Kementan Bantah Hasil Investigasi Sementara Ombudsman soal Bawang Putih
Kementerian Pertanian menyebut rekomendasi impor bawang putih sesuai persyaratan dan tidak ada pungutan liar.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pertanian membantah hasil pemeriksaan sementara Ombudsman RI tentang penerbitan rekomendasi impor dan wajib tanam bawang putih. Rekomendasi impor itu sudah sesuai syarat dan prosedur, sedangkan wajib tanam juga benar-benar terealisasi.
Kementerian Pertanian (Kementan) juga membantah tudingan Ombudsman terkait pungutan liar dalam penerbitan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih. Jika telah memiliki informasi dan data tersebut, Ombudsman dipersilakan melaporkan Kementan ke penegak hukum.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto, Selasa (15/1/2024) malam, mengatakan, penerbitan RIPH bawang putih sudah sesuai persyaratan dan prosedur. Importir yang mendapatkan persetujuan RIPH bawang putih adalah yang telah memenuhi kewajiban tanam bawang putih sebesar 5 persen dari RIPH yang diajukan.
Pada 2023, ada 140 importir yang telah memenuhi persyaratan itu sehingga Kementan menerbitkan RIPH mereka. Hal itu berdasarkan pengawasan dan seleksi ketat Kementan terhadap realisasi wajib tanam selama 2017-2022.
”Semula ada sekitar 300 importir bawang putih yang mengajukan RIPH. Namun, yang memenuhi persyaratan, terutama wajib tanam, hanya 140 importir. Sisanya ada yang tidak melaksanakan wajib tanam dan ada yang 'nakal'. Importir yang 'nakal' justru kami black list,” ujarnya kepada Kompas.
Semula ada sekitar 300 importir bawang putih yang mengajukan RIPH. Namun, yang memenuhi persyaratan, terutama wajib tanam, hanya 140 importir.
Sejak tahun 2017, pemerintah mewajibkan importir bawang putih menanam bawang putih dengan produksi minimal sebanyak 5 persen dari volume permohonan RIPH per tahun. Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2017 tentang RIPH. Regulasi itu kemudian disempurnakan dengan Permentan No 46/2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis yang mengatur syarat yang sama.
Prihasto juga mengatakan, volume impor bawang putih dalam RIPH yang telah diterbitkan melebihi kuota impor yang ditetapkan. Hal itu lantaran RIPH yang diajukan importir telah sesuai prosedur dan persyaratan.
Kuncinya justru pada pemberi persetujuan impor untuk mengatur penerbitan izin impor sesuai kuota yang ditentukan. Kementan hanya memberikan rekomendasi, persetujuan impornya bergantung pada instansi pemberi izin impor.
Selain itu, Prihasto juga menyangkal tidak ada pungutan liar dalam pemberian RIPH bawang putih. ”Jika Ombudsman memiliki informasi dan datanya, silakan saja laporkan ke penegak hukum,” katanya.
Pernyataan Prihasto itu terkait dengan hasil pemeriksaan sementara investigasi atas prakarsa mandiri Ombudsman RI terkait penerbitan RIPH dan wajib tanam bawang putih di lingkungan Kementan. Ombudsman mengidentifikasi ada empat permasalah yang berpotensi mengarah pada malaadministrasi.
Pertama, pada 2023, kuota impor bawang putih ditetapkan 560.000 ton, tetapi rekomendasi impornya mencapai 1,2 juta ton. Kedua, ada dugaan pungutan liar dalam pemberian RIPH bawang putih. Ketiga, dana biaya tanam bawang putih yang diberikan importir tidak sesuai kebutuhan petani. Keempat, ada ketidaksesuaian antara komitmen wajib tanam dan realisasi wajib tanam bawang putih.
Pada Senin lalu, Ombudsman juga memanggil Prihasto untuk melanjutkan hasil pemeriksaan sementara tersebut. Namun, Prihasto tidak memenuhi panggilan itu karena harus menggantikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengikuti pertemuan di Sekretariat Negara.
”Saya memang tidak hadir karena ada keperluan yang tidak bisa ditinggal. Sebelumnya, saya juga pernah memenuhi panggilan Ombudsman pada 7 November 2023. Itu pun membahas persoalan yang sama. Sudah saya jawab semua,” katanya.
Sementara itu, importir bawang putih dan juga anggota Perkumpulan Pengusaha Bawang dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo), Jaya Sartika, Rabu (17/1/2024), mengaku, para importir bawang putih yang sudah terdaftar telah memenuhi kewajiban tanam bawang putih berbasis kemitraan dengan petani lokal. Wajib tanam yang diberikan bergantung dari RIPH Kementan.
”Biaya tanam per hektar per musim itu sekitar Rp 50 juta. Itu sudah kami penuhi melalui mitra kami. Itu pun berdasarkan perjanjian kerja sama berikut nama kelompok tani dan anggotanya, jumlah benih, luas tanam, dan titik koordinat lokasi tanam,” katanya.
Meski demikian, Jaya mengakui, realisasi wajib tanam pada tahun 2023 tidak seperti tahun 2022. Banyak importir bawang putih yang melakukan wajib tanam rugi karena banyak benih bawang yang mati akibat dampak El Nino.
Hanya saja, ada sejumlah oknum tertentu di luar Kementan yang menawarkan jasa melancarkan permohonan RIPH.
Jaya juga menyanggah tidak ada pungutan liar dari Kementan untuk melancarkan permohonan RIPH. Selama ini, para importir bawang putih telah mengajukan permohonan RIPH itu sesuai persyaratan dan prosedur.
Hanya saja, ada sejumlah oknum tertentu di luar Kementan yang menawarkan jasa itu. Namun, importir-importir bawang putih lama tidak pernah memakai jasa sejumlah oknum tersebut dan langsung mengurusnya melalui sistem daring Kementan.
”Saya berharap Ombudsman mendalami lebih jauh investigasi itu dengan memanggil importir-importir bawang putih yang lain, tidak hanya satu atau dua importir,” kata Jaya.