup. Angka itu diperkirakan akan meningkat pada 2023 sebelum terpukul skandal ini, seperti dikutip dari The Japan Times (29/12/2023).
Tanpa regulasi keselamatan
Indonesia tak terdampak signifikan atas isu pelanggaran keselamatan Daihatsu Motor di Jepang. Alasannya, Pemerintah Indonesia belum menerapkan regulasi standar keselamatan, sehingga isu tersebut dianggap tak begitu berdampak bagi kondisi domestik.
Pengamat otomotif, James Luhulima menilai persoalan ini cukup kompleks. Pemerintah Jepang dapat mempersoalkan secara hukum pada Daihatsu Motor karena didukung regulasi yang kuat.
Sebaliknya, Indonesia tak memiliki peraturan yang mewajibkan setiap mobil harus dilengkapi dengan alat-alat keselamatan tertentu. Alhasil, apabila unsur itu tak terpenuhi, produsen tak dapat dikenai sanksi.
Mobil di Indonesia, misalnya, penggunanya wajib mengenakan sabuk pengaman seperti yang tertulis dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Alhasil, produsen mobil juga harus melengkapi kendaraan dengan sabuk pengaman.
Namun, kondisi berbeda dialami fasilitas lain, seperti airbag yang berguna melindungi kepala dari benturan keras dalam kendaraan. Kewajiban penyediaan alat ini tak didukung regulasi sehingga airbag dengan jumlah yang sesuai standar hanya dimiliki mobil-mobil yang relatif mahal.
”Keamanan standar (keselamatan) harus begini dan begitu, kita enggak punya. Ketika menggugat, kita melakukannya berdasarkan nalar kita saja. Negara lain menerapkan standar keselamatan, tapi pemerintah sendiri enggak memberikan aturannya,” kata James.
Skandal keselamatan pada Daihatsu Motor di Jepang tak berdampak banyak bagi Indonesia. Alasannya, aspek-aspek yang dipermasalahkan tak didukung regulasi di Indonesia. Seluruh pihak hanya bisa merespons dengan kekecewaan secara moral karena terjadi pelanggaran.
Persoalan keselamatan ini tak lepas dari penyesuaian terhadap daya beli masyarakat. Semakin terjangkau harga mobil, maka perlengkapan keselamatan yang tersedia juga semakin minim. Begitu pula sebaliknya. Selama aspek keselamatan belum jadi tuntutan masyarakat, maka kondisinya akan terus seperti ini. Sejauh ini, hanya uji emisi Euro 4 yang posisinya diperkuat regulasi.
”Jadi, memang ini buah simalakama, tidak sesederhana menetapkan soal itu. Di market (mobil) dari bawah sampai atas, ada semua. Tinggal konsumen mampu membeli atau tidak,” tambah James.
Pilihan dikembalikan pada masyarakat karena Kementerian Perhubungan membebaskan konsumen membeli mobil-mobil dengan standar perlengkapan keselamatan yang berbeda-beda. Sebab, selama ini produsen mobil di Indonesia bersaing dengan memberikan harga terjangkau.
Baca juga: Baterai Mobil Listrik China, Produk yang Menggelisahkan Biden